1000 Emosi Ibu



Sembilan jadi ibu, percayalah, belum ada apa-apanya. Tepat hari ini, Langit berusia 9 tahun. Mulai masuk pre-teen ya? Duh. 


Tanggal 21 April kemarin gue beruntung diundang untuk sharing di event @eleveniaid oleh Mbak @seliyanthi_rahmat. Temanya, implementasi Kartini masa kini. Warbiyasak bukan? 

Bareng Mbak Seli yang nodong diriku :*



Gue mah, kaga ada apa-apanya. Berbekal dari video yang diproduksi oleh @legacy.pictures untuk promo film Kartini, gue mulai susun bahan untuk sharing session tersebut. Intinya, perempuan harus pintar karena kita adalah sekolah pertama untuk anak-anak kita yang merupakan generasi penerus bangsa. Sounds too nasionalist? Nggak apa kalo ada yang mencibir. 

Tapi ini sungguh dari lubuk hati yang paling dalam. Gue percaya, semua ibu ingin melahirkan, membesarkan anak yang cerdas, pemberani, tangguh, berguna bagi nusa bangsa, dan sebagainya doa baik dari orangtua untuk anaknya. Ya kan? 

Nah kalo kita nggak pintar, mau jadi apa anak-anak kita? 

*tenang aja, gue nggak pintar sama sekali, kalo berdasarkan prestasi apalah gue ini. 

Di sharing session tersebut, ada sejumlah pertanyaan yang cukup menggelitik. Salah satunya dari seorang ibu yang menanyakan gimana caranya supaya bisa lebih mengatur emosi di depan anak. Kadang ia merasa suka nggak sabar jadi marah, sedih jadi nangis, dan sebagainya. 

Duh, kalau kriteria ibu sempurna adalah ibu yang selalu tersenyum di depan anak dan memiliki sejuta kesabaran, gue bukan orangnya. Jauh, men! Wong anak gue aja sering bilang, "Ibu judes, ya?", haha! 

Yang bisa gue katakan adalah, seorang ibu adalah manusia yang memiliki 1000 perasaan dan emosi. Kita bukan Stepford Wives yang serba sempurna. Kita, manusia biasa. In my defense, its okay to cry, angry or whatever. Justru akan menunjukkan pada anak bahwa ibunya ini manusia biasa. 

Mungkin itu alibi gue karena suka nggak bisa kontrol emosi. Tapi lagi-lagi, gue manusia biasa. Dan sebisa mungkin, saat marah maka ada alasan yang tepat sehingga gue jadi marah. Contoh, gue marah kalo Langit nahan pipis. Kan bahaya buat kesehatan. Gue marah kalo Langit nggak beresin buku sekolahnya sendiri, karena itu adalah latihan buat dia bertanggungjawab. Gue marah kalo Langit bersikap kasar sama orang lain, ya karena ini mah nggak baik. Dan seterusnya. 

Ya, selalu ada alasan, memang. 

Emang nggak bisa diomongin baik-baik? Tenang gaes, marahnya gue jarang yang lepas kontrol. Marah gue adalah memberitahu konsekuensi yang akan dia dapatkan kalau tidak/ melakukan hal-hal yang bikin gue marah. Jarang sekali, marahnya gue dengan nada tinggi. Main tangan? Alhamdulillah nggak pernah. 

Urusan nangis? 

Percayalah. Sampai saat ini, orang yang paling  sering ngeliat gue nangis adalah Langit. Mungkin salah ya, karena akan jadi beban buat dia. Tapi nggak tau deh, orang yang paling tahu perasaan gue mungkin adalah Langit. Gue berharap dengan kejujuran gue akan perasaan gue, Langit akan bisa selalu jujur sama gue. Walaupun kadang sakiiiit saat dia bicara jujur tentang perasaan dia.


Well kiddo, life is not always like we want to be. Shit happens, but thats okay. Life goes on. 


Di usianya yang 9 tahun, gue hanya berharap semoga Langit jadi anak yang kuat, pemberani, jujur, toleran, berpikiran terbuka, dan nggak merugikan orang lain.


Selamat ulangtahun, Langit Kilau Pelangi. You are the sky of my universe :) 

1000

nenglita

Aquarian, Realistic Mom, Random, Quick Thinker, a Shoulder to Cry On, Independent, Certified Ojek Consumer, Forever Skincare Newbie.

4 comments:

  1. selamat merayakan tahun ke 9 sebagai ibuk..
    tembak confetti, bakar petasan, lepas merpati, undang barongsai,topeng monyet, ondel ondel, makan makan di mcD kumplit sama badut nya.

    selamat ya mba.. yakin banget deh pasti dah ngalamin banyak selama 9 thn ini. Rajin di tulis tulis ya, seneng banget deh baca nya <3

    ReplyDelete
    Replies
    1. Jangan pake badut, Langit kurang suka :)))


      Makasih tante... :*

      Delete
  2. selamat ulang tahun Langit!! semoga doa-doa mbak Lita diijabah Allah SWT, aamiin

    ReplyDelete