Aku Menamainya Langit

“Kok namanya Langit sih?”

“Bagus banget namanya..”

“Kasihan amat nama anaknya Langit”

Yap, beribu komentar yang gue terima pas gue namain anak gue, Langit. Lengkapnya, Langit Kilau Pelangi.

Bahkan Langit sendiri juga bertanya-tanya, kenapa dinamain Langit. Kenapa nggak Tasya, Farah, atau nama-nama ‘cantik’ dan umum lainnya?

Sebelum gue menjawab pertanyaan Langit, gue kasih alasan di balik penamaan Langit ya.

Dari kecil gue suka menatap langit. Serius. Salah satu rumah masa kecil gue ada lantai atas yang hanya untuk menjemur pakaian, dan ruangan itu langsung nyambung ke genteng rumah. Kegiatan favorit gue dulu adalah tiduran di genteng sambil menatap langit. Sok romantis? Nggak tau juga. Yang pasti gue suka liatin langit baik malam atau siang dan bahkan senja. Rasannya damai aja gitu. Kayanya indah, tapi menyimpan berjuta misteri. Aish!

Selanjutnya, waktu hamil, gue emang mau pilih nama yang artinya ya kata itu sendiri. Maksudnya bukan lantas pengin namain anak dengan nama Langit lalu gue pilih ‘Sky’ atau langit dalam bahasa lain. Langit ya Langit.

Kemudian, gue ini puitis lho deep down inside (puitis kok ngaku-ngaku). Dan kepuitisan gue biasanya dituangkan alam sebagai perwakilannya. Nah, bapaknya Langit itu pecinta alam. Jadi kami sepakat untuk memilih benda yang ada di semesta untuk nama anak. Pilihan terakhir, Langit atau Bumi. Kebetulan salah satu sahabat gue yang anaknya udah gede adalah Bumi. Nggak mau samaan, jadi gue pilih Langit.

Untuk nama panjangnya, Igun membebaskan gue yang pilih, syarat dia hanya satu; Langit harus ada di depan sehingga jadi nama panggilan.

Memilh nama anak itu susah-susah gampang. Waktu belum punya anak, suka ngarang nama anak sendiri kayanya gampang ya. Nah begitu anaknya mau beneran ada, takut salah bok! Bayangin namanya bakal kepake seumur hidup. Jangan sampe nyesel atau anaknya protes kan.

Dari berbagai alternative, akhirnya gue sendiri menjatuhkan pilihan pada Langit Kilau Pelangi.

Ada arti filosofis (ceile) di balik pemilihan nama itu.

Gue sama Igun punya latar belakang yang berbeda. Gue anak kota, Igun anak gunung. Tapi secara harfiah, ada langit di atas kepala kita yang sama. Secara puitis, ada Langit yang menyatukan kami.

Iya kira-kira begitu arti lebih jauhnya dari pemilihan nama Langit.

Lalu bagaimana gue menjawab pertanyaan Langit tentang kenapa dia dinamain Langit?

Jawabnya: “Karena kalau ibu kangen sama kamu saat kita lagi nggak bareng-bareng, ibu tinggal ngeliat ke langit aja”

Gitu aja. Simple kan?

Btw, blogpost ini dibuat atas permintaan mbak @ririnrubyanandan. Kalau manteman ada ide atau request bikin blogpost tema tertentu, boleh lho! Dengan senang hati nanti akan gue tulis :)