Eh, di keluarga gue, iya ding! Sejak kapan, gue agak lupa. Yang paling pertama gue ingetnya, jaman Pemilu yang kampanye ke jalan-jalan itu, pernah ikut sama keluarga. Pas jamannya partai politik cuma ada 3 biji itu, ikut kampanyenya P3. Padahal juga belum ikut Pemilu waktu itu. Simple reason, karena partainya orang islam. Haha, silakan tertawa.
Begitu reformasi, berhubung kakek gue almarhum orang Muhammadiyah, jadi kami sekeluarga mendukung Amien Rais, dong :D apalagi pas Soeharto turun, Amien Rais juga hits banget. Di rumah emak sampe pasang bendera dan sticker Amien Rais.
Obrolan seputar politik (waktu itu gue masih SMA) pun jadi hal yang biasa gue dengar pas sambil nonton tv, acara keluarga, dst dsb. Saat kerusuhan misalnya, teman-teman gue pada ketakutan sama pemberitaan dan kondisi Jakarta, gue malah mantengin berita. Untuk ukuran anak SMA kayanya terlalu serius, yak. Ga jarang jadi suka sok tau diantara teman-teman gue, dengan memasukkan isu-isu politik yang lagi berkembang saat itu.
Kuliah, gue masuk kampus yang cukup dikenal sering demonstrasi. Apa gue ikutan? Nggak lah. Tapi hal ini bukan berarti gue ga peduli sama kondisi negara, kan?
Nah yang terakhir nih, lagi (lagi) rame Pilkada. Kalo dulu kampanye itu ngumpul di lapangan dan dihibur sama penampilan arteis-arteis atau keliling kota pawai. Sekarang jaman makin canggih, sehingga jejaring sosial pun dimanfaatkan untuk berkampanye. Pendukung berbagai kubu pun saling menyebarkan info mengenai pilihan mereka.
Karena makin canggih, siapa memilih apa pun kayanya udah bukan rahasia lagi. Yang paling nyebelin adalah ketika pendukung salah satu kontestan yang menyerang kontestan lainnya. Mungkin emang dari dulu polanya akan seperti itu, ya. Tapi herannya, yang melakukan ini malah orang-orang yang (dianggap) pinter, aktivis, independen, politisi dan lain-lain.
Cara menyerang pihak lain ini menurut gue malah kampungan, makin nunjukin kadar intelektualnya seberapa. Cetek. Nyari kesalahan atau kekurangan orang lain adalah hal termudah dalam hidup manusia (kecuali kalo suruh cari kekurangannya Astri Nugraha ya, kibar bendera putih, ini mah). Harusnya mereka malah mencari kelebihan si kontestan yang mereka dukung, dan menyebarkan seluas-luasnya melalui akun twitter mereka. Ya nggak, sih?
Mungkin, mungkin nih ya, gue nggak secanggih mereka dalam analisa dan pemetaan politik, pemahaman konspirasi, dan nggak pernah turun ke jalan untuk demo. Eh tapi, emang seberapa sering elo demo nunjukin bahwa lo paham benar sama yang lo bela? Dapet salam dari tetangga gue, tukang gado-gado, yang sering ikut demo karena dapet kaos dan uang makan!
Pilkada sekarang nih, calonnya ada 6. Apa semuanya bagus? Apa semuanya jelek? Apa cuma 2 yang bagus, sisanya jelek? Yang pasti sih, 1 kontestan terbukti jelek, ya :))
Herannya lagi, belum-belum udah protes, si A begini, si B begitu, si C begono, dan seterusnya. Lah, situ maunya sapa? Yang menjabat sekarang dijelek-jelekin, ada calon lain, diiiii cari-cari busuknya. Maunya situ yang mimpin Jakarta? Karena situ berhasil ngapaln jumlah Sevel? Karena situ naik Trans Jakarta setiap hari? Karena situ berhasil bikin 1-2 film? Karena followernya >10 ribu?
Bisa nggak, ga usah protes dulu? Masa kampanye kan emang masanya sebar janji. Ntar kalo nggak mengungkapkan program untuk Jakarta, dibilangnya "nggak punya program yang jelas, payah" dan aneka komentar lainnya. Serba salah, kan?
Tugas kita sebagai pemilih adalah, mencermati program mereka dan kalau iseng, cari latar belakang masing-masing kontestan.
Masalah "Kami perlu bukti bukan janji" ya gimana mau dibuktiin, lah wong mereka juga belum pada kepilih, kok! Ikhtiar lah, setidaknya sudah berusaha melakukan sesuatu, bukan cuma duduk diam dan proteeeees aja kerjaannya.
Tadi gue baca editorialnya Jakarta Post, dan suka banget sama kalimat penutupnya:
"We can't expect saints,let's just welcome the regular guys marching in to save our city"
Inget, manusia nggak ada yang sempurna. Ngaca, apa elo udah sempurna? Apa lo udah simpen mobil lo di garasi untuk mengurangi kemacetan? Belum? Ya jangan protes kalo kena macet. Apa lo udah bayar pajak dari pendapatan lo (walaupun potensial di korupsi)? Belum? Ya jangan cerewet kalo fasilitas negara segini-segini doang.
Di Quran surat Al Anfal ayat 53, Allah nggak akan mengubah kaum kecuali mereka mengubahnya sendiri.
Nah, menurut lo, jika salah 1 kontestan menang, terus Jakarta serta merta ga macet? Ga banjir? Ga korupsi?
Ya harus manusianya yang mau mengubah diri mereka sendiri, dong!
Gue yakin cagub-cagub Pilkada kali ini juga bukan tukang sulap sih, yang bisa sekonyong-konyong mengubah Jakarta jadi adem ayem tentran loh jinawi..
*postingan ini emosional sekali ya.. :)) *
sent from my Telkomsel Rockin'Berry®
jgn ngamuk2 mbak..ntr cpt tua lo..hehe
ReplyDeletebner jga seh mbak, kalau jkarta pngen bebas dri mslah, smua wrga juga ikut berperan..hehe
Iyaaa, emosional sekali :)) abis sebel orang-orang bisanya ngomel, ngoceh, dsb dst doang, tapi aksinya nggak ada :(
Delete