Akhir pekan kemarin gue sama Langit menjelajah 4 museum di
area Kota Tua. Sedikit nekat karena sudah rahasia umum bahwa hari Sabtu
biasanya rame plus jalanan macet, dan Sabtu kemarin adalah malam minggu
terakhir sebelum orang-orang masuk kerja.
Jadi awalnya itu, Langit beberapa bulan belakangan lagi
ngajakin gue ke Candi Borobudur, kemudian beberapa minggu ini ngajakin juga ke
museum Kota Tua. Nah, secara ke Borobudur membutuhkan biaya lebih besar
dibanding ke Kota Tua, maka cus lah, gue wujudkan yang dekat [dan murah]
dulu.
Dari Jumat dia udah excited browse mengenai museum di Kota
Tua,mau tidur cepat supaya pagi bisa bangun dan berangkat pake kereta, pokoknya
ready amatan deh.
Sayang, malamnya gue sulit tidur karena lagi batuk. Baru
jelang subuh gue minum obat batuk, yang akhirnya bikin gue teler. Dibangunin
jam 7 sama Langit, gue masih tepar. Akhirnya jam 9-an gue baru bangun, terus
malah Langit yang ketiduran lagi gara-gara nunggu gue bangun. Haha.
Singkat kata, singkat cerita, kami tetap berangkat. Kasihan
juga kali Langit udah excited terus nggak jadi. Tapi karena kesiangan, gue
milih bawa mobil. Hehe.
Di tengah jalan, mikir apa naik bus tingkat aja? Lalu gue
sengaja lewatin Monas untuk parkir di sana lalu antre city tour. Langit antara
mau nggak mau, karena dia fokus pada Kota Tua. Ndilalah antrean city tour gile
bener dan parkiran Monas juga padat. Cus lah gue putbal lanjut arah Kota Tua.
Sebelumnya sempat intip Google Maps, kok ya area Kota Tua merah semua? Bisikan
setan mulai menghantui, "Macet tuh, nggak usah ke Kota deh". Kemudian
nawarin Langit ke Museum Gajah yang lebih dekat, eh dia nggak mau lho.
Baiklah!
Karena malas [dan nggak tau parkir di mana] kalo ke Kota
bawa mobil, gue mikir taro mobil di dekat halte trans Jakarta aja, lalu lanjut
nge-busway. Untung otak lagi cepet mikirnya, belok ke Duta Merlin. Aman
sentosa.
Ini beberapa catatan kalo mau ajak anak menjelajah museum di
Kota Tua:
- Di area Kota Tua rada susah parkir, mungkin karena gue
nggak tahu aja sih ya. Tapi emang paling bener parkir dekat halte Trans Jakarta
aja. Toh lokasi semua museum terjangkau dengan berjalan kaki.
- Secara berurutan sejak turun dari Trans Jakarta, enaknya
yang pertama dikunjungi adalah Museum Mandiri, Museum Bank Indonesia, Museum
Fatahillah, Museum Keramik, lalu Museum Wayang. Ini yang kemarin gue kunjungi,
ya. Tapi batal masuk Museum BI karena masuknya nggak boleh bawa tas. Sebenarnya
di Museum Mandiri ada penitipan tas, tapi karena gue cuma berduaan sama Langit
nggak banyak barang bawaan jadi males aja balik lagi buat nitip tas. Akhirnya
skip deh.
- Tiket masuk semua museum sama: dewasa Rp5000, anak-anak
Rp2000. Jadi kemarin, gue ngeluarin Rp28000 udah keliling 4 museum!
- Kalau memang mau serius nge-museum-nya, bisa minta guide
atau ada petugas yang siap sedia menerangkan isi museum, kok. Tinggal kasih tip
aja. Tapi overall, cukup jelas kok karena di setiap benda-benda yang dipajang
ada keterangan singkatnya. Kalo gue kemarin, sempat browse mengenai isi museum
sebelum pergi, jadi bisa menceritakan sedikit ke Langit mengenai benda yang
ada. Ya memang masih pengetahuan dasar dan yang penting bisa diterima logika
aja.
- Mau salat atau toilet, nggak usah khawatir. Setiap museum
ada, kok. Gue emang nggak sempat ke toilet museum, tapi ya setidaknya nggak
susah carinya :D
- Di Museum Mandiri, Keramik dan Fatahillah itu punya
semacam taman di dalamnya boleh digunakan untuk duduk-duduk istirahat atau
malah ada yang gelar bekal dari rumah alias piknik. Tamannya rindang, adem,
bersih. Selama nggak buang sampah sembarangan, why not?
Taman di dalam Museum Keramik. Ada kursi-kursi berpayung yang adeeem :) |
- Kalau dulu, tempat makan yang keren kan hanya Cafe Batavia
dan mahalnya minta ampun, ya. Sekarang sih, yang gue lihat kemarin ada Bangi
Kopitiam, Kedai Seni Djakarte dan Historia. Letaknya di sebelah kiri Museum
Fatahillah pas di area pejalan kaki Kota Tua. Masing-masing resto enak dan adem
suasananya. Kemarin gue ke Kedai Seni. Eh, makanannya enak, suasana adem, ada
musala juga, harga terjangkau, pelayanan ramah dan capcus. Recommended! Tapi
mungkin next ke Historia ya, buat nyobain. Kalo Bangi mah di mana-mana
ada.
Bakmi Goreng, enak. |
Roti panggang plus es krim |
Es Toples Kiwi. Ini segar banget! |
Dan pastinya, NGOPI! |
- Di area pejalan kaki ini banyak apa ya namanya, seniman
jalanan berkostum unik. Semua orang bebas berfoto sama mereka tanpa dipungut
bayaran. Di depan mereka ada properti foto, musik, lampu buat membantu cahaya
saat foto malam hari dan kotak buat taro uang sukarela. Keren!
Entah kenapa Langit ngambil papan tulisannya yang itu :))) |
- Jangan lupa pake sunblock, kacamata hitam dan topi karena
berjalan kaki di area Kota Tua=berpanas-panasan.
- Bawa air minum,
supaya nggak dehidrasi. Yang jualan minuman juga banyak sih, dan harganya juga
nggak diketok jadi mahal-mahal banget, kok.
- Pakai baju yang nyaman dan sneakers yang empuk supaya enak
buat jalan-jalan. Kemarin gue banyak melihat ciwi-ciwi pake baju iksis, plus
sepatu tinggi. Duile, pegal kaliiik! Memang sih, di sini banyak spot foto buat
eksistensi, tapi ya nggak gitu juga kaliiii :D
- Buat yang punya balita, bisa bawa stroller? Bisa, cukup
nyaman kok. Walaupun di dalam museum ada yang pake tangga, cuma sebagian besar
udah ramah stroller/ kursi roda. Tapi menurut gue, buat balita/ anak-anak yang
masih ber-stroller, belum terlalu seru sih masuk ke museum-museum. Sabar ya
buibu, mungkin mereka baru akan bisa menikmati ketika SD.
- Kalau mau berangkat rame-rame, pastikan bahwa yang
jalan-jalan akan satu visi. Maksudnya, jangan sampai hanya 1-2 orang yang
tertarik, sementara yang lainnya pusing kalau melihat keramaian. Yang ada malah
mengurangi keasikan menjelajah museum. Karena kalau wiken ramai banget, Pakbu!
Warbiyasak yaa.. |
Gue prefer berduaan sama Langit karena dia excited, dan gue
juga senang jalan-jalan. Kebetulan lagi, Langit tipe anak yang kuat jalan kaki.
Kemarin 3 jam plus-plus itu kami nonstop jalan kaki, lho! Belum termasuk jalan pulang
pergi dari Halte Trans Jakarta – area Kota Tua. Walaupun risikonya nggak punya foto kece berdua. satu-satunya foto kece berdua, minta fotoin sama mbak-mbak yang pas lagi foto di sebelah kami dan gue todong :D
Mbaknya berjasa sekali :* |
Beberapa tahun silam jalan ke Kota Tua berasa seram, kurang
aman, dkk, kemarin pas jalanin berduaan sama Langit gue sih santai aja
ya. Walaupun ruamenya minta ampun. Tapi gue merasa ya biasa aja gitu. Nggak ada
ketakutan berlebih ada preman or whatever. Mungkin karena sekarang area ini
udah tertata dengan baik dan memang dijadiin tujuan wisata, jadi dikelola
layaknya lokasi wisata seharusnya lha ya.
Bahkan lorong bawah tanah yang nyambungin antara halte Trans
Jakarta dan Stasiun Kota pun dibuat senyaman mungkin. Bagian tengah ada kolam
dan air mancur, kursi buat duduk-duduk dan banyak jajanan.
Langit happy banget diajak ke museum. Dan sebagai penggemar
sejarah, gue juga senang banget karena Langit tertarik sama museum. Sepulangnya
dari sana, Langit sibuk mendaftar museum apa lagi yang akan kami kunjungi. So far
ada Museum Satria Mandala [dia mau lihat senjata], Museum Indonesia, Transportasi,
Telekomunikasi, Serangga, Layang-layang. Apa lagi ya?
*kualitas foto sangat tak memadai, secara handphone low bat dan ga bawa charger/ power bank, samsung kamera juga batere seadanya :'(
Inspirasi liburan yang murmer ya, Mbak. Memang kalo ke Kota Tua enakan naik busway, lebih gak ruwet.
ReplyDeleteBetuuul, udah paling bener Busway atau Commuter Line deh. Bawa mobil sendiri mah semacam menjerumuskan diri ke jurang :)))
DeleteHai, Mbak Lita. I'm your IG follower, and this is the first time I visit your blog *dadahdadah*
ReplyDeleteAkhir tahun kemarin saya ke Kota Tua, tapi cuma sempat jelajahin Museum Fatahillah + Museum Keramik. Padahal udah dateng pagi-pagi banget. Tapi terpaksa di awal sore udah pulang demi hindarin macet.
Kebetulan saya tinggal di Pontianak (Kalimantan Barat) dan ke Jakarta (tempat mertua) ga sering. Yang paling bikin bingung kalo mau ke Jakarta itu masalah kapannya. Kalo pas libur Lebaran, jalanan lancar, tapi tempat-tempat wisata aduhai padetnya. Kalo pas hari biasa, tempat wisata gak padet, tapi macetnya itu, lho �� Mendingan yang mana ya, Mbak?
Waaah terimakasih udah mampir sini *dadah-dadah balik*
DeleteDilematis ya, kalo ke Jakarta? Haha.
Saran: ke sana pas hari biasa, naik commuter line/ KRL supaya nggak kena macet. Berangkat di atas jam 10, pulang sebelum jam 3 sore supaya nggak bareng yang kerja.
Atau kalau mau pas libur lebaran, harus minum antimo sebelum ke tempat wisata biar nggak mabok ngelihat orang banyak banget :))))
Semoga membantu! Hihi.
Hai, Mbak Lita. I'm your IG follower, and this is the first time I visit your blog *dadahdadah*
ReplyDeleteAkhir tahun kemarin saya ke Kota Tua, tapi cuma sempat jelajahin Museum Fatahillah + Museum Keramik. Padahal udah dateng pagi-pagi banget. Tapi terpaksa di awal sore udah pulang demi hindarin macet.
Kebetulan saya tinggal di Pontianak (Kalimantan Barat) dan ke Jakarta (tempat mertua) ga sering. Yang paling bikin bingung kalo mau ke Jakarta itu masalah kapannya. Kalo pas libur Lebaran, jalanan lancar, tapi tempat-tempat wisata aduhai padetnya. Kalo pas hari biasa, tempat wisata gak padet, tapi macetnya itu, lho �� Mendingan yang mana ya, Mbak?