Dari Mencari Kunang-Kunang, Sampai Tubing di Tanakita Camping Ground

Setelah FAQ mengenai Tanakita Camping Ground di blogpost sebelumnya, di sini akan bahas kegiatan apa aja yang bisa dilakukan di Tanakita. Gue bahas satu per satu sesuai dengan aktivitas kami sejak tiba, ya.


Danau Situgunung

Jaraknya sekitar 1 km dari Tanakita. Dekat ya? Iya, kalo jalanan rata. Karena letak danau di lembah, jadi jalanannya turunan curam? Lumayan, shay! Tapi enak, sekarang udah dibeton. Satu atau 2 tahun yang lalu masih bebatuan.

Anak-anak rewel nggak? Nah, ini dia dimulainya kecintaan anak-anak ke Om Ali Sang Penyelamat kami. Selama perjalanan Om Ali sangat sabar menjawab aneka pertanyaan anak-anak. "Ada harimau nggak?", "Hewan apa aja?", "Ini pohon apa?", sampai pertanyaan standar yang diulang 2756x, "Masih jauh nggak?". LOL.



Danau Situgunung ini konon kalo sunrise bagus banget. Tapi tentunya kami nggak ke sana pas sunrise, melainkan siang menjelang sore. Danau ini sering dijadikan lokasi piknik warga sekitar, kemarin banyak yang gelar tikar, piknik sama keluarga, atau pacaran.




Di sana kami naik getek keliling danau sekitar 30 menit-1 jam. Biaya per orang 15ribu. Ini simpel banget, sih. Tapi buat anak kota, bisa jadi cerita. Gimana deg-degannya anak-anak pas getek miring kalo mau belok, atau stresnya buibu karena nggak ada sinyal mau update stories. LOL.



Tadi kan berangkatnya turunan, ya. Baliknya? Ya nanjak, dong. Buat yang doyan treadmill pake mode turunan tanjakan, saatnya membuktikan latihan kalian di sini!

nanjak dimulaiii
Kalo nggak sanggup nanjak? Tenang, ada ojek di sekitar danau. Emang orang Indonesia, paling pinter segalanya jadi duit.

Flying Fox

Area ini punya Tanakita, jadi kita boleh main sepuasnya. Mau 500x bolak balik juga boleh. Safety-nya lengkap, posisinya lumayan tinggi juga kalo w liat-liat. Tapi Langit dan teman-temannya nggak ngaruh sih, tetap bolak-balik naik ini.

kalo gue bilang Langit dan teman-teman, tentu saja exclude ibu-ibu di ujung kiri yang pake baju ijo, ya :p
Alexa, yang sepanjang jembatan ini untuk hilangkan rasa takutnya dengan teriakin nama-nama artis K-Pop :))
Ilona, anak bawang mau ikut flying fox tapi harus digendong Om Ali. See, gimana nggak jatuh cinta tuh anak-anak?
Mencari kunang-kunang

Selepas makan malam, kami kumpul lagi untuk cari kunang-kunang. Jangan dikira kegiatan ini buat anak-anak doang. Coba lo inget, kapan terakhir lihat kunang-kunang? Jangan-jangan lo salah satu yang mengira bahwa kunang-kunang udah punah, lagi? (lirik @biancafebriani25 yang bilang ke anak-anaknya kalo kunang-kunang udah punah. LOL)

Kami jalan mengelilingi area hutan sekitar Tanakita dalam kondisi gelap. Lah, ribet dong jalannya? Ngeliatnya gimana? Nah, ciri-ciri anak kota banget dah, nih. Kan kalo ada cahaya, kunang-kunangnya kan nggak kelihatan, Bambang!

Kita boleh bawa senter, tapi cuma boleh dinyalakan di area-area tertentu aja. Lagian ya, kalo situasi gelap, lama-lama mata kita bisa menyesuaikan, kok. Nggak percaya? Hmmh, kaga pernah mati lampu di rumah?

Kunang-kunang pertama yang ditemukan itu jaraknya nggak sampai 500m dari camp. Yang megang pertama kunang-kunangnya? Ya siapa lagi kalo bukan Lita Si Akamsi ini? Haha.

Duh, fyi ya, gue ini dari kecil emang anak kampung banget. Main di kebon, nyabut singkong, nyebur kali atau got buat cari ikan kecil-kecil, manjat pohon, genteng, dsb. Jadi bukannya sok anak alam nih, ya, cuma emang nalurinya anak kampung aja.

Sepanjang jalan, ternyata kunang-kunang masih banyak, gaes! Nggak hanya anak-anak yang terpesona, tapi orang-orang dewasa juga. Beberapa sempat pegang kunang-kunangnya, tapi memang dilepas lagi, sih. Kan kasihan, dibawa-bawa juga buat apa?

Mencari kunang-kunang kaga ada fotonya, secara gelap gulita :))

cuma foto ini doang sebelum kami berangkat cari kunang-kunang

Api unggun

Setelah balik dari cari kunang-kunang, api unggun udah siap lengkap dengan akustikan. Wah, akustikannya mantap punya. Semua lagi yang di-request, bisa dinyanyiin! Kalo ada yang lihat stories gue kemarin pas di sana, itu lagu mulai dari 90's Kahitna, So7, MLTR, sampai Queen, Via Vallen, Metallica, dsb dia bisa. Bisa lah saingan sama home band-nya cafe-cafe di Jaksel. Kemarin sayangnya nggak ada lagu "Izinkan akuuu untuk terakhir kalinyaaa…" aja, sih. Haha.

Sambil api unggun dan nyanyi-nyanyi (oh percayalah, rombongan kami paling vokal dan mendominasi playlist, ditambah lagi nyanyi kenceng-kenceng nggak sadar diri suara pas-pasan), ada juga bandrek (apa wedang jahe? Kok lupa saya) plus jagung bakar. Sedap!!

Pas api unggun anak-anak mulai mundur teratur satu per satu. Anak tidur, nggak usah diceritain ya, emaknya ngapain. Hehe.

Suspension Bridge Situgunung


Pagi-pagi sekali setelah sarapan, kami udah jalan ke Suspension Bridge Situgunung. Tahu nggak, kalo jembatan ini merupakan suspension bridge terpanjang se-Asia Tenggara. Canggih, kan? 


Jembatan yang baru diresmikan tahun 2018 yang lalu ini, panjang 243 meter dan lebar 18 meter yang melintang di atas ketinggian jurang mencapai 161 meter di atas permukaan tanah. Nggak heran kalo ini lagi hangat-hangatnya jadi tujuan wisata nggak hanya warga Sukabumi, tapi juga kota lain. Konon di minggu sebelum kami ke sini, parkirannya itu mencapai 1,5km dari lokasi. Gokil.



Masuk ke area wisata ini harga tiketnya 50ribu untuk dewasa dan 25ribu anak-anak. Harga tiket ini kita dapet welcome drink dan camilan, lho! Kopinya enaaaak, kopi kampung gitu dengan camilan kampung yang kukus-kukusan. Sedap, lah!


Seperti udah gue sebut di atas, Suspension Bridge Situgunung ini lagi hot banget jadi area wisata, nggak heran antreannya luar biasa. Belum lagi si jembatan ini maksimal hanya boleh ada 90 orang di atasnya di waktu yang bersamaan. 


Di ujung jembatan ini kita menuju ke Curug Sawer, air terjun kece yang perjalanannya juga kece. Turun tangga sekitar 15 menitan, dan baliknya bisa 1,5 jam karena pegel! LOL.




Saat naik papasan sama orang-orang yang turun dengan wajah ceria, rasanya pengin gue ngomong, “Ngocehlah kau sepuasnya, ntar pas nanjak, inget napas aja udah bagus”

Di beberapa  titik ada tempat duduk buat istirahat yang nanjak :D
Kiat ke Suspension Bridge Situgunung:
  • Datang pagi, sebelum jam 9 kalo bisa. Siangan dikit, penuh, sis!
  • Gunakan pakaian dan alas kaki yang nyaman mengingat perjalanan ke Curug Sawer cukup challenging. Eh tapi kalo mau ada photoshoot atau #demikonten kece sih, nggak apa-apa juga, ya :D
  • Nggak usah ribet bawa makanan/ minum, di dekat curug ada foodcourt yang jual aneka makanan, camilan, dan minuman. Kalo gue sih karena #ibubijak jadi selalu bawa sebotol minum, memang.
  • Kasih tau anak-anak jangan lompat/ menggoyang-goyangkan jembatan. Buat mereka seru, mungkin. Tapi buat orang lain? [iya, kemarin gue abis membentak satu anak yang goyang-goyangin pegangan jembatan, padahal larangan ini sudah jelas terpampang di depan]

Setelah selesai ngos-ngosan ke Curug Sawer, kami mampir ke coffee shop De Balconie yang letaknya masih di dalam area situ. 


Kopinya banyak banget, dan KOPI JAWA BARAT GALORE. My laff!!


Main di sungai
Setelah dari suspension bridge, kami makan siang. Habis makan siang, terus main di sungai deh! 


Sungai yang kami kunjungi merupakan garis finish sungai yang akan jadi jalur kami tubing besoknya. Airnya bersih, nggak terlalu deras arusnya tapi nggak santai-santai amat juga.

Awalnya anak-anak ragu buat turun. Lalu, siapa lagi kalo bukan akamsi alias gue yang turun duluan? Ngelihat gue cuek ke air, langsung deh pada turun juga. Yang kemudian berujung nggak mau diajak naik.


Oiya, di area ini juga nanti Tanakita bakal buka area baru, yang disebut riverside. Kebayang sih, enaknya camping persis di depan sungai gini.

Nah nanti dibuka area campingnya di sini juga



















Selain main air, di sini anak-anak juga sempat simulasi tubing. Lumayan gelosoran 1 turunan. Lumayan pegal bolak balik angkut bannya, maksudnya.

Itu adalah kegiatan kami terakhir di day 2. Malamnya istirahat aja karena besok mau tubing.

Hmm, nggak istirahat juga sih, karena anak-anak malah pada main kartu di common room sampe jam 12 malam. Liburan mah, bebaaaaas..


Tubing

Big day! Aduh, ini teh kegiatan terseru. Tubing tuh intinya kita duduk di ban kemudian membiarkan kita kebawa arus sungai.

Perjalanan menuju lokasi start tubing yang bikin kami kaya Ninja Hattori
Aman nggak?
Insyaallah, karena staf Tanakita banyak banget ngawasin dan ada di setiap belokan serta riam sungai. Sebelum tubing juga ada briefing gimana-gimana yang aman kalo tubing. Selain itu, kita juga wajib pakai safety vest (pelampung vest itu lho), helm, decker siku dan lutut, dan sarung tangan. Sungainya juga cetek, kok, sebenarnya.

Yang tubing cuma ber-6, Irna dan anak-anak nggak ikut plus Alexa yang lagi sakit perut

Jarak tempuh tubing ini sekitar 1,5-2 km atau sekitar 45-1 jam. Lama? Nggak sama sekali! Nggak kerasa. Di tengah perjalanan, ada rest area -ceile, tempat peserta bisa ngeteh untuk menghangatkan tubuh karena.. Airnya dingin banget cuuuy!!! Dan basahnya nggak ecek-ecek, kuyup lah, pokoknya.




Kiat untuk yang mau tubing:
  • Pakai sunblock
  • Gue menyarankan pakai celana panjang, sih, untuk meminimalisir kebaret batu atau tanaman. Pakai legging oke aja, kalo gue kemarin pakai celana cargo berbahan parasut yang memang jadi andalan gue kalo camping/ jalan-jalan yang backpackingan, soalnya cepet kering.
  • Pakai sepatu/ sendal yang nggak mudah copot. Sepatu tali atau sandal gunung pilihan paling aman. Pakai kaos kaki boleh, enggak juga nggak apa-apa.
Cerita soal sepatu dikit ah. Jadi, gue tuh kemarin pake sepatu trail gue yang memang udah lama nggak dipake. Nggak gue cek lagi sebelum berangkat, tau-tau pas di kereta menuju Sukabumi, gue baru nyadar kalo ada bagian yang kondisinya nggak ok alias hampir copot. Makanya pas di stasiun gue langsung ganti pake sandal jepit dan buru-buru beli lem buat perekat sementara. Tapi, berhubung nggak bawa alas kaki selain sepatu itu dan sandal jepit, ya mau nggak mau tubing gue pake sepatu tersebut.

Selama 30 menit perjalanan dari camp ke lokasi start tubing yang lewat hutan, gue udah watir sama kondisi sepatu. Tapi gue pikir, ya kalo jebol, sudahlah. Memang itu sepatu usianya udah tua juga. Tinggal beli lagi. Tapi cari diskonan.

Bener dong, pas di salah satu riam yang cukup deras, gue bertolak ke salah satu batu pake kaki biar posisi ban gue enak. Eh, solnya copot! Whoaaaa.. Walaupun udah diprediksi, tapi aku tetap sedih. Biasa lah, orangnya sentimental sama barang.

tuh perhatikan, sol sepatu gue udah kandas sebelah :))
Alhasil balik dari tubing ke camp gue nyeker. Dasar anak kampung.
 
Reality versus Expectation
Anyway, tubing ini salah satu kegiatan kami selama di Tanakita yang biayanya lumayan tinggi dibanding yang lain, yaitu Rp150.000 per orang. Menurut gue segitu worth every penny, sih. Serunya luar biasa!!

Selain kegiatan di atas, kita juga bisa ikut kegiatan bercocok tanam. Menanam tanaman di sekitar Tanakita atau panen sayuran untuk dimakan. Nah, sayuran yang dikonsumsi di Tanakita, hampir semuanya dipetik dari kebun mereka. Seru ya?

Kegiatan kami selama 3 hari 2 malam itu aja sih. Paling tambahannya adalah ngajarin anak-anak main kartu. Sebagai bekal hidup pas kuliah nanti udah pada jago.


Overall, kami hepi sekali kemarin. Bahagia banget gue dengar Langit sejak malam pertama di sana udah ngomong, "Thanks mommy for taking me to this trip". 

Balik lagi? Insyaallah, soalnya kegiatan ini..


:*












nenglita

Aquarian, Realistic Mom, Random, Quick Thinker, a Shoulder to Cry On, Independent, Certified Ojek Consumer, Forever Skincare Newbie.

No comments:

Post a Comment