Back off!

Gue suka nulis. Dari SD, pelajaran favorit gue adalah mengarang. Kalo udah ngarang, bisa panjaaaang ceritanya *at least untuk ukuran anak SD, ya, haha*.

Gue menikmati saat-saat otak gue 'berbicara' dan jari menuangkannya dalam bentuk tulisan (atau jempol, kalo sekarang-sekarang ini, karena sering lewat BB). Sering banget gue berpikir bahwa otak gue lebih sinkron dengan jari dibanding sama mulut :D

Pas SMA, mata pelajaran jagoan gue adalah Bahasa Indonesia. Teman-teman gue yang kebetulan kebanyakan laki dan otaknya IPA banget, sangat bergantung kalo udah ulangan Bahasa Indonesia. Haha. Padahal dipikir-pikir, apa sulitnya, sih, berbahasa Indonesia?

Gue sempat dikirim ke sebuah, apa, ya, namanya? Workshop menulis selama 3 hari untuk siswa SMA se-Jakarta. Kebetulan, guru Bahasa Indonesia pas gue kelas 2 SMA, percaya sama gue. Tanpa 'mengaudisi' murid lain, beliau minta gue bikin karya tulis, kemudian dikirimkan ke Diknas. Alhamdulillah, kepilih dan bisa wakili sekolah gue, deh, di workshop tersebut. Bener apa nggak, ya, namanya workshop? Lupa, gue.

Sempat juga bersikukuh pengen masuk Kelas Bahasa (yang padahal nggak ada di sekolah gue pas angkatan itu). Kata guru Bahasa Indonesia, kalau peminatnya lebih dari 10, ada kemungkinan dibuka kelasnya. Langsung gue bak SPG ke teman-teman, yang spontan ditolak secara halus oleh mereka :))))

Lalu kuliah, pilihan gue hanya sastra dan komunikasi. Eh, nggak ada yang lolos UMPTN-nya. Dasar otak bebal. LOL.

Cari-cari kampus, akhirnya nemu IISIP karena ada jurusan Jurnalistiknya. Cus, ah. Mendukung banget, kan, sama kecintaan sama dunia tulis menulis.

Salah satu impian gue adalah punya buku sendiri. Dari kuliah udah coba, tapi kayanya gue bukan tipe yang bisa nulis panjang. Karena selalu stuck di tengah-tengah.

Kemudian, beberapa waktu lalu, gue dapet email dari LinkedIn yang menyatakan bahwa gue salah satu dari 1% (apa 5%, lupa, hehe) member LinkedIn yang di-endorse untuk Creative Writing.

Baru gue mikir, ya, mungkin inilah bidang gue. Creative Writing. Kalau dirunut ke belakang sejarah profesi/ bidang kerja: tabloid, PH, TV, situs 21, advertising agency, FDN. Kedengarannya random, ya? Padahal benang merahnya adalah menulis.

Ini tahun ke 11 gue kerja. Gue menulis naskah infotainment, review produk, wawancara public figure, advertorial, naskah talkshow televisi, copy packaging produk, naskah dokumenter, cue card event, copy TVC, hard news, dst dsb.

Jadi, hampir mirip sama pola makan yang mengonsumsi segala, gue menulis segala.

Tentu, hasil karya gue masih jauh untuk dibilang sempurna. But I know, I'm good *muji diri sendiri*.

Bekerja di dunia ini, bikin gue sering memikirkan angle lain dari sebuah tulisan kalo lagi baca. Sering juga jadi mengedit tulisan tersebut dalam hati. Ya, dalam hati aja. Karena nggak semua hal harus sesuai dengan keinginan kita.

Emang kita tau kalo emang penulisnya saking ingin menekankan sebuah kata, maka ditulis dengan huruf kapital semua atau dengan G.A.Y.A.S.E.P.E.R.T.I.I.N.I. Tentu gaya ini ga bisa diterima dalam hard news, tapi kalau untuk creative writing (feature article atau blogging, misalnya), kenapa nggak?

Begitupun saat mengedit (beneran) artikel orang lain. Gue sebisa mungkin tidak me-rewrite.

Pertama, gaya penuturan akan berubah (untuk media seperti kami), menurut gue menjaga nafas penulis asli sangat penting. Cara gue menulis review barang akan beda dengan cara si A/B/C, misalnya. Lain halnya dengan media 'serius' seperti Tempo atau Kompas. Mereka memang wajib menyeragamkan penulisan, karena yang 'keluar' adalah mereka sebagai brand.
Kedua, rewrite hanya berlaku untuk tulisan yang benar-benar parah. Gue pernah, sih, rewrite karena ide tulisannya bagus, tapi penuturannya kurang smooth. Lagian kalo penulis/ reporter/ kontributor tulisannya kudu di-rewrite, mendingan sekolah lagi, dah. Yang dapet mata kuliah Bahasa Indonesia Jurnalistik, lah, minimal. Ketiga, rewrite buang-buang waktu. Udah lah bacanya pegel, kemudian menyusun ulang lalu ditulis seperti apa seharusnya. Kalo nulis sendiri, udah jadi berapa artikel?

Insyaallah bukannya belagu, tapi ketika ada orang yang protes atau seenaknya mengubah tulisan gue, gue ngamuk, sih. Bukannya ga mau kompromi, maybe I'm not smart, but I know what I'm doing. So, back off.


Powered by Telkomsel BlackBerry®

nenglita

Aquarian, Realistic Mom, Random, Quick Thinker, a Shoulder to Cry On, Independent, Certified Ojek Consumer, Forever Skincare Newbie.

No comments:

Post a Comment