Sebagai ibu-ibu kepo, gue sering mau tau aja tentang kegiatan Langit terutama saat dia lagi nggak sama gue. Misalnya lagi di sekolah atau pas gue lagi di kantor.
Kalau di rumah, ada beberapa peraturan yang dia tau nggak
boleh dilanggar. Salah satunya hanya boleh minum ‘yang asik-asik’ (baca:
semacam Buavita, Yakult, dan kawan-kawan) itu satu aja dalam sehari. Peraturan
lainnya, hanya boleh makan permen di akhir pekan atau hari libur.
Nah, si ibu kepo ini suka ngetes dong, anaknya bakal jujur apa nggak akan peraturan yang sudah disepakti bersama ini. Hehe.
Nah, si ibu kepo ini suka ngetes dong, anaknya bakal jujur apa nggak akan peraturan yang sudah disepakti bersama ini. Hehe.
Alhamdulillah, sejauh ini dia bisa jujur sih.
Kalau di sekolah, ini dia nih yang rada sulit. Kenapa?
Pertama, Langit itu anaknya random.
Dia suka cerita tapi nggak di hari H. Maksudnya, dia akan
cerita mengenai sebbuah kejadian (yang menurut gue penting) tapi ternyata kejadiannya udah berapa hari
yang lalu. Padahal gue kan maunya actual dan terpercaya ya bok macam situs
berita!
Mungkin nggak hanya Langit ya, karena beberapa orang tua
yang suka ngobrol mengenai anaknya dan kebetulan seumuran Langit ternyata juga
mengalami hal yang serupa.
Kedua, Langit anaknya gengsian.
Kecil-kecil udah gengsian? Uhm, jadi gini, dia itu gengsi
kalo nangis. Entah kenapa. Beberapa kali gue dapet laporan kalo Langit nangis
di sekolah itu justru dari mama lain yang satu sekolah, atau dari gurunya. Dan
mengenal Langit (yaiyalah, eug kan emaknya), gue nggak bisa mengajukan
pertanyaan yang nembak langsung “Langit tadi nangis ya di sekolah?”. Nggak akan
dijawab. Atau kalau dijawab juga, pasti bilangnya nggak. Anakku nggak jujur :’(
Salah satu keinginan gue adalah, anak gue mau cerita apa aja
ke gue seperti layaknya gue yang rajin cerita apa aja ke nyokap gue. Well,
proses gue cerita ke nyokap gue itu juga nggak dalam waktu sekejap sih. Bahkan
menurut nyokap, gue yang rasanya udah cerita apa aja masih dibilang nggak
seterbuka kakak gue.
Kenapa sih harus jujur?
Honesty is the best policy.Katanya sih gitu.
Buat gue, kejujuran itu penting di setiap lini kehidupan.
Sama pasangan, orang tua, anak, bahkan di pekerjaan. Makanya, nggak heran kalau
setiap orang tua pasti pengin anaknya jujur nggak hanya saat ini juga ke
depannya nanti. Nggak mau banget anak gue dicap anak pembohong atau malah di
masa depannya terlibat korupsi karena kebiasaannya nggak jujur *bergidik- knock
on the wood*
Yang gue lakukan untuk menjaga hal ini antara lain:
Kasih tau bahwa jujur itu penting
Buat gue, membicarakan hal ini nggak bisa sekonyong-konyong.
Tapi bisa disisipkan di sela-sela obrolan santai atau saat pillow talk. Masukin
pesan-pesan moral *tsaelah* dan buat anak-anak kayanya lebih pas kalau
dibarengi sama contoh-contoh kasus.
Untuk contoh kasus, selain dari yang terjadi di sekeliling
kami, gue juga suka ambil dari buku, film atau apa aja deh yang related sama
hal ini. Belakangan ini gue lagi suka ngulik website-nya KPK sama Langit. Heh?
Buset, serius amat!?
Situsnya KPK yang baru launch ini menurut gue seru banget. Isi
situs ini memang seputar korupsi dan ragamnya. Tapi dikemas dalam bentuk
menarik, ada karakter-karakter seperti buku cerita, dan ada games-nya yang
memudahkan kita memahami dan yang pasti menjelaskan ke anak-anak tentang
korupsi, gratifikasi, dan sebagainya.
Misalnya di gratifikasi. *pasti dalam hati pada bilang, duile anak SD dijelasin tentang gratifikasi*.
Di modul gratifikasi, ada penjelasan yang bikin kita paham apa sih gratifikasi itu. Intinya gratifikasi kan memberikan hadiah tapi mengharapkan sesuatu di balik itu. Contoh nih, kita dikasih handphone jenis terbaru oleh klien, tapi kita tapi kita tau si klien sebenarnya sedang berharap pitching-nya menang di satu proyek yang diadakan oleh kantor tempat kita kerja. Kalo ke Langit gue jelasinnya, misalnya teman Langit ada yang kasih stiker Sofia the First ke Langit tapi setelah ngasih, dia minta jawaban soal ulangan matematika. Langit sempat tanya sih, berarti nggak boleh terima pemberian orang? Nggak juga. Kalo dalam situasi biasa, ada teman kasih sesuatu ya nggak apa-apa. Serius amat ya?
Misalnya di gratifikasi. *pasti dalam hati pada bilang, duile anak SD dijelasin tentang gratifikasi*.
Di modul gratifikasi, ada penjelasan yang bikin kita paham apa sih gratifikasi itu. Intinya gratifikasi kan memberikan hadiah tapi mengharapkan sesuatu di balik itu. Contoh nih, kita dikasih handphone jenis terbaru oleh klien, tapi kita tapi kita tau si klien sebenarnya sedang berharap pitching-nya menang di satu proyek yang diadakan oleh kantor tempat kita kerja. Kalo ke Langit gue jelasinnya, misalnya teman Langit ada yang kasih stiker Sofia the First ke Langit tapi setelah ngasih, dia minta jawaban soal ulangan matematika. Langit sempat tanya sih, berarti nggak boleh terima pemberian orang? Nggak juga. Kalo dalam situasi biasa, ada teman kasih sesuatu ya nggak apa-apa. Serius amat ya?
Bok, zaman makin canggih. Anak kelas 2 SD aja matematikanya
udah belajar tentang sudut!
Mungkin kita nggak kepikiran mengenalkan anak istilah
korupsi atau gratifikasi, tapi gue yakin kejadian begini ada di sekitar mereka juga walaupun
bukan mengenai pembangunan wisma atlet :p
Gue inget banget waktu Abraham Samad cerita tentang waktu
dia masih sekolah ngambil kapur dan dimarahin sama ibunya. Sampai dewasa
ternyata momen itu diingat terus sama bapak satu ini dan menurutnya,
kelakuannya itu bisa dikategorikan korupsi.
Coba deh, cek situsnya KPK di http://aclc.kpk.go.id/ !
Balik lagi ke pembahasan kejujuran. Untuk membicarakan hal
ini gue rasa yang dibutuhkan pertama kali adalah kedekatan antara kita dan
anak. Mana mungkin membicarakan kejujuran tapi sehari-hari komunikasi sama anak
hanya berkisar seputar nyuruh makan, nyuruh ngerjain PR, mandi,dan seterusnya
yang intinya hanya nyuruh?
So, sebelum bicarain hal serius sama anak, sebaiknya sih
perbaiki masalah kedekatan dulu yaaaa :)
Ngomongin masalah jujur adalah hal yang penting, tapi kalo
nggak dibarengi sama perilaku buat apa?
Mungkin gue bukan orang yang paling jujur di dunia, tapi
berusaha menunjukkan bahwa gue akan menceritakan apapun ke Langit itu salah
satu usaha sih. Dan menurut gue anak itu kan produk kebiasaan ya, dia akan
meniru apa yang kita lakukan dia akan meniru apa yang dia lihat.
Kita juga biasanya gitu kan ya, meniru apa yang kita lihat
alih-alih melakukan apa yang kita dengar atau orang lain katakan ke kita :)
Jangan curang! Kita mau anak kita jujur, tapi kitanya nggak
jujur. Buat hal kecil deh, misalnya berangkat ke kantor atau mau jalan ke mana
yang tanpa anak, tapi kita bilangnya mau ke dokter. Hal kecil sih, tapi gue
percaya hal ini berpengaruh ke anak. Let’s say nggak ke kepribadian dulu, tapi
setidaknya ke kadar cranky anak seperti yang pernah gue ceritain di sini.
Kayanya itu aja sih yang gue lakukan. Paling satu lagi nih
yang mau gue ingetin (gue juga sering kebablasan sih), bahwa kejujuran nggak
bisa dipaksakan apalagi dengan ancaman, “Hayo kalo nggak mau ngomong yang
jujur, nggak boleh makan es krimnya ya!”. Coba deh kalo kita yang diancam
begitu sama bos misalnya, “Siapa yang salah kirim file kemarin? Kalo nggak
jujur, nggak saya gaji lho bulan ini!”. Males nggak lo? Haha.
Jujur itu berdasarkan kenyamanan sih. Once kita nyaman sama
seseorang, tanpa dipaksa tanpa diminta pasti bakal menceritakan apa aja dengan
bebas. ya nggak sih?
Jadi intinya, bikin kita jadi orang yang nyaman di mata anak
aja duluuuuu…
Wih, artikel ini lumayan lah buat bekal masa depan kalo udah punya anak nanti. Aku masih sering bohong ke mamaku.. *tepok jidat*
ReplyDeleteTapi emang yah, berbohong itu bahaya banget. Dari berani melakukan kebohongan yang kecil-kecil, nantinya berani juga melakukan kebohongan yang besar.
p.s:
Lucu amat little princessnya :)
Hayooo, dibohongin ga enak tau! Hehe.. Makasiiih
Delete