Tadinyaaa….!
Seriusan ini mah.
Kartini di mata
gue awalnya.. Iya, dia pahlawan perempuan Indonesia. Iya, dia memperjuangkan
emansipasi perempuan Indonesia. Iya, dia membuat perempuan Indonesia jadi bisa
sekolah. Iya, dia begitu hebat dan harum namanya seperti nyanyian.
Tapi ya
sudah, gitu aja. Karena gue tahu beliau ya hanya berdasarkan apa yang gue dapet
di bangku sekolah.
Waktu kuliah,
gue ngambil skripsi tentang studi perempuan. Pemikiran Kartini, sama sekali
nggak gue toleh. Gue malah ngambil Second Sex-nya Simone de Beavoir sebagai
referensi. Dalam benak gue, “Ah, kayanya kalo ngambil dari Indonesia pasti
dapetnya Kartini doang padahal masih banyak pahlawan perempuan lain di Indonesia”.
Fast forward
ke masa kini.
Tanggal 21
April kemarin gue diundang nobar film Kartini. Kalau ada yang follow Instagram
gue, sejak awal April memang gue pernah ditodong @legacy_pictures untuk
promosiin Kartini. Tapi sampe saat itu gue nggak ada ekspektasi apa-apa
terhadap film Kartini. Yah, hanya film yang ada karena bertepatan dengan Hari
Kartini lah.
Geng nobar full mewek |
Pas udah di
dalam bioskop pun gue masih belum mikir ke mana-mana. Mencoba menikmati aja
film yang pemeran Kartininya adalah salah satu aktris Indonesia yang populer. Tipikal
untuk dongkrak film nih, begitu benak gue berkata.
Eh lama-lama
film diputar kok gue menikmati ya? Ceritanya bikin pandangan gue terhadap
Kartini makin luas. Bayangan gue akan Kartini yang serba sempurna, anggun
karena Puteri Jawa, dan lain-lain itu nggak terbukti.
Kartini sudah sangat feminis di zamannya!
Pemikirannya
mengenai kesamaan hak antara laki-laki dan perempuan sudah sangat kuat beratus-ratus
tahun silam. Keras kepalanya terhadap hal tersebut juga terbukti banget waktu
dia akhirnya mau jadi istri kesekian Bupati Rembang dengan syarat dan
ketentuan. Catatan banget nih buat cewek-cewek, kalau mau menikah terms and
condition itu perlu, malah kalau bisa tertulis deh! Haha.
*jujur, gue juga pernah nyinyir dalam hati atas status Kartini yang jadi istri kesekian. Tapi ternyata ada alasan di balik segala hal, salah satunya tradisi :)
Mungkin Kartini
beruntung, karena dia anak dari orang yang punya kuasa di era tersebut. Jadi dia
punya privilege untuk mendapatkan akses ke dunia yang lebih luas dibandingkan perempuan
Indonesia lainnya. Nah salah satu yang gue ambil pelajarannya dari sini adalah,
ketika kita punya akses lebih ke suatu hal yang menyebabkan kita mendapat ilmu
lebih dari perempuan lain, maka bagikanlah. Bagikan ilmu yang kita dapat
melalui apa saja. Dalam Islam juga disebutkan, toh, “Sebarkanlah meski hanya
satu ayat”, dan itu berlaku untuk semua orang, nggak hanya laki-laki saja :)
Sama halnya ketika Kartini bertanya ke ustaz
yang ngajar ngaji. Lagi-lagi Kartini bertanya mengenai kesetaraan hak antara
laki-laki dan perempuan. Kira-kira gini, “Pak adakah ayat dalam al quran yang
menyebutkan bahwa ilmu itu untuk semua kalangan”. Pak Ustaz menjawab 1 ayat
quran yang kebetulan turun pertama kali ke Nabi Muhammad SAW, yaitu “Iqra”. Pak
Ustaz bilang bahwa ayat tersebut turun tanpa penjelasan lebih lanjut apakah
ditujukan untuk laki-laki ataupun perempuan. Kartini kemudian tersenyum deh, mendengar
penjelasan itu.
Kartini sangat kekinian!
Saat nonton
film ini, banyak banget momen ketawa ngelihat tingkah laku Kartini dan
adik-adik ceweknya. Seru banget, macam baca Mallory Towers. Gimana Kartini
ngerjain adik-adik ceweknya yang sama-sama dipingit, gimana mereka ngerjain
kakak mereka yang laki, dan seterusnya.
Salah satu
scene yang bikin gue sempat mikir, “Masa iya Kartini gayanya begitu pas difoto?”
adalah foto ini:
Dan lihat foto di atas, ternyata adegan ini benar adanya. Ibu Kita
Kartini, pernah berpose seperti itu! Haha, omaygad, dese kekinian banget! Sayangnya
foto dengan pose tersebut nggak tersebar sedemikian luasnya seperti halnya foto
Kartini menggunakan kebaya dengan anggun.
Itu masalah
pandangan gue terhadap Kartini. Bagaimana dengan film ini secara keseluruhan?
Yang pasti akting
Christine Hakim juara sih. Dia di-shoot dari belakang, nggak kelihatan mimik muka
aja udah bikin mewek. Tapi memang, dari durasi film yang di atas 2 jam ini,
hampir 40% gue mewek. Haha. Dasar #TeamMewek.
Oh sebelum lupa, Kartini sangat beruntung karena memiliki bapak yang juga sudah sangat
feminis di zamannya. Kalau bapaknya Kartini seperti layaknya bapak-bapak di era
itu, mungkin kita nggak akan kenal sama Kartini. Bayangin aja, ternyata
bapaknya itu yang juga mengizinkan Kartini untuk berkenalan dengan
meneer-meneer Belanda yang membuat tulisan Kartini bisa terbit di jurnal-jurnal
di Belanda. Bapaknya Kartini juga yang mengizinkan Kartini ‘menghidupkan’
kembali ukiran Jepara. “Perintah Kartini itu sama dengan perintahku. Kalau kalian
nggak mau mengikuti perintahnya, maka kalian melawanku”, kata bapaknya Kartini
ketika para perajin ukiran menolak order Kartini karena takut menyalahi budaya
yang berlaku.
Satu lagi, Raden
Mas Adipati Ario Sosroningrat alias bapake Kartini ini juga mengizinkan Kartini
untuk mengirim proposal beasiswa ke Belanda dan nggak peduli dengan pressure
dari kalangan pejabat yang tahu bahwa Sang Romo ini mengizinkan Kartini berbuat
lebih dari perempuan seharusnya. Keren!
Oke, kayanya terlalu banyak spoiler deh. Harus ditonton
apa nggak?
Iya lah! Ini
bisa jadi inspirasi kita para perempuan bagaimana seharusnya mendidik anak-anak
kita supaya jadi perempuan yang berdaya :)
Akoh TEAM MEWEK!
ReplyDeleteMenghangat mulu mataku apalagi kalo uda berkaitan sama Ibu Ngasirah :(
Dan iyaaa mba, Christine Hakim juwaraaaa banget meranin Ngasirah. Ya mimik muka, gestur tubuh sampai dialeknya juara. Bener-bener dibikin melek yah, bagusan ini dari pada yang aku baca pas SD ceritanya ahahahha
Betuuul, kenapa dulu pas SD kita nggak dapet cerita yang kaya gini yaaaa?
DeleteAku fans kartini nomer satu sejak baca bukunya Pramoedya Ananta Toer. Dan iya, aku sering sebel kalau ada yang mengidentikkan kartini dengan kebaya, hahaha. Kartini kan modern bangettt... Hahaha. Walau kalau di literasi luar tentang kartini banyak yang menganggap kartini atheis, komunis etc...ya menurutku itu juga salah satu 'protes' kartini terhadap agama dan Tuhan, terhadap pernikahan... and I just love her even more. She's so relatable!
ReplyDeleteAaaah, iya! She's so relatable to us, bahkan di saat ini :)
Delete