Setiap kali ketemu teman, entah itu teman baru, teman lama, sahabat, selalu ada yang bisa dijadikan bahan renungan atau pelajaran dalam hidup gue.
Tadi gue janjian sama anak2 Komando untuk bukber. Walau ternyata yang datang sedikit, its ok, yang penting jalanin aja.
Pelajaran pertama datang dari Toni atau biasa dipanggiil Mas Kaka. Mas Kaka non muslim, tapi tadi dia share cerita yang dia dengar dari seorang ustad. Mungkin udah ada yang pernah dengar, tapi coba gue ceritakan kembali, ya..
Ada seorang bapak dan anak berjalan di gurun pasir sambil menuntun keledai. Orang-orang yang lihat mereka bilang, "bodoh banget, kenapa keledainya nggak dinaikin?"
Akhirnya si ayah naik keledai dan anaknya berjalan disisi keledai. Ada yang melihat lagi dan bilang, "tega banget itu ayahnya, masa anaknya dibiarkan jalan kaki".
Si ayah merasa bersalah, ia meminta anaknya gantian naik keledai lalu ia berjalan di sampingnya. Komentar orang? "Anaknya ga tau diri, mash muda dan kuat, kenapa ayahnya harus jalan kaki?".
Si anak pun akhirnya mengajak ayah untuk menunggangi keledai bersama-sama. Ketika bertemu orang lain, "kasihan sekali keledai itu harus menanggung beban 2 manusia".
Lesson learned?
Apapun yang kita lakukan, pasti akan mengundang komentar dari orang lain. Kendati itu yang terbaik menurut kita. Apakah orang lain perlu tau alasan kenapa kita melakukan sebuah hal? Rasanya nggak. Selama kita tau apa yang kita jalan itu benar dan membuat nyaman, omongan orang kadang nggak perlu didengar.
Pelajaran kedua datang dari Teddy, bujangan galau karena nggak nikah-nikah :p
"Ngelihat teman-teman kerja gue mau cewe atau cowo, banyak yang selingkuh, apalagi gue suka tergoda sama yang lebih bagus", itu katanya.
Lesson learned:
Selesaikan masalah sebelum menikah. Karena menikah bukan solusi. Sama-sama keras kepala, pernikahan nggak akan bikin kepala masing-masing pihak jadi lembek :D. Masih suka tergoda sama 'barang bagus', puaskan dulu lah, kalau begitu. Menikah nggak selamanya indah, rumput tetangga lebih indah, eymm?
Gue bukan tipe yang setia amatan atau kecintaan banget sama seseorang. Tapi gue selalu berusaha menempatkan posisi andai pasangan melakukan hal yang gue lakukan, misalnya, gue bakal sakit hati dong, kalau suami telpon-telponan sama mantan. Makanya gue nggak begitu. Gue kesel dong, kalo suami pulang telat tapi ga ngabarin, makanya gue selalu ngabari kalau ada jadwal lain setelah pulang kantor.
Tapi ya itu tadi, pernikahan nggak selamanya indah. Ada aja debu, kerikil bahkan batu dan jurang diantara 2 manusia yang ada dalam pernikahan. Tinggal bagamana 2 manusia itu saling bertoleransi satu sama lain.
Jika sudah melampaui batas toleransi masing-masing? Yah, jawabannya dikembalikan pada diri masing-masing aja. Mau bikin jembatan supaya bisa nyebrangi jurang, atau biarin aja saling bersebrangan?
sent from my Telkomsel Rockin'Berry®
No comments:
Post a Comment