Alasan (Masih) Belum Punya Path

Ya, sejak ngepost beberapa tahun lalu di sinitentang gue nggak punya Path, sampai saat ini alhamdulillah masih konsisten belum bikin Path juga.



Di beberapa eh, nyaris semua lingkaran pertemanan, gue hampir selalu jadi yang nggak punya Path. Sampe si @iraindah kalo update Path di mana di situ ada gue, nggak lupa mencantumkan tagar #LitanggakpunyaPath. LOL.
Ada juga yang ngancem ''Ntar lo kita omongin di Path lho" atau ketinggalan berita teman karena nggak ada Path sampai ada yang menawarkan diri 'memiminkan' alias jadi admin Path gue. Haha. Makasih lho atas perhatiannya, teman-teman.

Kekeuhnya gue nggak bikin Path tentu ada alasannya...

Kebanyakan sosial media yang harus di-maintain. 
Gaya ya? Tapi ini mah bener. Twitter, Instagram, Facebook, Linkedin, Pinterest, blog pribadi, deuh. I dont have so much time to maintain all of them.

Kan nggak harus di-maintain Lit, punya aja biar bisa di-tag. Hehe. Ini gue nggak mau. Mungkin gue berpatokan sama "Once you jump in to socmed, you cant go back". Gue nggak mau setengah-setengah. Aeh...
Eh, tentunya ini berkaitan sama poin selanjutnya.

There's something i want to keep it by myself.
Kebayang nggak kalo gue punya Path juga? Apa lagi yang mau gue tulis di sana? Kicau selintas di kepala udah gue tulis di Twitter (udah ga ada yang make Twitter kali temen lo. Biarin!). Foto udah gue upload di IG, itupun belakangan gue connect ke Twitter dan Facebook. Opini yang lebih mendalam, gue tulis di blog. Apa lagi?

Hal-hal selain di atas yang nggak gue publikasikan di socmed, ya berarti gue mau keep untuk diri gue sendiri. Gue hanya ingin menyisakan sedikit space untuk diri gue sendiri.

Seperti udah kita ketahui lah ya, dengan banyaknya socmed, semakin membuat kita mudah 'masuk' ke kehidupan orang lain. Dengan mudahnya kita bisa masuk ke rumah mereka, bahkan kamar tidur dan kamar mandi! Apa lagi yang bisa kita keep untuk diri sendiri?

Biarlah repotnya gue ngadepin Langit yang ngomong 3000 kata per menit gue simpan sendiri. Biarlah berantemnya gue sama suami gue simpen sendiri. Biarlah sebelnya gue ke orang lain gue simpen sendiri (dan beberapa orang di watsap grup. LOL).

Kok diomongin juga Lit, di sini? Hihi.

Banyak drama bersumber di Path.
Suatu hari gue cerita sama beberapa teman tentang perilaku seseorang di sosial media. Dijawab sama @indahkurmlniawaty, "Kalo lo punya Path pasti bakal lebih pusing, Lit".

Kalo gue rasa, dengan konsep Path yang (konon) lebih private karena pelimitasian teman (sekarang udah jadi banyak juga ya, kalo ga salah), orang merasa lebih bebas mengekspresikan diri (baca: mengomentari sesuatu dengan bebas), marah-marah, mengucapkan kata yang mungkin nggak dipake di socmed lain, ngomongin orang, dsb. Tapi ingatkah kalau ada sebuah teknologi yang bernama screencap atau repath?


"Tapi kan gue mah milih-milih mau accept orang di Path. Yang akrab-akrab aja". Really? Coba sebutin 10 nama orang yang lo jamin NGGAK AKAN NGOMONGIN LO DI BELAKANG.

Mengutip kata Indah lagi, "Emang kita bisa kontrol 150 orang yang ada di Path kita?". Humm.. I doubt it. Jadi, kalo udah ada yang bilang "Gue pilih-pilih banget orang yang gue accept di socmed (termasuk Path) gue". Apakah menjamin bisa kita kontrol semua itu?


Lagian, coba inget-inget. Drama Dinda awalnya dari mana? Drama Mbak Yogya yang gue lupa namanya tapi dia marah-marah tentang suatu hal lalu dibawa ke polisi, dari mana? Dan drama-drama lain yang mungkin ada di lingkaran pergaulan kita.

Dengan konsep limitasi itu, orang jadi merasa secure untuk ngomong dan take it for granted atas orang-orang yang saling share di Path.

Yang terakhir ini sungguh ga penting tapi sering gue jawab buat becandaan. Path nggak bisa buat cari duit. Haha.

Ga tau ya kalo sekarang buzzing mulai merambah Path juga. Tapi sejauh ini produk digital yang dijual setau gue masih berkisar antara Twitter, IG dan blog. Mungkin buat agency ke depannya bisa di-propose buzzing lewat Path. Karena di sana kan orang lebih jujur untuk menyuarakan isi hatinya terhadap sesuatu. Jadi review atau buzzing sesuatu harusnya lebih real.


Ini postingan rasanya kudu dikasih disclaimer. Semua poin di atas berdasarkan sudut pandang gue lho. Kalo mau counter, kritik, saran, dan lain sebagainya silakan ditulis di comment box *wink*

nenglita

Aquarian, Realistic Mom, Random, Quick Thinker, a Shoulder to Cry On, Independent, Certified Ojek Consumer, Forever Skincare Newbie.

8 comments:

  1. banyak benernya sih mbaklit postinganmu, dan (mungkin) kelebihan path cuma di "kita bisa lebih milih temen". Well, emang sih sounds negative. tp kmrn 'saking deketnya' pertemanan dgn seseorang, dan aku juga mosting sesuatu yg deeper than ever, kok malah tersinggung dikomentarin hal yang seharusnya emang itu yang haruis dilakuin (halah belibet). jd skrg aku lebih ke silent reader aja, scrolling down ampe hp nge-hang. hihihi

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hahaha.. ntar abis itu dikomentarin, "Dia padahal lihat postingan gue, tapi nggak di-like" #eaa

      Delete
  2. aku punya tapi kadanglupa untuk dibuka berhari-hari mbak :)

    ReplyDelete
  3. Kalau gitu gue harus bikin juga ya.. alasan gak punya Path, Insta, dan Twitter. Hahahaa. Banyakan ga punyanya drpd punyanya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bikiiiin Le, salut dan canggih elu mah konsisten nggak socmed-an 👍👍👍👍

      Delete
  4. Hahaha gw setuju dg poin path gak bisa cari duit. Gue punya path, sempet posting beberapa kali. Tapi kemudian, gue menyadari, path gak bisa dijadiin tempat jualan/promo batik gue. Jadi gue delete apps-nya, akunnya sih tetap. Selain itu juga karena hp gw jd rada slow, dan gue harus milih apps mana yang bisa dikorbankan. Dengan alasan gak bisa jualan di path, maka gue memilihnya. Hihi. Tapi ada postingan path sodara yang lucukk...jd pernah gw donlot lg path-nya, khusus untuk baca/lihat postingan dia, lalu setelah kelar, gw uninstall lagi. Niat beuuttt...hihi.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ada juga lho Nad, yang ikutan Path demi nggak ketinggalan gosip, hahaha.. Kalo gue mah, selama ada screencap pasti bakal sampe juga gosipnya #eh

      Delete