Lusa, 20 September, akan berlangsung Pilkada putaran kedua. Suasana Pilkada tahun ini panas banget dah!
Kalau yang follow twitter atau pernah baca blogpost gue beberapa bulan lalu, pasti tau gue simpatisan yang mana. Iya, beberapa bulan lalu, sebelum Jokowi dicalonkan jadi gubernur, gue pernah bikin blogpost tentang beliau. Beberapa bulan sebelumnya, gue pernah tweet beberapa info tentang Jokowi yang gue dapat dari berbagai media. Tentunya jauh sebelum namanya mudah ditemukan di google seperti saat ini, ya.
Semenjak putaran pertama Jokowi dinyatakan menang, aneka pemberitaan tentang beliau pun udah kaya jamur di musim hujan. Semua media berlomba memberitakan aktivitasnya, buku-buku mengenai Jokowi pun semakin banyak diterbitkan.
Media darling? Pencitraan?
In my defense (yang subyektif), Jokowi merupakan sosok yang ramah dan hangat, semua orang bisa mengaksesnya, udah gitu nilai jualnya tinggi! Gimana nggak jadi media darling? Media, mau bosen atau gimana pun, kalau nilai jual berita seorang narasumber tinggi PLUS mudah mengaksesnya, ya dikejar terus lah, diberitain terus.
Mau berita positif atau negatif, Jokowi terbuka-terbuka aja kan, menghadapi wartawan. Nah, pandangan gue sih, kalaupun berita negatif tentang dia benar, setidaknya dia cukup berani dengan menghadapi wartawan dan kasih statement, bukan maki-maki wartawan (kaya yang satu lagi).
Mengenai pencitraan, ga tau ya, menurut gue kalau memang pencitraan, setidaknya beliau sudah melakukan hal yang positif di Solo. Kalaupun dia pencitraan, harusnya tidak sekonsisten itu ya ramahnya, ya sikap hangatnya, ya rendah hatinya, ya selow-nya, semuanya.
Kalau cuma pencitraan, pasti ada 1-2 kali sekip, kan? Kaya kita aja, emak-emak kalo pencitraan ibu yang baik dan hangat sama anak, pasti ada 1-2 kali sekip dengan menegur anak pake suara bernada tinggi (kalau nggak mau dibilang bentak :p )
Seperti yang pernah gue tulis (lupa di twitter apa dimari yak?), gue pribadi nggak terlalu ambisius Jokowi jadi Gubernur Jakarta. Jakarta keras, men! Terbukti, dia baru 'nyalon' aja udah begitu banyak gempurannya. Ini yang bikin gue sebagai yg mengagumi dia (sejak masih di Solo- bukan pas tenar Pilkada) semacam ga rela kalo ada berita/ komen yang ga oke. Karena kayanya udah rahasia umum, dia begitu dicintai sama warga Solo.
Jadi kalau gue keliatannya ngebelain banget, ya natural aja. Karena memang gue suka sosoknya. Titik. Ga memandang siapa di belakangnya, partai apa yang dukung dia, dst dsb. Dan terharu karena banyak lho yang juga mengagumi dia di Jakarta ini, lalu secara sukarela mendukungnya, menyebarkan berita/ prestasinya tanpa dibayar, dst dsb.
Kalau kata Faisal Basri, "dua-duanya sama, sama-sama didukung partai dan di belakangnya ada cukong-cukong besar", saat di Mata Najwa beberapa hari lalu.
I'm with you, sir.
Tapi menurut gue, dengan kesamaan seperti itu, tetap ada bedanya. Si Kumis udah dikasih kesempatan 5 tahun untuk menjalankan programnya, tapi yang gue rasain, Jakarta nggak menuju ke arah kebaikan.
Jakarta butuh perubahan kan? Harus berubah, kalau nggak, ya silakan menikmati kemacetan, deg-degan banjir kalau hujan, mal, hypermarket, minimarket dimana-mana.. Kalau gue sih, nggak mau. Selama masih ada pilihan untuk berubah, kenapa nggak coba? Kalau nanti ternyata Jokowi gagal? Ya kita Foke-kan.
Gitu aja kok, repot.
Jadi, mau coba yang baru atau mau mengulangi kegagalan yang jelas nyata selama 5 tahun kemarin? Its all up to you!
Kalo pake analogi emak-emak nih, anak gue udah jelas nggak cocok pake sabun tertentu, bikin gatal-gatal. Mau beli baru, tapi harus nunggu habis dulu. Pas ke supermarket, ada pilihan sabun yang baru. Eh tapi si sabun lama diskon, kemasan baru pulak! Pilih mana?
Secara akal sehat sih, gue akan pilih yang baru, daripada yang lama udah jelas tau nggak cocok! Biar kata kemasan baru, formula baru, tapi daripada risiko anak gue gatel-gatel lagi?
Jangan lupa gunakan hak suaranya tanggal 20 September, ya :)
sent from my Telkomsel Rockin'Berry®
pendapat lo persis sama kya suami gw, baru tadi ngobrolin ttg hal ini, dan dia punya jawaban yang sama kya lo.. katanya ya klo milih kumis lagi ngga ada perubahan malah makin ancur, klo yg satunya ya kasih kesempatan dulu, klo ga bagus juga ya jgn dipilih lagi nanti.. so simple :)
ReplyDeleteBetuuul, yang gampang aja kali, ya. Kecuali kalo ngerasain 5 tahun kemaren ada perubahan yg baik, ya monggo pilih yang lama. Tapi udh rahasia umum lah, 5 tahun kemaren, berapa banyak yg ngerasain kebaikan? :D
Delete