Pas terima rapor kemarin beberapa
orang tua murid mulai saling berbagi informasi mengenai les/ belajar tambahan
di luar sekolah. Gue awalnya bergeming.
"Ah, gue nggak terlalu
mementingkan nilai, kok", batin gue.
Makin lama, makin sering mendengar
pembicaraan tersebut kok mulai goyah. Haha.
Jujur, ya, namanya juga ibu-ibu. Dan
dunia ibu adalah dunia penuh persaingan. Apapun bentuknya. Malah gue sempat bilang bahwa ketika lo masuk ke dunia ibu, maka persaingan apapun yang lo alami selama hidup lo sebelumnya, nggak akan ada artinya! LOL.
Satu bilang anaknya
udah mulai tengkurap umur 2 bulan, yang lain panik ketika anak masih belum bisa
di usia 4 bulan. Satu bilang full ASI, yang lain denial dengan kondisi anaknya
yang bingung puting. Satu bilang anaknya berat badan 8kg usia 4 bulan padahal
ASI doang, yang lain panik anaknya mentok di 6kg. Satu anaknya bisa jalan umur
11 bulan, langsung panik ketika anak kita umur 10 bulan masih doyan digendong.
Dan seterusnya. Persaingan dunia ibu-ibu tak berhenti di berat badan dan tumbuh
kembang, you know?!
Ketika masuk sekolah taman
kanak-kanak, pressure mulai berubah. Anak siapa yang udah bisa baca, pandai
berhitung, menari, dan seterusnya dijadikan acuan. Apalagi kalau sekolahnya
mengakomodir untuk hal-hal yang begini.
Masuk SD, pressure pula mengenai
pelajaran, pergaulan serta keaktifan anak di sekolah. Padahal antara anak
sendiri sudah mulai ada persaingan, siapa yang liburannya paling keren, udah
pernah makan di mana, nginep di hotel apa, sampai ibunya yang paling keren, dan
seterusnya. Mau pula ditambahin dengan persaingan antar orang tua di bidang
akademis?
Balik lagi ke gue.
Setengah dari diri gue merasa,
"Nggak ada salahnya Langit ikut les, deh". Apalagi teman-teman
mainnya juga ikut. Ntar, kalo anak gue kudet alias kurang update gimana?
gambar dari sini |
Pas nyadar sama perasaan ini, kok gue
kaya FOMO, alias fear of missing out, ya?
FoMO terjadi ketika kita mengabaikan pengalaman kita rasakan sendiri karena terlanjur terobsesi pada pengalaman orang lain yang tidak kita alami," terang psikolog Arnie Kozak, Ph.D.
- diambil dari detik
FOMO ini menarik juga buat dibahas, maybe next post ah!
Kemudian gue telaah sisi hati yang
lain, "Bok, lo mau anak lo jadi apa sih? Toh selama ini belajar sama lo
juga nilainya alhamdulillah baik-baik aja". Alhamdulillah, mungkin dianugerahi anak yang mudah, jadi dengan kapasitas otak emaknya yang pas-pasan dan stok sabar yang di ambang batas, Langit masih bisa belajar sama gue.
Walaupun masih bimbang dan galau, alhamdulillah
ya, Allah Maha Baik dengan menunjukkan bahwa les-lesan ini kayanya emang not my
thing. Haha.
Gimana ditunjukinnya?
Ketika dikasih jadwal les salah satu
harinya adalah Sabtu pagi, maka di situlah gue tau bahwa NGGAK USAH LES DULU
LAH!
Karena:
Pertama, Sabtu pagi jadwal kami muaythai,
Kedua, udah belajar dari Senin sampai Jumat, Sabtu mau belajar pula?
Ketiga, Sabtu jadwal jalan-jalan keluarga dan aneka acara keluarga lainnya
Keempat, yang paling penting:
Keempat, yang paling penting:
Sabtu pagi waktunya
kami bangun tidur lebih siang!:D
So, bhaaaay les-les pelajaran di kelas 5 ini!
Di kasus aku les termasuk kebutuhan krn dr awal masuk TK trus lanjut SD anakku cenderung "agak lambat". Awalnya pengaruh speech delay, trus dqya tangkap, konsentrasi dan fokus jd pengaruh ke pelajaran. Mulai kelas 1 SD sengaja panggil guru privat ke rumah murni supaya utk bantu percepatan belajar dan bikin PR selama ditinggal bapak ibunya kerja. Les lainnya taekwondo utk modal beladiri sbg anak cowok dan les iqra utk pendalaman agama. Udah sih itu aja... First thing first, liat mana yg paling penting buat si anak.... gak usah ngebandingin dgn anak lqin...
ReplyDeleteYes, setuju sekali ibuuuu!
DeleteNggak ada salahnya ikut les tambahan pelajaran kek, aktivitas lain kek, atau enggak ikut apa-apa juga nggak masalah. Aku termasuk yang percaya bahwa kita yang tahu apa kebutuhan anak kita. Pasti semua orang tua punya cerita/ alasan yang kita nggak tahu [dan nggak perlu tahu juga], ya ga siiih :)
Hahahaha...
ReplyDeleteMenurut gw nih ya mba... emak udah paling tau kondisi anaknya, apakah itu mau di-les-kan atau tidak. Kalaupun emang butuh, pasti diikutin. Belum butuh? Nanti aja... Nggak butuh, ya udah kan ye mba...
Yang paling bijak itu memang melihat kondisi... hhehehehe...
Butuuuul!
DeleteYa bukan berarti yang ikut les, dicap FOMO ya, kalo emang butuh, kenapa kacang alias kenapa nggak? :D
Nggak ikutin les, bukan berarti nggak FOMO. Mana tau nggak ada budget, waktu, infrastruktur antar jemput, atau males bangun pagi di akhir pekan kaya gue :)))))