Etika Atau Skill?

Di dunia kerja, gue rasa semua orang udah tau bahwa skill alias kemampuan adalah yang utama. Tapi bagaimana dengan etika?


Bukan berarti etika yang di mana harus sembah sujud sama pimpinan, atau mengiyakan semua perintah bos, ya. Da itu mah buat gue malah jadi kaya cari muka.
Cari duit aja susah, mau cari muka pulak.

Etika dalam bekerja menurut gue adalah.. 


Memahami job description. 
Bukan berarti membatasi diri dengan tugas yang harus dikerjakan lho, ya. Tapi lebih ke memahami batasan-batasan dalam bekerja. Jangan sampai tugas lo cuma nyapu sama ngepel, tapi inisiatif bikin laporan keuangan juga. Kan kejauhan.

Bukannya apa-apa, tapi setiap perusahaan rasanya ada sistem kerja masing-masing di mana ada jenjang tertentu yang harus dilewati.

Misalnya lagi nih, saat ini jabatan gue adalah produser. Tugasnya adalah bertanggungjawab atas keseluruhan sebuah program mulai dari perencanaan sampai program ini ditayangkan. Dalam menjalankan tanggungjawab ini, produser dibantu oleh kreatif, campers, PA, editor, desainer, driver, dsb. Elemen yang membantu produser saling sinergi untuk menghasilkan sebuah program, tentunya di bawah komando produser. Mereka ini usernya ya produser walaupun masing-masing punya pimpinan secara struktural. Tapi untuk urusan di lapangan, ya langsung ke produser.

Yah, gitu kira-kira deh ya.



Doing extra miles
Walaupun sudah tau job desc masing-masing, tapi bukan berarti nggak mau membantu tugas yang lain. Ingat, kunci keberhasilan sebuah pekerjaan (apapun jenisnya) adalah kerjasama alias sinergi.

Jangan mentang-mentang kita bukan OB, tapi ngeliat kertas berceceran di atas meja nunggu OB yang beresin. Jangan sampe karena jabatan produser atau kreatif tapi nggak mau angkat tripod atau bawa mic karena merasa itu tugas campers.

Kebiasaan gue saat kerja di MD adalah, walaupun managing editor tapi kalo bisa kenalan dan jualan sama klien kenapa nggak?

Tapi walaupun demikian, balik lagi, pahami batasan kerja. Dulu waktu bisa jualan sama klien, gue tetap laporan ke Vanya selaku sales saat itu. Jangan mentang-mentang bisa jualan lalu dilakoni semuanya sendiri. Kan Vanya yang sales, biar gimana juga ujungnya laporan ke dia. Sama juga, jangan mentang-mentang bisa mengatur jadwal, konsep dkk, lalu main syuting sendiri tanpa melalui produser. Atau produser hanya dijadikan tameng. Kan banyak hal yang memang jalurnya produser yang atur.

Respect others
Ini sebenernya dalam kehidupan juga harus sih. Menghargai orang lain di dunia kerja menurut gue adalah keharusan. Menghargai OB yang beliin makan siang (walaupun itu memang tugasnya), menghargai anak buah yang mengerjakan tugasnya (walaupun salah at least they tried), menghargai sesama rekan sejawat yang mau bantu cari materi untuk kerjaan kita, dan lain sebagainya.

Penghargaan bukan selalu berbentuk materi. Hanya sekedar kata terima kasih atau malah mempercayakan anak buah mengerjakan sebuah proyek penting adalah bentuk lain dari penghargaan.

Ketika dipercaya, biasanya orang akan merasa dihargai dan terpacu semangat kerjanya. Hal ini membawa kebaikan toh buat yang kita kerjain?

Be the boss, not bossy

syuting masak-masak dan belum mandi, lebih mirip sama ibu2 lagi lomba bikin tumpeng ya? :D
Kita udah sampe di level tertentu yang punya anak buah? Jadi pemimpin deh, jangan jadi bos apalagi yang bossy.

Pemimpin yang baik menurut gue adalah dia yang mau menerima pendapat orang lain, termasuk anak buahnya. Ya, namanya bos atau pemimpin memang biasanya udah lebih banyak makan asam garam pekerja. Tapi zaman kan berubah, ada hal-hal yang 10 tahun lalu hits di zaman kita tapi ternyata ga hits lagi di kalangan millennial. Selain itu, sejago-jagonya kita, pasti butuh pendapat orang lain. Apa yang kita pandang bagus belum tentu dibilang bagus juga sama orang lain. Mendengarkan orang lain cuma supaya hasil akhir pekerjaan lebih obyektif aja.

Terus, mentang-mentang jadi bos bisa nyuruh sana-sini? Duh nggak deh. Eh ya boleh aja sih, tapi menurut gue nyuruh sama menugaskan beda ya? Menugaskan berarti kita sudah membekali anak buah dengan informasi tertentu yang bakal membantu tugasnya (dalam artian, si anak buah merasa penting), sementara kalo nyuruh ya asal nyuruh apa maunya kita, dia harus gimana, istilahnya anak buah adalah robot atau operator yang menjalankan tugas aja. Nggak dibuat untuk berpikir.

Pemimpin yang baik itu yang bisa menciptakan pemimpin lain, bukan menciptakan anak buah.

So yeah, buat gue yang skill-nya pas-pasan (maklum bukan mateng pohon, haha), nggak peduli setinggi apapun jabatan atau posisi lo, etika dalam bekerja adalah sebuah keharusan. Nilainya dibandingkan dengan skill? Ya.. 60 - 40 lah!


What do you think?

nenglita

Aquarian, Realistic Mom, Random, Quick Thinker, a Shoulder to Cry On, Independent, Certified Ojek Consumer, Forever Skincare Newbie.

8 comments:

  1. Kalo di industri banking, jadi bos banyak gak enaknya Mbak. Dan semakin tinggi attitudenya semakin diperhatikan banyak orang. Great skill loor attitude bisa bikin jadi musuh semua orang.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aku ga kebayang kerja di dunia banking, secara orangnya banyaaaaaaaaakkk banget! Dan pastinya ya, makin tinggi, fuit child alias anak buah makin banyak yang merhatiin DAN NGOMONGIN! Hahaha...

      Delete
  2. ah setujuuuu, sampe pengen nangis nih bacanya....

    harusnya sekalian tips-nya nih mbak gmn menghadapi bos yg bossy dan gak respect? *eh prit kok curcol*



    ReplyDelete
    Replies
    1. Ahaha! now you give me idea :) Ntar diposting ah, tema tentang itu :D

      Delete
  3. Etika 70-30, kalau gue. Subjektif, sih. Mungkin karena kerja dilingkungan orang-orang "bergelar" Doktor. Jadi, kita (cengceremen kuli IT) bakal ngerjain data dengan cepat kalau yang nyuruh emang mintanya baik-baik. Kalau ngga? HAHAHAHA. Gitu, deh. Suka males-malesan gitu satu tim IT ini wkwkwkwk

    ReplyDelete
    Replies
    1. (( CENGCEREMEN ))

      Tapi iya, setuju! Kalo mintanya baik2, padahal nyuruh, pasti kita si remah2 rempeyek ini mau aja ya ngerjainnya. Atau kadang ya, ada faktor like and dislike juga hahahahha...

      Delete
  4. absolutely right, mba. gue pernah ada di posisi ngerasa punya bos yang bossy abis. :') its not good buat perkembangan unit kerja. apa2 serba tertekan dan takut *nightmare

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iyaa.. kebayang deh, kalo denger anak2 yang baru pada mulai kerja lalu dapet bos yang bossy itu suka ngenes, mental mereka kaya gembos duluan.

      Delete