Yogyakarta with Langit Day 1: Nonton Wayang Kulit!

Memang, melakukan sesuatu kalau cuma direncanakan nggak bakal kejadian, ya. Sama halnya dengan blogpost tentang perjalanan ke Yogyakarta bulan Januari kemarin. Udah nangkrin di draft sejak balik dari Yogyakarta. Terus dianggurin aja gitu. Wkwkwkw.

Bodo amat ya, gue ceritain aja jalan-jalan kami kemarin yang memang penuh makna banget!

Setelah tertunda sekian lama, akhirnya tercapai juga cita-cita Langit ke Yogya. Iya, setelah perjalanan kami ke Bali tahun 2018 lalu, sebenarnya Yogya adalah kota yang masuk dalam wishlist. Kenapa Yogya? Langit pengin lihat Borobudur. Sesederhana itu.

Awalnya, mau ke Yogya pas libur sekolah. Tapi berhubung bersamaan dengan libur natal dan tahun baru, kebayang penuhnya minta ampun. Selain itu, jujur aja, tiket pesawat dan hotel melonjak tinggi. Akhirnya gue putuskan untuk cuti dan Langit izin sekolah. Mumpung baru masuk sekolah, kan, jadi belum padat banget belajarnya.

Blogpost ini gue bikin itinerary per hari, ya. Supaya lebih mudah dan ingatan gue yang jangka pendek ini bisa dituangkan dengan tepat.

Hotel Adhisthana yang nyaman dan menyenangkan banget! Nulis review terpisah deh, ntar.

Pesawat kami tanggal 8 Januari pagi. Sampai di Yogya, jam 9 lebih. Beruntung, hotel tempat kami menginap, Adhisthana, mengakomodir permintaan untuk early check in.

Setelah istirahat sebentar dan salat zuhur, kami baru deh cus keliling! Hari pertama memang kami jadwalkan yang dekat-dekat dulu. Kebetulan menginap di area Prawirotaman, jadi dekat ke mana-mana.

Tujuan pertama, makan siang!

Kami makan di Warung Bu Ageng, yang jaraknya nggak sampai 1km. Awalnya mau jalan kaki, eh di jalan ketemu Abang Becak nawarin anter. Ya sudahlah. Pelajaran pertama, masalah rute dan biaya harus dibicarakan di depan, jangan sampai 'diketok'  harga belakangan. Hehe.

Warung Bu Ageng menyediakan makanan khas Indonesia. Jagoannya adalah nasi campur. Ada nasi campur ayam, daging, sampai paru. Gue makan nasi campur paru dan sayur lodeh karena katanya andalan di sana, Langit pesan ayam bakar. Seperti halnya makanan di Jawa, cita rasanya maniiiis. Langit yang nggak doyan manis, jadi kurang semangat makannya.



Buat ukuran Yogya yang terkenal makanannya murah, Bu Ageng memang cukup pricey. Tapi buat orang Jakarta, seporsi makan dengan harga 30 ribuan, udah murah, kan?



Dari Bu Ageng, sebenarnya kami mau ke Kraton. Tapi jamnya sudah mepet, akhirnya ke Museum Kereta. Museumnya kecil, tapi cukup bikin terpesona dengan koleksi kereta yang ada. Apalagi keretanya masih banyak yang digunakan walaupun usianya udah ratusan tahun.




Harga tiket masuk museum ini, berdua hanya 11ribu rupiah saja, tapi karena kami kalau ke museum senang menggunakan jasa guide, maka ada guide yang menceritakan sejarah masing- masing kereta. Guide di museum ini seorang Abdi Dalem. Gajinya per bulan hanya 5ribu rupiah. Kebayang nggak sih, buat ongkos Gojek sekali jalan aja nggak nutup.

Kalimat yang gue ingat dari bapak ini, "Buat Abdi Dalem, kerja itu nggak cari uang, tapi cari berkah". Wow, kena sih, di gue. Kerja memang tujuannya harus benar dulu, ya, kan jadi berkah. Kalau sudah berkah, nilai seberapa pun akan jadi cukup. Buktinya si bapak punya 3 anak, semuanya lulus sampai kuliah. Canggih.

Dari Museum Kereta, kami ke Museum Sonobudoyo yang letaknya tinggal jalan kaki aja. Museum ini megah dan bagus banget, sih. Harga tiketnya dewasa 3 ribu, anak-anak 2,5k. Ajegile, kan?


Isinya banyak sejarah Indonesia mulai dari peradaban, sosial, budaya, dan seterusnya. Mirip sama Museum Gajah di Jakarta.



Hal yang unik dari Sonobudoyo, ada bioskop gratis buat semua orang. Mini bioskop, sih, dengan kapasitas sekitar 20 orang. Tapi sangat rapi, bersih, dan nyaman. Film yang diputar adalah karya filmmaker lokal jadi tentu saja berbahasa Jawa. Gue dan Langit cukup menikmati, kok.



Selesai nonton, kami balik dulu ke hotel buat istirahat dan mandi. Secara berangkat dari Jakarta subuh, kan.

Sekitar 18.30 kami berangkat lagi, ke… Museum Sonobudoyo! Lah, balik lagi?

Iya, mau nonton Wayang Kulit yang memang ada setiap malam di museum ini. Tiketnya 20k saja per orang. Dilaksanakan di gedung serbaguna Sonobudoyo. Kapasitasnya besar, tapi pengunjung malam itu paling hanya 20 orang. Dan wisatawan internasional semua. Kecuali kami berdua. Hehe.


Malam itu lakonnya Kematian Rahwana. Bahasa yang digunakan, tentu saja Bahasa Jawa. Paham, Lit? Ya enggak, dong. Tapi karena udah tahu jalan cerita, jadi cukup menikmati dan jadi bahan diskusi ini siapa, itu siapa, dsb.



O iya, wayang kulit kan biasanya semalam suntuk, ya. Nah, kalau di sini hanya 2 jam dari jam 20.00- 22.00, nggak dimainkan semua detail adegannya. Konon karena kebutuhannya memang untuk show ke pengunjung museum yang mungkin hanya sekadar ingin dapat pengalaman baru dengan menonton wayang kulit.

Sebelum nonton wayang, kami makan dulu di resto persis sebelah museum namanya Bebakaran. Menunya ayam, ikan, dkk bakar, goreng, dsb. Standar, sih. Cuma cita rasa sesuai dengan lidah Langit yaitu pedas, jadi dia semangat makan deh. Harga? Wah, ini muraaaah. Per porsi ayam bakar/ lele bakar 16k saja udah sama nasi. Juara dah!


Sekitar jam 10-an, kami pulang deh, ke hotel. Alhamdulillah day 1-nya selesai dengan bahagia, tingal tidur sambil tersenyum bahagia..







nenglita

Aquarian, Realistic Mom, Random, Quick Thinker, a Shoulder to Cry On, Independent, Certified Ojek Consumer, Forever Skincare Newbie.

No comments:

Post a Comment