Kemarin sempat tweet mengenai dunia blogging yang belakangan
ini makin, ehm, apa ya? Jadi industri?
Dulu, duluuuu banget, blogging adalah salah satu cara
seseorang untuk bertukar kabar, bercerita, menuangkan isi hati dan pikiran,
serta mendokumentasikan perjalanan hidupnya. Tapi seiring berjalannya waktu,
entah sejak tahun kapan persisnya, blogging kemudian jadi salah satu media
beriklan. Brand berbondong-bondong untuk bekerja sama dengan para blogger.
Blogger menurut gue, adalah cikal bakal influencer
marketing. Di zaman keemasannya ((KEEMASAN)), blog awalnya buat nulis tentang
hobi atau preferensi minat masing-masing. Ada yang nulis beauty, fashion,
parenting, travel, masak, dan seterusnya.
Sejak internet ada di tangan, kita terbiasa untuk mencari
apapun lewat gadget. Baik masalah harga, reservasi, hingga review. Dari mana
review bisa kita dapatkan? Honest review, mana lagi selain para blogger?
Apalagi kalau hal yang kita cari itu belum digital friendly, alias belum punya
website atau diliput di media-media mainstream.
Contoh, sekolah anak gue. Enam tahun yang lalu, nggak ada
yang nulis tentang dia. Sementara sejak survei, gue udah beberapa kali nyebut
nama Al Fajri sebagai sekolah yang gue pilih dengan berbagai kelebihannya.
Alhasil, ketika lo browsing nama sekolah ini, blogpost gue bakal ada di halaman
pertama. Well, tadinya malah peringkat pertama, sebelum media mainstream
‘terjebak’ untuk menulis mengenai berita salah paham yang ada di sekolah kami.
Dari sini, kemudian gue lumayan banyak dapet DM/ email/
japri yang nanya-nanyain tentang sekolah ini dan menguatkan keputusan seseorang
untuk menyekolahkan anaknya di Al Fajri. Ya pastinya bukan karena tulisan gue
semata, lah, banyak pertimbangan lain yang sesuai dengan anak dan ortu yang
baca. Nggak mau klaim juga gue, haha!
Selain sekolah, iseng-iseng gue cek keyword review apa lagi
yang nyangkut di blog gue? Ternyata, review Hada Labo Mild Peeling Lotion.
Lumayan lah, masih di page pertama Google, walaupun gue bukan beauty blogger.
Lalu yang lumayan tinggi juga adalah keyword perpanjang SIM di Gandaria City,
serta fast track ke Dufan. Yah, begitulah.
Anyway, sudah cukup dimengerti lah, ya, kenapa blog gue
sebut influencer marketing?
Blog gue ini, udah 10 tahun usianya. Sebelumnya udah punya
blog sejak tahun 2004. Baru dapet duit dari nge-blog? Tahun 2013. Dan kalau lo
lihat di tab ‘sponsored’ blog gue ini, dikit banget konten bersponsornya.
Kenapa? Mungkin karena gue memang nge-blog karena senang
menulis dan berbagi hal yang kira-kira bermanfaat tapi juga personal. Makanya kalau ada ajakan ngeblog bersponsor pun, sebisa mungkin gue piliiiiih banget brand-nya. Gue pake nggak? Angle nulisnya gimana, ya? Story-nya mau diangkat dari mana? Dsb, dst. Buat gue, ini sama seriusnya dengan saat pitching kerjaan.
Mungkin juga karena platform lain yang formatnya pendek,
seperti Instagram, mulai populer, ya? Mau nulis review atau apa, cuma tinggal
upload foto, ketak ketik kalimat secukupnya, jadi deh. Sementara blog, kan,
biasanya ditulis dengan segenap perasaan serta disertai riset, jadi tulisannya
lebih komprehensif.
Di dunia yang serba digital sekarang, blogger malah jadi so
last year. Beralih ke platform yang lebih simple atau ke video sekalian.
Makanya banyak blogger yang beralih ke platform Instagram atau Youtube.
‘Profesi’ blogger kini berganti jadi selebgram atau Youtuber.
Suatu ketika, ada seorang influencer yang awalnya memang
besar di blog tapi kemudian menjadi Youtuber dan Instagramnya juga besar
followers-nya, gue tawarin kerjaan menulis blog. Kemudian dia bertanya, “Emang
masih ada yang baca blog?”
Gue bisa dengan percaya diri bilang, masih. Dari sudut
pandang creator (blogger, youtuber, selebgram, dkk), blogging memang cukup
makan waktu: experience-tulis-foto-publikasi. Beda sama IG, misalnya, di mana
kita bisa upload setiap saat tanpa harus mikirin angle penceritaan plus riset
mendalam mengenai sebuah hal.
"Males gue nge-blog lagi, dari Instagram juga udah
lumayan kok (penghasilannya)", kata seorang teman. Iya, bener juga sih.
Dengan effort yang lebih kecil, dari Instagram seseorang juga bisa dapet duit
yang (jauh) lebih banyak. Tanpa mengecilkan arti platform lain, ya. Tapi mari
kita akui bersama bahwa blogging effort-nya lebih besar.
Dari sudut pandang praktisi digital (ceile praktisi..
Maksudnya orang yang kerja di dunia digital), blog masih kepake dan perlu
banget buat meningkatkan SEO atau pencarian terkait brand kalian di Google.
Setiap brand pasti punya objective masing-masing dalam
mempromosikan brand-nya. Ada yang untuk awareness, product knowledge, SEO, dsb.
Sesuai dengan 'sifat'-nya, media sosial seperti Instagram, menurut gue lebih
efektif untuk awareness, untuk menyebarkan sebuah pesan/ campaign yang
dilakukan di periode pendek. Sementara blog, cocok digunakan untuk pesan/
campaign jangka panjang atau penulisan berjenis review. Ini mah analisis sotoy
gue aja ya, berdasarkan pengalaman.
Gue nulis ini karena keresahan sih. Ceile, resah. Resah
karena makin ke sini makin sulit cari blogger yang tulisannya jujur, bukan
semata-mata menulis sesuatu karena ada ‘tuntutan’ brand/ sponsor. Yah, ini mah
curhatnya orang yang suka cari blogger buat diajak kerja sama aja, sih. Haha.
Saran gue buat para blogger, kalau bisa nih, tetap menulis
walaupun tanpa sponsor, ya. Supaya apa? Supaya asik aja. LOL. Nggak ding, ya
supaya hakikat bloggernya tetap ada, dong. Kalo isinya konten sponsored semua,
udah gitu penulisannya juga plek-plekan sesuai rilis yang diterima, dengan
angle yang serupa, apa bedanya dengan media mainstream?
semangat, gaes! |
Selamat Hari Blogger Nasional, 27 Oktober kemarin, ya!