Kalau ada istilah Pelakor untuk perempuan yang jadi
selingkuhan seorang laki-laki yang sudah beristri, lalu apa istilah yang tepat
untuk laki-laki beristri yang selingkuh?
Biarlah itu jadi urusan Kak Ivan Lanin dan Lembaga Bahasa
Indonesia. Udah beberapa kali gue terima DM atau pesan yang request tema
tentang pelakor.
Sebenernya udah pernah bahas mengenai perselingkuhan, dan
sejenisnya di blog. Tapi memang nggak spesifik ngomongin pelakor dan jauh
sebelum istilah pelakor ini hadir di muka bumi.
Baca beberapa blogpost gue tentang perselingkuhan di sini
Minggu ini salah satu yang lagi viral adalah video seorang
perempuan (berkerudung) yang dilemparin duit konon oleh istri yang suaminya
diduga berselingkuh dengan perempuan tersebut. Sontak, dunia maya bergeliat.
Ah, tapi memang netijen jaman now paling demen sama urusan rumah tangga orang,
ya. Yang bukan siapa-siapa bisa jadi siapa-siapa karena kehidupan
pribadinya menggelitik buat diusik.
Balik lagi ke video tersebut. Apa yang bikin video ini
heboh?
Pertama, si istri yang ngelemparin duit lembaran seratusan
ribu. Kalo dikumpulin kira-kira berapa puluh juta ya?
Bagi sebagian perempuan yang suaminya pernah 'menghidupi'
perempuan lain, aksinya ini seperti mewakili perasaan mereka.
Mungkin kaya, "Selama ini lo porotin laki gue kan? Nih
gue kasih duitnya. Duit nggak ada artinya buat gue!". Gitu kali ya?
Buat perempuan yang lempeng aja, belum pernah (amit-amit
jangan sampe) punya pengalaman begini, ya ngeliatnya lebay. Masa sampe
segitunya? Kan sama-sama perempuan. Emang nggak bisa diobrolin secara
baik-baik? Yah, sulit sih emang ngomongin baik-baik kalo tahu duit yang
harusnya buat kita tapi dioper ke perempuan lain. Eh, duit bukan sih,
masalahnya? Haha.
Kedua, perempuan yang dituduh selingkuhannya itu
berkerudung! Bukankah seharusnya perempuan berkerudung punya moral yang baik?
Kok bisa-bisanya jadi selingkuhan? Mau-maunya diajak selingkuh? Ga takut dosa?
Dari 2 poin di atas, yang mau gue tanya adalah: lakinya ke
mana?
Ketika ada laki-laki kesebut, maka kalimatnya adalah
"Kucing mana bisa tahan kalo dikasih ikan". Pembenaran atas sikapnya
yang tergoda oleh perempuan.
Di sekitar gue banyak banget kok cerita mengenai
perselingkuhan. Baik yang terang-terangan ataupun pura-pura nggak ada yang
tahu.Tapi sayangnya, kebanyakan yang berantem/ saling serang adalah antar perempuan. Bukan si istri ke suaminya. Sad, sih.
Dan herannya, buat publik pertengkaran antar perempuan ini dari dulu emang sering jadi santapan publik. Sad.
Tapi buat gue, mereka
masing-masing punya cerita. Punya alasan untuk melakukan setiap hal.
Gue nggak ngebelain mereka yang berselingkuh dengan para suami-suami, tapi bukan berarti kita
mendukung aksi memviralkan pencydukan pelakor.
Kita nggak pernah tahu cerita yang sebenarnya. Soalnya, pernah ada cerita kalo si laki bilangnya udah pisah/ cerai sama istri kemudian ngawinin anak orang. Setelah pernikahan, baru ketahuan bahwa belum cerai dengan istri pertamanya. Ujungnya, ya bisa jadi dimadu, dilabrak sama istri sah, atau ya begitu aja. Ya perempuannya juga bodoh, kok mau dibohongi? Helo, sudah pernah
jatuh cinta yang tanpa logika? Kalau belum, semoga jangan, ya.
Lain hal kalo elo dijadiin berhubungan dengan orang yang
sudah berpasangan cuma buat senang-senang doang, dan lo nggak masalah karena lo
tahu konsekuensi lo hanya buat senang-senang. Ya bodo amat. Tapi, masalahnya
kan perempuan ini kerap pakai perasaan, ya. Nah kalo lo udah pake
perasaan, coba sesekali pikirin perasaan istri/ pasangannya si laki itu. Kalo
lo ga bisa memikirkannya, ya pikirin seandainya anak/ orangtua/ kakak/ adik lo
yang digituin.
Intinya, gue sih nggak setuju sama hubungan dengan orang
lain yang dibina setelah seseorang menikah. Sama aja dah dengan poligami. Mau terang-terangan,
diem-dieman, apa kek. Bukan salah ceweknya doang, lakinya doang, pasangannya
saat ini doang. Semuanya salah. Apapun alasannya.
Yang gue masalahin justru istilah yang digunakan. Meminjam dari
status seseorang yang gue nemu di-share di FB teman:
Wahai perempuan, masih mau diadudomba dengan dunia yang patriarki? Mikir.PELAKOR, labelisasi yang dibuat agar perempuan saling berhadap-hadapan dan laki-laki tetap dianggap suci & bebas tanggungjawab atas perilakunya yg bermasalah
seminggu ini banyak sekali yang posting tentang si pelakor yang di sawer tersebut dan semua mempertanyakan laki-nya kemana ? kok cuma perempuannya yang di salahin ??
ReplyDeletedan labelisasi pelakor itu aq gak setuju, krn dg demikian laki-laki akan tetap aman dan di bela oleh perempuannya walaupun salah, huff
Betuuul, qucedi dengar kata Pelakor :'(
DeleteTemen gue yang ahli linguistik a.k.a doktor bidang tata bahasa, mengusulkan istilah 'letise' buat branding laki2 tidak setia. Enak aja cuma cewenya yg dianggep aktif merebut. Itu laki2nya apa cuma korban diem doang?
ReplyDeleteKurang pas, ya, kata letise. Hanya sekadar tidak setia aja, sementara pelakor kan terkesan aktif dan konotasinya negatif..
Deleteaku lelah dgn drama yg kayak gini. kayaknya manusia seneng banget liat aib orang.
ReplyDeleteGiliran pas KDRT aja, suka tutup mata bilang gosah ikut campur.
Kemarin di grup wa ada yg share videonya, langsung tak sembur :\
Beneeer, kalo urusan drama rumah tangga pada getol-getol banget sampe jadi berita nasional. COba kalo KDRT, BHAY! Sibuk dengan dalih, "Itu urusan rumah tangga orang", gilak apa orang-orang ini ya?
Delete*emosi jiwa*
Hahaha... ujung-ujung perempuan mulu yang disalahin.
ReplyDeleteLiat nggak sih mba, di video itu, pak Dendy duduk diem, kakinya diangkat gitu... macam nggak terjadi apa2 sama dirinya. Kepalanya pun masih tegak.
Ealaaaaah... mau tak sobek-sobek rasanya itu pak Dendy...
Pengecut. Perlu perempuan yang bersuara. Aku ga tahan nontonnya x_x
Delete