Bagaimana Era New Normal di Sekolah?

Bentar lagi masuk bulan Juni, biasanya udah liburan anak sekolah, nih. Tapi secara anak-anak udah belajar di rumah sejak Maret, gimana nasibnya?

Di hari pertama belajar di rumah, install Ruang Guru buat belajar. Eh nggak tahunya setelah itu, tugasnya makin banyak. Wk

Sudah mulai terdengar konsep new normal. Gimana buat sekolahan, ya?

Selama pandemi Covid-19, memang kesehatan anak-anak jarang sekali dibicarakan. Mungkin karena anak dianggap masuk ke dalam kategori tidak rentan terhadap virus ini. Padahal, sama seperti virus lain, tetap bisa menyerang siapa aja. Ya nggak, sih?

Beberapa waktu lalu, Ayahbunda lewat IG-nya ngadain sesi live bareng dr. Aman Pulungan, dokter anak senior kenamaan. Kira-kira isinya silakan cek di sini, ya.

Berangkat dari sini, gue jadi memikirkan kembali secara serius, gimana nasib anak sekolah di era new normal ini. Apalagi, sudah mulai terdengar berita-berita kegiatan akan berangsur normal, termasuk sekolah.

Gue kemarin iseng share di Instagram Stories mengenai hal ini. Awalnya karena mau tahu, gimana persiapan sekolah-sekolah lain (selain sekolah anak gue) dalam mempersiapkan new normal ini.

Hasilnya? Hmm, sayangnya masih banyak yang belum jelas prosedurnya.

Ada yang masih menunggu pengumuman pemerintah.

Ada yang sudah menetapkan sisa tahun ajaran akan diselesaikan di rumah, tahun ajaran baru (sekitar Juli, biasanya) akan menyesuaikan kondisi.

Ada yang sudah menetapkan pelajaran tertentu dilakukan secara mandiri, lalu sisanya secara online.

Di antara sekian banyak yang respons, baru ada 1 sekolah yang sudah menetapkan setidaknya masuk sekolah lagi 3 bulan setelah PSBB diakhiri. Artinya mungkin bulan Agustus atau September.

Gue paham, sih, belajar di rumah dari sisi kesehatan itu yang paling aman buat anak. Tapi jeritan hati ibu (atau orangtua) yang bekerja (baik masih kerja di rumah, apalagi buat yang segera balik kerja di kantor), konsep belajar di rumah pasti agak menantang.

Anyway, itu pembahasan yang berbeda. Gue sendiri, walaupun sudah biasa kerja di rumah, tapi mantengin anak belajar di rumah itu challenging, bok! Biar kata anak gue udah gede, ya. Udah bisa belajar mandiri. Tapi pengalaman jumpalitan kemarin saat anak ada tugas dalam bentuk video dan dikumpulin dalam jangka waktu tertentu sementara virtual meeting sudah di depan mata itu benar-benar menguras emosi. Akhirnya jadi mudah marah. Huhu.

Balik lagi ke new normal di sekolah. Prosedur ideal menurut gue (dan beberapa masukan di Instagram Stories) antara lain:
  • Pengecekan kesehatan sebelum masuk sekolah diperketat. Mulai dari ukur suhu tubuh, anak yang flu atau kondisi nggak fit nggak boleh masuk sekolah sama sekali, dan ini termasuk guru serta karyawan sekolah.
  • Pengaturan physical distancing di sekolah. Jarak antara anak-anak saat di kelas, bermain, antre, baris, saat makan, di kantin, olahraga, serta kegiatan-kegiatan lain.
  • Pendukung kesehatan dan kebersihan di sekolah. Misalnya berapa banyak tempat cuci tangan, hand sanitizer, berapa kali seminggu sekolah dibersihkan/ semprot disinfektan, dsb.
  • Mengurangi kegiatan di dalam ruang terus menerus supaya anak lebih terekspos sinar matahari. Lagipula perputaran udara dalam ruang (apalagi yang ber-AC tanpa purifier) nggak terlalu bagus, ga sih?
  • Mengurangi budaya salim ke guru sekolah. Memang, salim ini budaya kita yang menandakan hormat dan kesopanan. Tapi, ya, kalau dipikir-pikir, tanpa adanya corona pun, salim ini bisa menyebarkan virus, lho. Lah, kita kan selama ini diminta rajin-rajin cuci tangan, kalau salim masih diteruskan ya muter terus itu virusnya.
  • Jadwal sekolah bergantian untuk mengurangi jumlah manusia dalam satu waktu. Teman gue di Singapura, kemarin cerita bahwa sekolah anaknya akan menerapkan sekolah bergantian. Misalnya anak kelas ganjil 1, 3, 5, akan masuk sekolah di tanggal ganjil, dan sebaliknya. Menurut gue, ini bisa cukup efektif dan mudah diterapkan.
  • Buat sekolah yang ada kantin, mungkin sebaiknya kantin ditutup dulu. Atau kalo kayak sekolah Langit yang nggak ada kantin tapi makanan dari sekolah, sebaiknya memang anak-anak bawa bekal masing-masing untuk mengurangi risiko aja. Memang, virusnya mati saat proses masak. Tapi kita nggak tahu di alat makannya gimana? Better safe than sorry.
  • Mempersiapkan imunitas anak dengan makan yang benar, istirahat cukup, dsb.

Kalau prosedur ini diterapkan, mungkin cukup bikin gue lumayan nggak terlalu khawatir kalau anak balik aktivitas ke sekolah lagi. Ada juga video yang dirilis World Economic Forum beberapa waktu lalu, ngambil dari sekolah-sekolah di beberapa negara ini, menurut gue cukup bikin lega. Cek deh:




Tapi sayangnya, kan..


Kalau sekolah buibu gimana? Atau ada hal lain yang mau ditambahkan? Silakan lho!


nenglita

Aquarian, Realistic Mom, Random, Quick Thinker, a Shoulder to Cry On, Independent, Certified Ojek Consumer, Forever Skincare Newbie.

No comments:

Post a Comment