Akhir-akhir
ini entah kenapa urusan poligami jadi mencuat. Banyak yang menghujat, banyak
pula yang menerima. Menurut gue, semua nggak ada salahnya, kok. Asalkaaan…
Nah, ada
syarat dan ketentuan, toh.
Mari baca
ceritanya dulu. Gue adalah salah satu yang menentang poligami. Kenapa? Sudah pasti,
karena siapa yang rela sih, cintanya suami terbagi?
Gambar dari sini, baca artikelnya, ya! |
Sampai suatu
saat, di pengajian Al Galaxiyah membahas tentang poligami. Gue bête. Terus Mbak
Ustaz nanya, “Lita percaya sama Al Quran kan?”, tentu gue percaya. Kemudian dia
bilang, “Kalau begitu harus percaya dengan poligami. Tapi tentunya juga
percaya, bahwa poligami diperbolehkan dengan syarat dan ketentuan yang berlaku.
Dalam Quran, yaitu harus berlaku adil”. Nah, ini yang kemudian bisa jadi
pegangan, bahwa poligami bukan anjuran begitu saja, melainkan ada syaratnya.
Mampu nggak
sih, seorang manusia berlaku adil?
Jadi teringat
cerita seorang teman, sebut saja Mawar, yang mengizinkan suaminya poligami karena
alasan: dia tak kunjung hamil. Sang suami pun menikah lagi. Tak lama kemudian,
istri barunya hamil. Yang tadinya Sang Suami bisa membagi ‘jam kunjung’ secara
adil dan merata, maka sekarang suaminya lebih sering di rumah istri baru dengan
alasan kehamilan Si Istri memerlukan kehadirannya. Dan ini berlangsung hingga
saat bayi dilahirkan.
Mawar yang
tadinya [berusaha] ikhlas dan bahagia karena Sang Suami akan segera punya anak,
mulai tumbuh rasa iri. Muncul rasa kesal, karena seringkali janji Sang Suami
terpaksa batal karena alasan ‘keluarga baru’nya yang membutuhkan kehadirannya.
Di mana
letak keadilan yang seharusnya mengiringi sebuah poligami?
Nah, ini ayat selanjutnya yang seringkali mungkin nggak sengaja dilupakan |
Di satu
sisi, pasti ada perempuan yang bilang, “Harusnya turut bahagia”, atau “Cinta
itu bisa membiarkan orang yang dicintai berbahagia”, dan lain sebagainya. Tapi
gue rasa, sebagai manusia, wajar banget muncul rasa sebal, kesal, nggak adil,
dan seterusnya dalam hati, kan? Mari kita akui bersama, namanya manusia, pasti
kita penginnya jadi nomor satu buat orang yang kita cintai. Ya nggak?
Atau mungkin poligami memang bukan urusan cinta, tapi hanya nafsu belaka? Nggak tahu juga.
Kemudian kalo
dari sisi gue, ada juga timbul pertanyaan, jika memang kehadiran anak segitu
pentingnya dalam kehidupan rumah tangga, kenapa nggak usaha dulu misalnya
dengan berbagai metode kedokteran yang serba canggih. Kalau memang nggak
berhasil, kenapa nggak adopsi atau merawat anak kurang beruntung kehidupannya? Kenapa
harus banget punya anak dari rahim sendiri? Bukankah cinta harusnya tumbuh dari
hati, bukan dari rahim?
Mungkin gue
nggak pernah berada dalam posisi Mawar. Tapi banyak teman gue juga yang
mengambil jalan lain selain poligami untuk menghadirkan anak dalam rumah tangga
mereka. Dan sejauh ini, gue lihat mereka menikmati kok :)
Kemudian ada
pula cerita mengenai menafkahi. Ini ada cerita yang luar biasa dari seorang
lelaki bernama Roel Mustafa, yang menafkahi 1000 janda tanpa menikahi. Gue terharu
banget baca ceritanya. Lo bisa baca ceritanya di sini.
Kata Pak
Roel: "Banyak lelaki-lelaki yang mapan, banyak pria-pria yang sudah
punya uang berlebih, tetapi kadang-kadang suka, apa ya, menyimpan janda, janda
muda. Saya pengin menginspirasi, kenapa enggak janda tua yang mereka simpan,
nggak janda tua yang mereka kasih nafkah,".
Jadi, kalau alasan poligami adalah karena anjuran agama,
kenapa menikahinya justru yang masih [dan nggak jarang, JAUH] lebih muda, lebih
cakep, lebih bohay, lebih bahenol, lebih seksoy, dan lebih segala-galanya? - lirik ustaz-ustaz yang poligami tapi istrinya cakep-cakep dan muda-muda.
Katanya
ibadah?
Kalo dengar dari obrolan teman-teman lelaki sekarang,
poligami jadi seperti keberhasilan dalam hidup. Kalau dulu sebelum menikah,
laki kan suka dipandang ‘keren’ atas ‘kenakalannya’ dengan perempuan, maka
ketika menikah, supaya nggak zina, poligami pilihannya.
Sampe ada seminarnya!! Pffttt - mana tulisannya banyak salahnya, pula. Double Pffttt... |
Kalau memang niat poligami adalah sunnah rasul atau berdasarkan agama, coba baca status FB yang kemarin sempat viral deh:
Nah, gimana? Coba tegakkan dulu niatnya kalau poligami memang untuk ibadah. Lagian ya, kalau dipikir-pikir, bukankah ibadah masih banyak sekali caranya? Kenapa yang dipilih HARUS poligami?
aaaah suka postingannya :D
ReplyDeleteemang boleh sih poligami itu, asalkan....pelakunya bukan suami aku hihihi
dan bener banget mbak, aku gemes banget yang alasan poligami nya karena sunnah rosul..tapi ujung2nya ketauan juga kalo ternyata karena kebutuhan ranjang..huft #truestory
padahal masih banyak ya deretan sunnah rosul yang harusnya di jalanin dulu sebelum poligami : tuh tahajud dulu lah rutinin, shalat dhuha juga, shaum senin-kamis..dan masih banyak lagi
Tah, etaaa.... Kalau mau ibadah, kan pilihan lain masih banyak. Satu lagi nih, kenapa mikirin yang sunnah, apa yang wajibnya sudah dipenuhi semua? Pffttt... Kan kita jadi mikir, alecan doang deh, lu pada -_-
DeleteSetiap kali saya terlibat dalam diskusi poligami, saya akan menyampaikan informasi yang mungkin tidak semua orang tau. Bahwa Nabi Muhammad SAW menjalankan poligami SETELAH Siti Khadijah RA wafat (referensi dari artikel http://jihandavincka.com/2017/08/26/istri-istri-nabi-muhamad-siapa-saja/)
ReplyDeleteArtinyaaa, sampai akhir hayatnya Siti Khadijah RA, hanya ada Bunda Khadijah RA di dalam kehidupan pernikahan Rasulullah SAW, sebagai satu-satunya wanita yang sangat dicintai oleh Beliau.
Sehingga saya sering bercanda, apalagi kalo di diskusi itu ada cowo-cowo, "Laki-laki kalo mau poligami ngikutin Rasulullah SAW, harus nunggu istri pertama meninggal dulu, ya!".
Karena IMHO, kalau emang istri pertama tersebut adalah benar-benar cinta pertama sang laki-laki yang dicintai sepenuh hati selayaknya Rasulullah SAW mencintai Siti Khadijah RA, masalah apapun dalam pernikahan (ketidakmampuan melahirkan keturunan sekalipun), seharusnya tidak mampu menghilangkan cinta tersebut sehingga mampu memiliki ruang untuk mencintai wanita yang lain.
Jadi balik lagi, kalau alasannya mau ngikutin sunnah Rasulullah SAW, ya jangan poligami sama istri/cinta pertama dongs! Siti Khadijah kan nggak dimadu...
Maap ya mba kalau komennya kepanjangan, hehehehe. Suka terhanyut emosi klo ngebahas topik poligami, hahahaha
Aku juga emosian kalo bahas poligami. Cuma terlalu banyak yang sifatnya emosi, jadi nggak dimasukin ke blogpost ini. Hihihi.
DeleteTerima kasih insight-nya, ya! Ya, setahuku juga Rasulullah menikah setelah Siti Khadijah meninggal dunia.
Dan yes, aku setuju banget, masalah apapun dalam pernikahan termasuk nggak punya anak, harusnya nggak bisa menghilangkan cinta :')
setuju, ah suka nyama2in aja sama Nabi padahal mah ....
ReplyDeletelagian aneh juga banyak wanita yg pasrah menjadi istri kedua ktnya drpd gak laku halah, masih banyak ikan di laut juga kan
Iyaaa... aneh juga perempuannya pada hopeless gitu :'(
DeleteGue juga gak setuju poligami. Malah gue gak ngerasa kalo poligami bagian dari Islam.
ReplyDeleteKalo menurut Amina Wadud, ayat tentang poligami diturunkan untuk membatasi poligini dari tak terbatas jadi 4 istri aja. Jadi sebenernya dipandang sebagai penghalangan dan bukannya saran. Tapi saat ayat itu diturunkan, perempuan bergantung sepenuhnya secara ekonomi sama suami karena perempuan gak ada yg kerja waktu itu, jadi poligami dianggap sebagai jalan keluarnya.
Tafsir yang dipakai Amina Wadud juga sedikit berbeda untuk ayat 4:3 di atas karena dia pakai kata "orphans" dan bukannya "wives" untuk kalimat pertamanya. Gue lupa penjelasannya tepatnya gimana, tapi ada hubungannya dengan pengelolaan finansial anak yatim dan janda yang jaman dulu ditangani laki-laki dan seringnya dicurangi jadi mending dikawinin aja biar tanggung jawab finansial si laki ke perempuan berjalan terus.
Kalau di jaman sekarang yang perempuan udah bisa mencari dan mengelola uang sendiri, seharusnya sih poligami gak diperlukan lagi. Tahun noceng gini loh, kalo mau nolong mah transfer aja ke bank kalik, gak usah pake dikawinin.
Dua alasan lain yang sering dipakai sebagai alasan poligami yaitu gak bisa punya anak dan menghindari zina juga katanya sih ga pernah disebut2 di Al Quran. Nabi sendiri juga menikahi istri2nya setelah Khadijah atas dasar sosial politik, beda beut sama alasan pelaku poligami jaman now.
Intinya sih, kalo merujuk ke tafsiran Al Quran secara kontekstual seperti yang dilakukan Amina Wadud, poligami udah gak diperlukan lagi dan malah harusnya dilarang karena pasti aja ada pihak2 yang tersakiti.
Gue percaya Al Quran tapi gue gak percaya poligami (masih) jadi bagian dari Islam.
KEREEEN!!!
DeleteGue setuju sama semua pendapat lo, nambah insight baru lagi. So happy, menulis ini bukan karena gue paling tahu, tapi justru memancing insight baru :)
Gue setuju juga bahwa alasan poligami menghindari zina dan nggak bisa punya anak setahu gue juga nggak disebut dalam Quran. Makanya dalam obrolan offline [sengaja nggak online, haha] gue sering ngomong yang mirip sama penyebab Pak Ahok dijebloskan ke penjara :D
Ujung-ujungnya birahi, mau gimanapun alasan yang dipakai :)
dari kalimat "untuk menghindari zina" aja udah keliatan bgt kalik niatnya syahwat. makanya ni ya, kan udah dibilangin suruh tundukan pandangan, jgn jelalatan!
ReplyDelete*kok gw emosi yey :))
Terus cewek yang disuruh bertanggung jawab untuk membantu mereka kalo mereka yang jelalatan? -_-
DeleteKalo kata temen gue, "Lo yang s***e kenapa gue yang repot?" :D