Yakin Anak #BeraniBicara Apa Saja Ke Kita?



“Wah, anaknya udah gede ya, udah enak dong!”


Banyak yang komentar demikian ketika tahu anak gue umurnya sudah 9 tahun. Mungkin kalau dari sisi kemandirian, ada enaknya juga. Anaknya sudah nggak perlu digendang gendong, disuapin, diajak main, dan seterusnya. Usia segitu, anaknya sudah bisa asik sendiri deh, intinya!

Dulu waktu Langit masih bayi sih, gue mikirnya juga gitu. Enak nih kalau anaknya sudah besar. Eh tapi, setelah anaknya gede, tantangannya beda lagi. Gue suka bilang, kalau anak masih bayi, balita maka yang dibutuhkan adalah kehadiran fisik kita [buat nyusuin, gendong, makan, mandi, dkk], sementara kalau anak udah masuk usia SD aja, yang dibutuhkan lebih kehadiran emosi [selalu ada saat anak butuh, pemenuhan janji, ngobrol, dkk]

Berdasarkan hal itu, jadi ibu dari anak umur 9 tahun, salah satu tantangan yang gue rasain adalah bagaimana menjaga supaya Langit masih tetap mau bicara sama gue yang notabene adalah ibunya. Seperti halnya anak-anak usia SD yang suka sotoy, hehe, kebanyakan dari mereka mulai punya rahasia sama teman-temannya. Atau mulai kenal malu untuk cerita sama ibunya. Huhu. Sedih.

Seiring bertambahnya usia Langit, memang sih banyak hal idealis di dunia parenting yang semakin runtuh. Tapi ada satu hal yang gue pertahankan, yaitu kedekatan gue sama Langit. Gue mau, semua hal yang Langit lakukan, rasakan, pikirkan, itu gue harus tahu. Well, mungkin semua orangtua maunya begitu sih.

Nah, supaya Langit mau tetap cerita sama gue sampai kapanpun juga, buat gue yang pertama harus ada antara kami adalah kepercayaan. Gue ini jarang banget bohong sama Langit. Eh kok jarang? Haha. Yah gitulah, kadang ada hal yang perlu dihaluskan bahasanya :D

Tapi intinya, apa yang gue bicarakan di depan dan di belakangnya ya sama. Tentunya dengan bahasa yang sesuai dengan usianya, ya. Apa yang menjadi janji, akan gue tepati. Setiap hari, walaupun hanya sebentar [kalo misal gue kena macet jadi pulang kemalaman] ngobrol itu wajib hukumnya.

Memang sih, bonding antara ibu dan anak itu udah tercipta sejak anak masih dalam kandungan. Tapi gue yakin, dengan semakin besarnya anak dan kecanggihan teknologi, bonding bisa saja luntur kalau nggak dipupuk. 


Cara memupuk kedekatan/ koneksi sama anak menurut gue harus disesuaikan sama usia anak juga. Misalnya anak masih balita, ya bisa deh sambil main atau kegiatan yang bermanfaat buat motorik mereka. Kalau seumuran Langit, 9 tahun, gue biasanya masih dengan permainan juga [kebetulan Langit hobi main yang non gadget], pillow talk, atau di mobil pas anter/ jemput sekolah.

Nah itu kan yang memang tanpa sengaja, ya. Gue sering juga spend waktu berduaan di café-café kece [kalo habis gajian] atau ngeteh cantik aja di rumah [di kala tanggal tua]. Ngafe sama anak emang bisa? Bisa lah. Ya kami ngobrol aja seperti layaknya gue ngobrol sama teman. Ngomongin makanan, restoran, lagu, bahkan sampe ngomongin orang :D

Kedekatan gue terjaminlah, kalo sama Langit!



Tapi kemarin pas diundang sama Mommies Daily ke peluncuran kampanye #BeraniBicara dari Sariwangi, Ratih Ibrahim selaku Psikolog Anak dan Keluarga menjelaskan bahwa “Seringnya frekuensi bercerita tidak menjamin isi cerita, tidak selalu yang diceritakan merupakan ungkapan isi hati yang sebenarnya.”. Kalimat ini bikin gue tercenung, sih. Iya juga ya, apa benar dengan waktu yang gue investasikan ke Langit sudah terjamin Langit bakal seterbuka itu ke gue? 


Anyway, gue suka kampanye #BeraniBicara ini, deh. Kebetulan gue tipe orang yang jarang menuangkan isi hati ke orang lain. Pokoknya, once elo udah pernah gue ceritain masalah gue yang sangat pribadi, maka bisa dibilang elo adalah orang yang terpilih. Gue sadar bahwa sendirian dan menyimpan masalah itu nggak akan bikin masalah kita selesai. 

Gue pernah berapa kali nulis tentang hal ini di blog gue.


Sariwangi sendiri, menurut gue cocok bikin kampanye kaya gini. Karena walaupun di Inggris sana punya ‘tea time’, tapi teh juga merupakan minuman penuh kehangatan. Coba kalau kita bertamu ke mana-mana, sangat lazim disuguhkan teh, kan?

Menurut Johan Lie selaku Senior Brand Manager SariWangi, “Teh asli yang mengandung flavonoid dan theanin di dalamnya memberikan perasaan rileks, meningkatkan fokus, dan mengurangi stress. SariWangi percaya secangkir teh hadir sebagai fasilitator bagi keluarga Indonesia dalam mengungkapkan isi hati dengan bertatap muka langsung dapat membuat suasana menjadi lebih hangat dan tenang,”. 


So far, di usianya yang 9 tahun sih, masih terbuka banget. Banyak yang bilang, punya anak cewek itu susah, jagainnya kudu ekstra. Yah, tanyain itu ke bokap nyokap gue deh, yang anak dan cucunya cewek semua. Hehe.

Yang gue pelajari dari bokap nyokap dan coba gue terapkan adalah, tahu kapan harus menahan diri untuk nggak komentarin apa yang dilakukan dan cukup duduk manis untuk mendengarkan. Dengan anak merasa dekat, maka ia berani bicara apa saja ke kita, saat anak udah berani bicara tentang apa saja, maka orangtua akan lebih mudah 'menjaga' anak. Itu sih yang gue rasain ya, dari apa yang dilakukan bokap nyokap ke gue :)

Gue masih bangga karena Langit masih suka cerita bagaimana perasaan dia atau ketika ada kakak kelas yang suka manggil-manggilin dia. Hehe. Gue juga bersyukur dia masih menjadikan gue tempat bertanya untuk hal-hal di dunia ini yang suka bikin bingung. Pokoknya alhamdulillah banget!

Tapi deep down inside, gue sering bertanya-tanya,  mungkin nggak gue bisa memupuk kedekatan kami sampai Langit remaja, dewasa, dan seterusnya?

Mudah-mudahan, ya. Makanya dari sekarang suka gue doktrin kalau kami lagi peluk-pelukan, “Nanti kamu kalau udah SMP pasti udah nggak mau ibu peluk-peluk lagi”. Terus dia jawab, “Masih mauu.. sampe aku SMA, kuliah, kerja, malah sampe aku jadi nenek-nenek, aku mau peluk ibu terus..”


Amin.
  

nenglita

Aquarian, Realistic Mom, Random, Quick Thinker, a Shoulder to Cry On, Independent, Certified Ojek Consumer, Forever Skincare Newbie.

No comments:

Post a Comment