Gambar dari sini |
Kalo abang yang ini kan pakai kerudung karena jualan, bukan ikut-ikutan :)
Perkara Rina Nose, sudah pasti. Dia yang buka jilbab, kenapa gue yang repot? Kenal aja enggak. Mungkin, hati kecil gue yang resah dan gelisah akan pandangan warganet atau netizen yang seringkali histeris dalam memandang sebuah isu.
Sejak awal dengar berita Rina Nose copot kerudung, gue nggak nyangka bakal seheboh ini sih. Pertama, gue mikirnya Rina Nose kan nggak setenar Dian Sastro atau Andien. Eh salah ya, ternyata doi tampil tiap malam di salah satu TV swasta dan media sosialnya juga banyak followernya. Jadi, ngetop dong.
Kedua, sebelumnya juga ada beberapa
seleb buka kerudung tapi tanggapan masyarakat biasa aja deh.
Tapi rupanya, seiring dengan
berkembangnya zaman dan era di mana islam menjadi begitu populer di media
sosial, pencopotan kerudung Rina Nose bak isu nasional. Nggak hanya warganet
yang heboh, tapi juga seleb-seleb dan para ustaz yang dimintai pendapat. Salah
satu yang bikin gemas, tentunya, adalah yang ini:
gambar dari sini |
Sumpah gue speechless.Kok bisa ustaz ngomong begini ya?
Atau kemudian ketika pencopotan
kerudung dijadikan materi digital marketing yang ceritanya mau riding the
wave.
Gambar dari sini |
Gue pake kerudung kayanya udah lebih
dari setengah usia gue. Tapi gue nggak merasa terharu atau bangga dengan
caption yang dibuat oleh brand tersebut. Gue malah jadi merasa, perempuan mau
berkerudung hanya karena dikasih selembar kain gratisan. Hei. Kami nggak
semurah itu. Walaupun gue #ibubijak, ya :D
Sangat nggak bijak, my friend.
Riding the wave di media sosial is a good thing. Butuh kejelian untuk bisa
masuk ke dalam euforia sebuah isu. Tapi di hal yang satu ini, kejeliannya
justru menurut gue jadi bumerang.
Melepas kerudung setelah memakai
adalah dosa? Gaes. Apakah elo, gue, kita yang udah kerudungan tiap hari pasti
nggak dosa? Dosa, pahala, itu urusan seseorang dengan Tuhan.
Bukan berarti gue permisif ya,
dengan hal ini. Bukan pula gue ngefans sama sesembak artis ini. Kenal aja nggak. Percayalah, ada beberapa sahabat yang melakukan hal seperti
Rina Nose. Respons gue, ya biasa aja. Mereka tetap sahabat dengan atau tanpa
kerudung. Dan gue nggak pernah membahas hal tersebut. Karena gue yakin, pasti
ada alasan kuat di balik keputusan tersebut.
Lain halnya ketika seorang teman
sebelum mencopot kerudung ia melontarkan keinginannya untuk tak lagi
berkerudung. Maka biasanya akan gue probbing dengan beberapa pertanyaan. Mulai
dari alasan, hingga tujuan. Dan 'dosa' bukanlah kata yang akan meluncur dari
mulut gue.
Gue percaya, melepas kerudung sama
beratnya dengan keputusan memakai kerudung.
Dan kalau keputusan seseorang melepas kerudungnya kemudian memberikan pengaruh atau jadi contoh yang buruk bagi masyarakat, atau dalam hal ini perempuan yang berkerudung jadi ingin lepas kerudung karena seleb idolanya lepas berkerudung, berarti yang salah siapa? Berkerudung harusnya kan keinginan pribadi, nggak ada paksaan dari siapapun. Kalau ada yang berkerudung karena mencontoh orang lain, alhamdulillah. Tapi menurut gue, harus dibarengi dengan niat kuat dari dalam hati. Berkerudung harusnya ya karena Allah, bukan karena Rina Nose, atau artis berkerudung lainnya. Pakai kerudung kan bukan kaya tawuran, yang bisa ikut-ikutan biar nggak kelihatan cupu dan kalo ketangkep sama pihak sekolah bisa menyalahkan teman yang ngajak.
Dan kalau keputusan seseorang melepas kerudungnya kemudian memberikan pengaruh atau jadi contoh yang buruk bagi masyarakat, atau dalam hal ini perempuan yang berkerudung jadi ingin lepas kerudung karena seleb idolanya lepas berkerudung, berarti yang salah siapa? Berkerudung harusnya kan keinginan pribadi, nggak ada paksaan dari siapapun. Kalau ada yang berkerudung karena mencontoh orang lain, alhamdulillah. Tapi menurut gue, harus dibarengi dengan niat kuat dari dalam hati. Berkerudung harusnya ya karena Allah, bukan karena Rina Nose, atau artis berkerudung lainnya. Pakai kerudung kan bukan kaya tawuran, yang bisa ikut-ikutan biar nggak kelihatan cupu dan kalo ketangkep sama pihak sekolah bisa menyalahkan teman yang ngajak.
Satu lagi yang gue percaya, jika
berkerudung adalah bagian dari perintah agama, maka harusnya itu ada di ranah
pribadi seseorang. Karena beragama, adalah hal pribadi bagi setiap
manusia. Siapakah kita bisa men-judge, menghakimi, bahkan hingga menyakiti seseorang
karena masalah pribadinya? Di mana moral kita? Sampai saat ini, gue masih percaya hanya Tuhan yang
berhak menilai dosa atau pahala manusia.
Perkara kerudung, itu bukan hanya
selembar kain yang menutupi kepala kami. Lebih dari itu. Ya, ini diucapkan oleh
gue yang mungkin ‘tipe’ kerudungnya belum sesuai dengan standar keislaman saat
ini di Indonesia. Kok di Indonesia? Hemm, coba deh browsing dengan kata kunci ‘hijab
around the world’, ini adalah salah satu gambar yang akan lo temukan.
Gambar dari sini |
Tenang, gue bukan tipe cupet yang berteman, membela, bersahabat dengan mereka yang sependapat. Dunia ini kan penuh dengan perbedaan. Dan gue yakin, kita semua sudah cukup dewasa dalam menerima segala perbedaan dan menikmati kehidupan :)
Cerita tentang kerudung di blog ini nggak banyak. Karena memang gue mungkin bukan orang yang diharapkan untuk bicara mengenai kerudung. Tapi kalau mau baca, bisa cek di sini tentang gaya berpakaian gue, ya urusan gue. Dan di sini tentang alasan gue berkerudung [baru baca lagi tadi, dan terharu banget sama salah satu komentar di sana :') ] yang jauh dari kesan agamis :)
Oh iya, gue sendiri apa pernah kepikiran untuk lepas kerudung? Alhamdulillah, sejauh ini, dengan pemahaman terhadap Islam gue yang gitu-gitu aja, belum sih. Insyaallah, tidak. Amin.
Mbak Lita, saya suka & setuju banget sama postingan mbak ini... Bijak! Saya sendiri gak kenal mbak Lita IRL tapi sama seperti bbrp sahabat mbak, saya lepas kerudung setelah memakainya selama 16+ tahun lebih...
ReplyDeleteBukan keputusan yang ringan, tapi dengan pertimbangan yg dalam dan setelah istikharah juga... Kalau saya, awalnya ketika saya baca2 banyak buku2 sejarah pemikiran Islam, dan menemukan berbagai pendapat berbeda tentang batasan aurat.
Ternyata ulama besar yg hidup di abad yg sama dgn hijrahnya Rasulullah saw berpendapat kl rambut tidak termasuk aurat... ternyata Umar ra sendiri pernah melarang sekelompok wanita muslimah utk menutup rambut mereka (krn bbrp alasan, perbedaan kelas sosial, dll)..
Ternyata dalam Quran tidak ada definisi spesifik ttg aurat, jadi landasan hukum aurat wanita didasarkan pada hadis...
dan ternyata salah satu hadis yg sering jadi landasan hukum wajibnya hijab ternyata merupakan hadis lemah yg ditolak oleh ulama perawinya sendiri... dan ada landasan hadis lain yg menyebabkan sebagian ulama berpendapat bahwa rambut/kepala bukan termasuk aurat...
Pada akhirnya, saya pikir umat Islam saat ini perlu belajar lebih dalam lagi ttg kerendah hatian pada para ulama besar terdahulu... yang selalu mengakhiri pendapatnya dgn "Wallahu a'lam" (Dan hanya Allah Yang Maha Tahu)... tanpa menjelek-jelekkan atau menyakiti hati orang lain yang berbeda pendapat dengan kita... (seperti ustadz yg mbak Lita sebut... semoga beliau sadar kl perkataannya menyakiti hati...)... karena seperti mbak Lita bilang, siapalah kita? Hanya Allah Yang Maha Tahu niat, isi hati dan nasib kita.
Wow, thanks insight-nya, mbak! Semoga apapun keputusan masing-masing kita, memang berdasarkan apa yang kita percayai bukan ikut-ikutan semata :)
DeleteSalam kenal!
Litaaaa... Gue seneng sekali elu menulis soal ini. Gue tadinya mau nulis juga, tapi gue bukan Muslim, ngeri nanti salah ngomong karena kalau yang pinter2 udah keluar soal ayat dan hadis, gue cengo deh.
ReplyDeleteGue cuma mau ngelihat dr sisi kemanusiaan aja. Sebegitunya orang dijudge cuma berdasarkan kerudung. Padahal ya, banyak juga orang yang pindah agama atau pakai kerudung bukan karena beneran panggilan, tp karena buat melejitin karir juga. Sedih...
Thanks Le!
DeleteGue juga walaupun muslim dan kebetulan berkerudung, selalu merasa ilmu agama masih gitu-gitu aja, kok. Makanya gue nggak mau bawa-bawa dosa di sini. Ngeray bok. Kaya gue nggak punya dosa aja :D