Tadi abis nganter Igun ke bandara, gue kencan sama Langit. Kami makan di Tebet, terus muter-muter aja. Terus muncul percakapan ini:
Langit: " Ibu, kalau udah besar mau jadi apa?"
Gue: " Lah, kan ibu udah besar sekarang, udah kerja juga"
Langit: "Ih, iya, tapi cita-citanya walaupun udah besar mau jadi apa?"
Gue: " Umm.. Jadi penulis, deh! Kalau Langit jdi apa?"
Langit: "Aku mau jadi yang ambilin dan anter-anterin makanan di tempat makan ah"
Gue: (ooo maksudnya pelayan, berubah lagi nih setelah jadi detektif, penyanyi, pemadam kebakaran..) "Ooo, itu namanya pelayan"
Langit: "Selain anterin makanan ngapain lagi, bu, kerjanya?"
Gue: " Catet makanan yang dipesan orang, terus bersihin meja setelah ada yang makan, hapalin menu.."
Langit: (tampak mulai ragu) "Ngapalin menu, maksudnya apa?"
Gue: "Iya, jadi kalau ada yang tanya ada ayam goreng, nggak? Langit harus hapal, nggak boleh jawab "nggak tau deh", atau "aku lupa", gitu. Terus juga harus sabar kalo ada yang pesan makanan, harus ditungguin nggak boleh marah-marah"
-emaknya masukin pesan sponsor, karena Langit masih sering jawab "nggak tau" dan "lupa" kalo ditanya. Dan suka nggak sabaran-
Langit: "Kalo gitu, aku nggak jadi ah jadi pelayan.."
Ah, andai masa depan bisa diubah semudah membalikkan telapak tangan ya, nak :D
Lalu barusan nonton Mr. Deeds, bagian ujungnya doang. Yang main Adam Sandler (asli tadi udah ngetik Ben Stiller, gue kebalik mulu sama mereka berdua, entah kenapa. LOL). Pas ending, Deeds kasih sambutan tentang impian alias cita-cita kita waktu kecil.
Umumnya, waktu masih kecil, at least sampe SD, cita-cita kita berkaitan sama langkah nyata yang membantu orang lain atau jauh dari hal yang berbau materi. Sebut aja guru, dokter, abri, pilot, dsb. Lalu seiring waktu berjalan, cita-cita bisa luntur karena berbagai hal.
Kalau Deeds bilangnya, salah satunya adalah karena uang. Semakin dewasa kita, semakin kenal dan paham bahwa semuanya ada harganya. Makin banyak hal yang kita inginkan, makin banyak kita harus menghasilkan uang.
Percaya nggak, sejak SD, kalau psikotes atau tes bakat, yang ada di antara profesi yang dianjurkan untuk gue adalah pekerja sosial dan guru. Sampe SMA, hal itu masih ada juga, ditambah jadi penulis dan pekerja kreatif. Sementara cita-cita gue waktu kecil adalah .. Aku lupa. *dapet salam sama memori yang minimalis* tapi kalo nggak salah salah satu cita-cita gue pas SMA adalah guru TK. (begitu punya anak, langsung merasa beruntung karena nggak jadi mewujudkan cita-cita tersebut. Anak sendiri aja suka hilang kesabaran, apalagi anak orang?)
Pas lulus SMA, nyokap sempat menganjurkan gue untuk kuliah ambil jurusan Akuntansi. Udah ngambil formulir, tapi asa beraaaat banget ngisinya. Bok, pelajaran akuntansi gue, udah nyontek aja neracanya masih nggak bisa seimbang. Apa kabar kalo gue kerja di bidang ini? Bisa stres lahir batin plus perusahaan rugi atau nggak gue yang nombok dah!
Walau belum sepenuhnya bisa mewujudkan cita-cita, tapi setidaknya lebih dari setengah cita-cita, hasil tes bakat dan profesi gue sejalan. Alhamdulillah, ya, punya ortu yang bisa bebasin pilihan anaknya.
Anyway, balik lagi ke cita-cita dan realisasi, coba duduk diam dan inget-inget, apa sih cita-cita kalian waktu kecil?
Kalo dikasih waktu dan kesempatan, pengen banget jadi social worker sepenuhnya. Amiiiin.
Langit: " Ibu, kalau udah besar mau jadi apa?"
Gue: " Lah, kan ibu udah besar sekarang, udah kerja juga"
Langit: "Ih, iya, tapi cita-citanya walaupun udah besar mau jadi apa?"
Gue: " Umm.. Jadi penulis, deh! Kalau Langit jdi apa?"
Langit: "Aku mau jadi yang ambilin dan anter-anterin makanan di tempat makan ah"
Gue: (ooo maksudnya pelayan, berubah lagi nih setelah jadi detektif, penyanyi, pemadam kebakaran..) "Ooo, itu namanya pelayan"
Langit: "Selain anterin makanan ngapain lagi, bu, kerjanya?"
Gue: " Catet makanan yang dipesan orang, terus bersihin meja setelah ada yang makan, hapalin menu.."
Langit: (tampak mulai ragu) "Ngapalin menu, maksudnya apa?"
Gue: "Iya, jadi kalau ada yang tanya ada ayam goreng, nggak? Langit harus hapal, nggak boleh jawab "nggak tau deh", atau "aku lupa", gitu. Terus juga harus sabar kalo ada yang pesan makanan, harus ditungguin nggak boleh marah-marah"
-emaknya masukin pesan sponsor, karena Langit masih sering jawab "nggak tau" dan "lupa" kalo ditanya. Dan suka nggak sabaran-
Langit: "Kalo gitu, aku nggak jadi ah jadi pelayan.."
Ah, andai masa depan bisa diubah semudah membalikkan telapak tangan ya, nak :D
Lalu barusan nonton Mr. Deeds, bagian ujungnya doang. Yang main Adam Sandler (asli tadi udah ngetik Ben Stiller, gue kebalik mulu sama mereka berdua, entah kenapa. LOL). Pas ending, Deeds kasih sambutan tentang impian alias cita-cita kita waktu kecil.
Umumnya, waktu masih kecil, at least sampe SD, cita-cita kita berkaitan sama langkah nyata yang membantu orang lain atau jauh dari hal yang berbau materi. Sebut aja guru, dokter, abri, pilot, dsb. Lalu seiring waktu berjalan, cita-cita bisa luntur karena berbagai hal.
Kalau Deeds bilangnya, salah satunya adalah karena uang. Semakin dewasa kita, semakin kenal dan paham bahwa semuanya ada harganya. Makin banyak hal yang kita inginkan, makin banyak kita harus menghasilkan uang.
Percaya nggak, sejak SD, kalau psikotes atau tes bakat, yang ada di antara profesi yang dianjurkan untuk gue adalah pekerja sosial dan guru. Sampe SMA, hal itu masih ada juga, ditambah jadi penulis dan pekerja kreatif. Sementara cita-cita gue waktu kecil adalah .. Aku lupa. *dapet salam sama memori yang minimalis* tapi kalo nggak salah salah satu cita-cita gue pas SMA adalah guru TK. (begitu punya anak, langsung merasa beruntung karena nggak jadi mewujudkan cita-cita tersebut. Anak sendiri aja suka hilang kesabaran, apalagi anak orang?)
Pas lulus SMA, nyokap sempat menganjurkan gue untuk kuliah ambil jurusan Akuntansi. Udah ngambil formulir, tapi asa beraaaat banget ngisinya. Bok, pelajaran akuntansi gue, udah nyontek aja neracanya masih nggak bisa seimbang. Apa kabar kalo gue kerja di bidang ini? Bisa stres lahir batin plus perusahaan rugi atau nggak gue yang nombok dah!
Walau belum sepenuhnya bisa mewujudkan cita-cita, tapi setidaknya lebih dari setengah cita-cita, hasil tes bakat dan profesi gue sejalan. Alhamdulillah, ya, punya ortu yang bisa bebasin pilihan anaknya.
Anyway, balik lagi ke cita-cita dan realisasi, coba duduk diam dan inget-inget, apa sih cita-cita kalian waktu kecil?
Kalo dikasih waktu dan kesempatan, pengen banget jadi social worker sepenuhnya. Amiiiin.
Aaaw. Makasih banget mba Lita. Been thinking about this for last couple of days.
ReplyDeleteThinking about what, mas dani? U are very welcome 😊
Deleteapa ya? kayaknya waktu kecil aku ga punya cita-cita deh. pas TK pengen jadi penari ballet, gara2 kelar baca komik sisipan di majalah Bobo (Buku Harian Penari Balet).... baru setelah SMP dan SMA, mulai punya cita-cita.
ReplyDeleteNah, baru inget.. Aku juga pernah cita2 jd penari. Tapi tari daerah, sempat pengen masuk ISI atau IKJ yg seni tari, tapi batal 😞
DeleteNice Blog
ReplyDeletewww.febridella.blogspot.com
Hehe cita2ku dulu jadi tukang insinyur, tapi pas sma mundur gakuat ngadepin fisika xD. Tapi nikahin tukang insinyur sih, hihihi
ReplyDeleteYeay, setidaknya jadi ibu insinyur, ya.. Hahaha
Deleteclosingnya sama bet, pengen jd social worker.aamiin2 :)))
ReplyDeleteAmiiiin... Semoga yaaaa...
Delete