Saat itu gue masih kelas 2 SMA. Walau udah 16 tahun yang lalu, tapi kenangan sama bulan Mei tahun 98 masih cukup nyata di memori gue (yang suka terbatas ini). Gue rasa beberapa dari kalian juga mengingat beberapa hal yang ada di bulan itu, kan?
Antara tanggal 12-18 Mei, gue lupa urutannya. Tapi suatu hari di sekolah, gue dan teman-teman curi dengar hal-hal mengejutkan.
"Hero dibakar!"
"Mal Yogya dibakar"
"Nggak ada angkutan umum"
"Penjarah masuk ke daerah Kalimalang"
Dan seterusnya..
Di salah satu dari hari tersebut gue nggak sekolah, gue bengong depan tv nonton berita tentang Jakarta yang nonstop ditayangkan. Kakak gue, yang masih mahasiswa tingkat 1 saat itu, cerita soal teman-teman kampusnya yang long march, demo, dsb. Istilah yang masih belum gue pahami saat itu.
Terus, satu berita yang bikin gue nangis. Ada mahasiswa yang ditembak aparat! Kakak gue nangis, mungkin karena merasa memiliki kedekatan status. Gue? Nangis juga. Bukan karena apa-apa, tapi gue bayangin perasaan orangtuanya, terus gue nggak paham kenapa mahasiswa ditembak? Ada yang dipukulin juga. Gue nggak paham, salahnya di mana? Yang nembak, yang mukulin, sama-sama orang Indonesia pula! Kenapa?
Salah satu dari hari tersebut, gue inget malam-malam komplek tempat gue tinggal heboh. Heboh karena rumor yang bilang, "Ada 2 gerbong kereta isinya penjarah, mau masuk ke sini". Saat itu, boro-boro Twitter atau Facebook, internet aja belum dikenal oleh banyak orang. Handphone aja (di lingkungan gue) masih segelintir orang yang make. Jadi bagaimana kita mau memastikan sebuah berita? Modal kami saat itu cuma nongkrongin televisi dan 'katanya'.
Malam itu tetangga-tetangga yang keturunan, kami pinjemin mukena, sajadah, atau apa aja yang menandakan kalau mereka muslim dan 'pribumi' untuk dipajang di depan rumah. Entah siapa yang ngusulin, mungkin karena kami nonton tv dan banyak orang menulis depan rumahnya 'milik pribumi', ya.
Padahal kenyataannya, ada juga rumah yang udah ditulis 'milik pribumi' tetap dibakar habis.
Salah satu dari hari tersebut, gue lihat berita dan ngerasain dada gue bergelora lihat gedung MPR/ DPR diduduki kakak-kakak mahasiswa. Gue anggap itu keren!
Apalagi di salah satu dari hari itu, Presiden Indonesia mengundurkan diri. I feel like, what? Emang bisa? Bukannya itu jabatan seumur hidup? Secara ya, dari gue lahir sampe umur 16 saat itu, foto presidennya itu-itu juga. Cuma wapres yang ganti-ganti.
Salah satu dari hari itu, gue baru paham apa yang diperjuangkan. Tapi sampai saat ini, gue nggak paham kenapa harus ada yang mati untuk itu? Kenapa harus ada yang cacat akibat dipukuli saat itu? Kenapa ada yang hilang dan nggak kembali?
Dan terakhir, kok bisa penjarahan, pembakaran, perkosaan di mana-mana? Setan mana yang menguasai negara kita di hari-hari itu? Apa benar itu murni datang dari masyarakat? Atau ada yang mengatur?
Kalau ada yang mengatur chaos itu, kok tega? Kalau cuma harta yang direnggut, bisa kembali. Kalau nyawa atau masa depan? Nggak habis pikir.
16 tahun berlalu, masih ada keluarga yang menyimpan luka dari Mei 98.
16 tahun berlalu, masih ada keluarga yang menuntut keadilan atas apa yang terjadi saat itu.
16 tahun berlalu, banyak yang sudah move on dan ga sedikit yang menolak ingatan itu datang lagi.
Secara personal, hanya itu ingatan gue atas Mei 98. Tapi bukan berarti gue nggak ngerasain sakitnya mereka yang jadi korban. Apalagi pas kemarin baca cerita tentang Ita (lupa nama belakangnya) yang meninggal dibunuh secara kejam karena ia aktif terlibat sebagai relawan pemulihan korban Mei 98. Saat dibunuh usianya baru 18tahun, beda sedikit sama gue saat itu. She did something, but i didnt :(
Mei 98, mudah-mudahan jadi yang pertama dan terakhir di negara kita ini, ya.
Amin.
Antara tanggal 12-18 Mei, gue lupa urutannya. Tapi suatu hari di sekolah, gue dan teman-teman curi dengar hal-hal mengejutkan.
"Hero dibakar!"
"Mal Yogya dibakar"
"Nggak ada angkutan umum"
"Penjarah masuk ke daerah Kalimalang"
Dan seterusnya..
Di salah satu dari hari tersebut gue nggak sekolah, gue bengong depan tv nonton berita tentang Jakarta yang nonstop ditayangkan. Kakak gue, yang masih mahasiswa tingkat 1 saat itu, cerita soal teman-teman kampusnya yang long march, demo, dsb. Istilah yang masih belum gue pahami saat itu.
Terus, satu berita yang bikin gue nangis. Ada mahasiswa yang ditembak aparat! Kakak gue nangis, mungkin karena merasa memiliki kedekatan status. Gue? Nangis juga. Bukan karena apa-apa, tapi gue bayangin perasaan orangtuanya, terus gue nggak paham kenapa mahasiswa ditembak? Ada yang dipukulin juga. Gue nggak paham, salahnya di mana? Yang nembak, yang mukulin, sama-sama orang Indonesia pula! Kenapa?
Salah satu dari hari tersebut, gue inget malam-malam komplek tempat gue tinggal heboh. Heboh karena rumor yang bilang, "Ada 2 gerbong kereta isinya penjarah, mau masuk ke sini". Saat itu, boro-boro Twitter atau Facebook, internet aja belum dikenal oleh banyak orang. Handphone aja (di lingkungan gue) masih segelintir orang yang make. Jadi bagaimana kita mau memastikan sebuah berita? Modal kami saat itu cuma nongkrongin televisi dan 'katanya'.
Malam itu tetangga-tetangga yang keturunan, kami pinjemin mukena, sajadah, atau apa aja yang menandakan kalau mereka muslim dan 'pribumi' untuk dipajang di depan rumah. Entah siapa yang ngusulin, mungkin karena kami nonton tv dan banyak orang menulis depan rumahnya 'milik pribumi', ya.
Padahal kenyataannya, ada juga rumah yang udah ditulis 'milik pribumi' tetap dibakar habis.
Salah satu dari hari tersebut, gue lihat berita dan ngerasain dada gue bergelora lihat gedung MPR/ DPR diduduki kakak-kakak mahasiswa. Gue anggap itu keren!
Apalagi di salah satu dari hari itu, Presiden Indonesia mengundurkan diri. I feel like, what? Emang bisa? Bukannya itu jabatan seumur hidup? Secara ya, dari gue lahir sampe umur 16 saat itu, foto presidennya itu-itu juga. Cuma wapres yang ganti-ganti.
Salah satu dari hari itu, gue baru paham apa yang diperjuangkan. Tapi sampai saat ini, gue nggak paham kenapa harus ada yang mati untuk itu? Kenapa harus ada yang cacat akibat dipukuli saat itu? Kenapa ada yang hilang dan nggak kembali?
Dan terakhir, kok bisa penjarahan, pembakaran, perkosaan di mana-mana? Setan mana yang menguasai negara kita di hari-hari itu? Apa benar itu murni datang dari masyarakat? Atau ada yang mengatur?
Kalau ada yang mengatur chaos itu, kok tega? Kalau cuma harta yang direnggut, bisa kembali. Kalau nyawa atau masa depan? Nggak habis pikir.
16 tahun berlalu, masih ada keluarga yang menyimpan luka dari Mei 98.
16 tahun berlalu, masih ada keluarga yang menuntut keadilan atas apa yang terjadi saat itu.
16 tahun berlalu, banyak yang sudah move on dan ga sedikit yang menolak ingatan itu datang lagi.
Secara personal, hanya itu ingatan gue atas Mei 98. Tapi bukan berarti gue nggak ngerasain sakitnya mereka yang jadi korban. Apalagi pas kemarin baca cerita tentang Ita (lupa nama belakangnya) yang meninggal dibunuh secara kejam karena ia aktif terlibat sebagai relawan pemulihan korban Mei 98. Saat dibunuh usianya baru 18tahun, beda sedikit sama gue saat itu. She did something, but i didnt :(
Mei 98, mudah-mudahan jadi yang pertama dan terakhir di negara kita ini, ya.
Amin.
amiiin... Semoga gak akan pernah kejadian lagi. merinding dulu juga Mba. Cuma waktu itu di Surabaya dan gak ngerti kenapa negara bisa sampe seamburadul itu. Sediih banget lihat televisi.
ReplyDeleteAmiiin..
DeleteIya, chaos abis :(
berkunjung. jadi miris baca ini, ditunggu kunjungan baliknya, barangkali berminat dengan vcd pembelajaran anak yang kami tawarkan ^_^
ReplyDeletemenyimak postingan yang memilukan
ReplyDeleteSalah satu yang tertembak itu adalah kakak temen gw dan satu-satunya anak laki-laki keluarganya.
ReplyDeleteDulu waktu masih kinyis-kinyis aja, gw nangis dalam perjalanan mo ke kampus.
Yang gw inget zaman itu masih pake pager terus dapet message suruh pasang bendera setengah tiang sebagai perwujudan solidaritas mahasiswa dan berduka atas matinya demokrasi di negeri ini. Tsaah bahasa gw !
Pas gw pasang bendera setengah tiang di rumah gw, Eh dasar tetangga gw pada kagak ngerti kali ya...banyak yang ikut-ikutan pasang.
Dan ohyeah, ada pendukung orde baru waktu nyamperin ke rumah gw suruh turunin bendera setengah tiangnya. Jaman itu, gw masih bergejolak jiwa mahasiswa kali ya, langsung esmosih ! Hahaha..dudududu
Sampe sekarang pun gw masih suka sedih lhoo..ngebayang berada di posisi emak temen gw. Anak laki-laki satu-satunya pamit mo ke kampus, tau-tau pulang dalam keadaan tak bernyawa.
Hiks hiks
Hiks!
DeleteTemennya Igun jadi salah satu yang digebukin dan cacat sampai sekarang, Ndah :(
Btw, jadi elo waktu itu udah kuliah? Bukannya masih SD? Kan seumuran sama Marshanda? :D
Kan gw ngambil kelas akselerasi.
Delete#Ngeles_kayak_bajaj