Friday, June 29, 2012

Today's Outfit: From Breastfeeding Fair

Ya ampyun, ini foto udah lama amat ada di folder external dan disia-siakan (yaeyalah, menurut ngana mau diapain?). Jadi hari itu, 2 Mei, Mommies Daily diundang menjadi salah satu BFF-nya AIMI yang ikutan berbagi cerita mengenai ASI. 

Seperti sudah pernah diceritain, Mommies Daily memang memiliki peraturan agak strict mengenai iklan atau kampanye yang berkaitan dengan aneka susu bubuk.  

Oh iya, saat diundang itu, gue berempat sama Amal, Affi dan Hani berbagi cerita tentang Mommies Daily Pregnancy Checklist, terutama mengenai pengalaman kami dalam hal per-ASI-an. Weit, maju ke panggung dong, weits, jadi rempong deh masalah baju. Klasik deh, masalahnya.

Setelah mikir-mikir, akhirnya ini yang gue pakai:
tengkyu @ondeymandey, potonya hits!
Shawl: random online store
Dress: Bluelabelstore.com
Shoes: random store
Bag: KS
Necklace: H&M

Sekian dan terimakasih :)

Oh iya, foto ini juga dipajang di Fashionesedaily, sebagai my one and only Face of the Day! Gile, #terhebat2012 buat gue :D


Thursday, June 28, 2012

Fair Play

Fairplay biasanya digunakan dalam bidang olahraga. Tapi tentunya disini gue ga mau bikin postingan tentang olahraga dan aneka pertandingannya.

Kalau ditelaah, fairplay juga bisa diaplikasikan dalam kehidupan. Gampangnya, inget kalimat "kalo nggak mau dicubit, jangan mencubit?". Nah, kalimat ini juga menggambarkan bagaimana fairplay dalam kehidupan.

Kadang, tanpa sadar kita sering melakukan hal-hal yang kalau orang lain lakukan ke kita, kita akan marah. Misalnya yang paling gampang, diomongin sama orang lain. Disitu pasti kita nggak akan nyangka, kok orang bisa-bisanya ngomongin kita, sih? Kalau mau ditelusuri, pasti kita juga sering ngomongin orang, kan. Mungkin yang kita omongin bukan mereka yang ngomongin kita. Tapi intinya sama aja, toh? *tetot, mengulang kata 'kita'*

Atau, di dunia kerja. Karya, ide, usul kita diklaim sama rekan kerja. Mungkin kita nggak pernah melakukan hal itu, tapi mana tau tanpa sadar kita pernah menyadur karya orang lain, mengambil sebagian ide orang lain, dan lain sebagainya.

Nggak tau deh, dalam hal beginian, gue percaya sama karma. Eh, kalo dibilang percaya sama karma kok kesannya syirik, tapi sungguh, gue percaya berbuat baik akan menuai kebaikan dan berbuat jahat menghasilkan keburukan.

I'm not a saint, of course. Masih suka ngomongin orang, judesin orang, berpikiran buruk tentang seseorang, dan banyak lagi keburukan dalam diri. Belajar berhati bersih, atau minimal ber-husnudzan itu memang sulit.

Atau sama pasangan. Ada yang cemburuan disini? *angkat tangan sendiri*. Gue bukan jealousan, sih, tapi berhubung gue terlalu suka baca buku atau film drama, jadi kadang suka kebanyakan motif. Terlalu kreatif gitu :D

Nah, kalau sama pasangan, sih, gue lebih menerapkan konsep cermin dimana kalau kita menghadap cermin, pasti bayangan di cermin akan menghadap ke kita juga. Tapi begitu kita berbalik dari cermin, yang ada di cermin pasti akan berbalik. Konsepnya mirip fairlay, tho? Kalau kita nggak mau bayangan itu berbalik, maka sebaiknya kita jangan berbalik :)



Masalah jahat kejahatan juga gitu. Gue pernah marah sama Igun kalau dia nggak khawatir kalo gue balik malam atau apa gitu. Gue bilang, "kamu nggak khawatir apa, istrinya ntar diapa-apain orang?" Pede banget ya, gue, bakalan diapa-apain, hihihi..
Jawabna, "Kamu balik malam kerja, kan? Cari uang itu kan ibadah. Kerjaan kamu juga halal, kenapa kamu harus takut? Selama kita nggak jahatin orang, insyaallah orang nggak jahat sama kita". Yap, it came from my husband's mouth. Nggak percaya kan? Hehehe...

Gue pikir-pikir, ada benernya juga. Alhamdulillah, selama ini balik semalam apapun, cuek aja naik angkot eh atau sekarang demi kecepatan waktu, naksi. Naik angkot kemanapun juga sejauh ini aman-aman aja. Mudah-mudahan karena memang niat gue baik, ya, untuk kerja, cari uang. Sisanya? Ya kita serahkan diri sama Yang Di Atas :)





Tuesday, June 26, 2012

From Online To Offline


Semakin canggih jaman, pertemanan nggak hanya harus tatap muka, tapi juga di dunia maya. Kalau beberapa tahun yang lalu, ketemu teman biasanya “oh teman SD, SMP, arisan sekolah, les, kursus, dst dsb”. Kalau sekarang makin luas, bok.

Teman multiply, forum, facebook, blogger, twitter, dst dsb...

Nggak heran kalau kita sering merasa fenomena dunia menyempit, karena bisa-bisa setiap 10 orang asing ada 7 yang tersambung dengan kehidupan kita.

Jelek nggak sih, ini?

Menurut gue sih, malah menyenangkan. Kebetulan, walaupun gue pemalu dan jarang bisa langsung akrab sama orang baru, tapi gue cukup senang kalau ketemu sama komunitas baru. Naluri wartawan nan kepo biasanya sangat membantu, karena jadi ngobrol deh :D

Nah, cukup banyak keuntungan yang gue raih dari dunia maya ke dunia nyata. Salah satunya, ya pekerjaan gue di Mommies Daily ini. Awalnya, tahun 2007, gue lagi browsing-browsing untuk salah satu program tv perempuan yang gue kerjain, eh nyangkut di forum fashionesedaily.com (dulu, sekarang jadi femaledaily.com). Beberapa kali browsing mengenai perempuan, cukup sering nyangkut kesini. Gue jadi buka-buka thread-thread yang ada, eh kok, kayanya seru. Sampe akhirnya rajin buka-buka (doang) dan akhirnya register as member pas nemu thread cek & ricek alias thread gosip! Hohoho, jadi gue adalah satu-satunya member FD yang register bukan karena make up, skin care atau tas/ sepatu, melainkan karena gosip.

Sejak itu, kayanya tiada hari tanpa buka FD. Mulai kenal sama member forum lainnya, tapi gue ga pernah ikut gathering, karena memang dulu biasanya gathering lenongan mulu, hihihi, eike bengong dong! Perdana ketemu sama anak-anak FD pas gue hamil, di Citos, itu pas Ragil (Staragilite) mau berangkat ke Kanada. 
Kiri- kanan: Indrya, Amy, Cankir, Chekka, Ijoli, Gue, Chelinx, Alya, Tjepi. Citos, 2008

Tahun 2009, Vanya yang udah kerja tetap di FD cerita-cerita tentang mau bikin situs parenting dan ngajak gue untuk nulis-nulis disana. Terus ga lama, Affi juga menghubungi untuk gue nulis-nulis buat MD, tentu gue mau dong. Jadilah, sejak MD pertama muncul, gue udah nulis disini. Sampe pas gue lagi suntuk sama kerjaan gue di agency, Hani tau-tau muncul dan nawarin mau nggak full time di MD. Long short story, sejak November 2010 gue full time deh, di Mommies Daily.

Bekerja yang bidangnya di dunia maya ini membuat gue semakin punya banyak kenalan yang cuma kenal di forum atau twitter. Nah dari dunia maya, nggak lengkap rasanya kalau nggak nyambung ke dunia nyata alias kopi darat.

Disini nih, berbagai keseruan terjadi. 

Yang di twitter cerewet, ternyata pas ketemu kalem
Yang di twitter judes, ternyata pas ketemu manis
Yang di twitter sering ngeluh, ternyata rajin sholat
Yang di forum sering nanya, ternyata punya pengetahuan lebih
Yang di forum rajin FOTD, ternyata sehari-hari jarang dandan
Yang di twitter ngaku gendut dan rajin diet, taunya langsing
Yang di twitter keren, ternyata aslinya juga *ini gue banget- timpuk bakiak*

Banyak yang bilang, dunia maya jangan dibawa ke dunia nyata. Misalnya, nggak temenan di facebook, bukan berarti nggak temenan di dunia nyata kan? Lah banyak temen gue nggak temenan sama suami/ pasangan mereka di facebook.

Alhamdulillah, sejauh ini gue belum pernah merasa dirugikan dengan bergaul di dunia maya. Malahan dapat teman baru, misalnya emak2 Bekasi yang tadinya kenal di forum/ twitter, jadi rajin mengoyen di weekend sore.
Salah satu sesi dimana Indah bikin tutorial di tengah2 foodcourt :p

Yang nggak kalah penting lagi, buat diri gue, dapet aneka pelajaran dalam kehidupan yang bisa gue lihat di timeline twitter setiap harinya. Belajar bersyukur lihat mereka yang rajin ngeluh. Belajar kritis melihat mereka yang pintar. Belajar mawas diri kalau ada twitwar. Belajar menahan iri kalau ada yang sukses. Belajar pura-pura ga baca timeline-nya @adadiskon. Belajar cari jalan keluar kalo @infoll udah bilang macet dimana-mana. Banyak banget, kan? :D



Monday, June 25, 2012

Signature Pic *ceile*

Gue ini tipenya agak pemalu. Eh serius, jangan protes dulu. Pemalunya yaitu, agak kurang nyaman difoto oleh orang lain. Semacam bingung mau begaya cemana.

Suka ngeliat blog-blog pribadi gitu, fotonya keren-keren amatan. Atau di FD deh, gue lebih suka motoin. Ada beberapa TO gue disana, tapi itu memang karena tugas :D

Alhasil kalau mau mejeng, ya foto sendiri, deh! Caranya? Didepan kaca, walaupun jadinya kadang muka ketutupan kalau pas kameranya nggak live view :D

Makin susah aja poto karena ada bocah masuk-masuk ke kaki -___-
Ini kacanya boleh dibawa pulang?
Nah, ini pun :D
nah kan, colongan :p
Ini avatar twitter :D
banyak juga yak :D
Banyak juga yak, ternyata poto macam ini :D
Kalo gue udah berani mintain foto sama seseorang (foto sendirian, ya, kalo rame-rame mah, banci tampil bener), berarti gue nyaman sama dia. Ribet ye, idup gue, tinggal poto doang gitu :D


Saturday, June 23, 2012

Cuti Hamil

Baru-baru ini Pak Dahlan Iskan, Menteri BUMN, menyarankan untuk karyawan BUMN mendapatkan cuti hamil selama 2 tahun. Di detik.com sampai dibikin semacam voting, pro atau kontra.

*kesalahan tengah malam, besok ada event pagi, bacain +/-290an komentar satu-satu*

Mau bikin pro kontra-nya ala gue, ah.
Pro:
- kewajiban ibu dan hak anak mendapatkan ASI menjadi lebih terjamin. Nggak ada alasan, ASI ga cukup untuk stok selama si ibu kerja.
- tumbuh kembang anak berada di tangan yang tepat, yaitu si ibu sendiri.
- ibu bisa full konsentrasi mengasuh anak
- di salah satu negara (mohon maap, gue lupa persisnya, kalo ga salah Finlandia), Ibu Elly Risman pernah cerita bahwa pendidikan disana sangat maju. Hal ini karena perempuan hamil dapat cuti hingga 3th (mohon koreksi, ya, kalau ada yang tau kepastiannya). Menurut bu Elly, dengan waktu anak yang lebih banyak dengan ibunya, maka anak lebih gembira sehingga otaknya mampu menyerap informasi/ edukasi lebih banyak.

Kontra:
- cuti 3 bulan aja banyak pekerja yang pas masuk kerja lagi dapat kerjaan setumpuk, apalagi 2 tahun? :D *curcol*
- dunia semakin cepat berputar, dalam 2 tahun pasti banyak banget hal yang berubah
- di satu negara lagi (lagi-lagi gue ga terlalu pasti ingatnya, kalo ga salah Norwegia) kedua orangtua mendapat cuti bergantian selama 18 bulan/ 2 tahun gitu deh. Jadi ga hanya ibu yang dapat cuti, tapi ayah juga.
- di salah 1 komen ada yang bilang, kalo anaknya 5 berarti cuti bisa sampe 10 th dong? :D

Udah, kepikirannya cuma segitu doang :))

Mau bahas di poin ketiga dari kontra gue, ah. Hal ini jauh lebih bagus sih, karena yang dimaksud dengan cuti hamil, menurut gue bukan untuk pemulihan diri si ibu, tapi lebih kepada pengasuhan/ bonding orangtua kepada si anak. Masalah pengasuhan kan bukan jamannya lagi diserahkan ke ibu, tapi juga ayah.

Lagi-lagi teringat kata Ibu Elly (oh yes, I remember almost everything she said), Indonesia is a father-less country. Coba lihat, dimana-mana, kebanyakan anak-anak Indonesia lebih sering berinteraksi dengan perempuan di awal kehidupan mereka. Ibu, pengasuh, guru playgroup/ TK, nenek, suster rumah sakit, dst dsb.

Tentu ga ada yang salah dengan hal ini. Perempuan memang insting pengasuhannya lebih tinggi dibanding laki-laki. Walaupun memang, banyak juga yang pihak ayah/ kakek yang mengasuh anak, tapi gue rasa ga sebanyak yang diasuh perempuan, ya. Salah satu contoh kakek gue almarhum, beliau lebih ngurus kami cucu-cucunya/ anak-anaknya dibanding nenek gue.

Bisa dibilang, walaupun perempuan memang kebanyakan by nature mengurus anak, tapi ada perbedaan signifikan dalam hal pengasuhan dengan laki-laki. Yang gue alami, nih, sama bokap dulu masih kecil gue bisa main dengan bebas. Nah, ini jadi teringat sama Ibu Najeela Shihab, yang bilang kebanyakan laki-laki memang menerapkan permainan untuk bonding sama anak/ cucunya. Dari bermain ini, banyak hal bisa dieksplor untuk mengenal anak, jadi bisa memahami karakter anak. Jadi buat para ayah, jangan berhenti/ sungkan untuk main sama anak-anaknya, ya *ngomong sama IgunN*

Ternyata kadang perempuan sendiri yang suka 'menghalangi' campur tangan kaum laki-laki dalam pengasuhan. Misalnya, "kok nyuapinnya begitu, sih?", "jangan digendong begitu, dia ga betah", "kenapa pakein bajunya yang ini, kan ga matching", daaaAan banyak lagi :D ucapan-ucapan kaya gini, yang sering bikin para ayah (mungkin) jadi, "ah ya sudahlah, kalo gitu gue main aja, ga ngurusin".

Nah (lagi), jadi inget kata nyokap gue yang suka bilang, "ah orang laki kan ga tau ngurusinnya, makan, mandi, segala macam, taunya cuma pas udah beres terus ajak main, deh!". Tanpa sadar, mungkin kita sendiri yang mengondisikan keadaannya seperti itu.

Sekarang sih, kalau gue lihat di dunia maya, laki-laki yang peduli sama urusan 'rumah tangga' udah cukup banyak, ya. Misalnya, kalau seminar parenting atau kesehatan, banyak sekali gue ketemu ayah-ayah yang ikutan menyimak serius.

Sahabat-sahabat gue yang lelaki pun sering bbm/ telpon gue untuk tanya mengenai kesehatan anaknya, ASI istrinya, atau behavior serta milestone anak. Gue bangga banget, deh, punya sahabat-sahabat yang peduli sama urusan 'domestik'!

Balik lagi ke masalah cuti hamil 2 tahun. Gue pas awal tau cuti hamil 3 bulan, sempat bilang "gile, gue ngapain aja 3 bulan ya? Mudah-mudahan ga bosen". Dan ternyata diaminin. Ga baby blues, ga ada keluhan berarti, dan 3 bulan berlalu begitu cepat. Pas cuti hamil kelar, antara berat tapi excited balik lagi ngantor.
Ada beberapa teman/ kenalan yang malah resign sebelum balik lagi ngantor. Entah karena nggak bisa ninggalin anak atau karena keenakan mengasuh anak.

Itu baru 3 bulan, dimana bayi usia segitu biasanya belum terlalu bisa diajak main. Kebayang nggak, kalau 2 tahun? Anak kita udah bisa jalan, ngoceh, diajak ngobrol, dan banyak lagi! Pasti makin berat ninggalinnya untuk full time ngantor, kan?

Nanti yang ada ga ada lagi wanita karir, karena banyak yang memilih lanjut stay dirumah. Apa jangan-jangan hal ini untuk semakin memperkuat posisi patriarki di Indonesia? *parno kelebihan*

Jadi Pak Menteri, saya setuju 2 tahun cuti hamil, tapi bagi-bagi sama suami, gimana? Setuju, ya?
sent from my Telkomsel Rockin'Berry®

Monday, June 18, 2012

Pentas Akhir Tahun

Dulu jaman sekolah, gue seneng banget sama yang namanya pentas akhir tahun. Kenapaaa? Karena saatnya aku tampil di panggung! Yup, gue emang banci tampil jaman kecil (pas udah gede jadi pemalu- uhuk). Segala panggung sekolah, sampe 17-an Agustus pasti gue tampil :D

Nah, kemaren Langit pentas akhir tahun sekolahnya di Horison Bekasi (gaya bener sekolahan jaman sekarang, dulu SD gue aja cuma di lapangan sekolah -___-

Sebagai emak-emak yang merasa dulunya banci tampil, gue mencoba menularkan ini dong, ke Langit. Untungnya, Langit seneng kalo gue minta dia ngulangin gerakan tarinya dirumah. Menurut guru kelasnya juga, Langit udah pinter ikutin gerakan nari sesuai sama musiknya. Hore!

Hari Minggu pagi, kami sudah bangun. Igun belum sih, gegara nonton Euro, jadi bangunnya siang melulu. Tapi dari malam sebelumnya udah bolak balik gue ingetin bahwa besok harus bangun pagi dan jangan sampe berantem cuma masalah bangun pagi doang, hehehe...

Di TKP, orangtua murid nggak boleh ikutan ke backstage. Jadi gue bener-bener clueless anak gue bakal pake baju apa, bakal rewel apa nggak. Cuma taunya Langit suka bilang, "pake topi yang ada kodoknya". Gurunya juga bilang sih, pake kostum kodok. Tapi penasaran kan ye, bentuknya macam apa. Untung ada penyelundup @adityamoetiara yang berhasil motret Langit dan ngirimin ke gue *cium Moeti*
Sang Kodok siap beraksi :D

Tunggu punya tunggu, lama bener giliran kelasnya Langit tampil *ya iyalah, yang diduluin kan anak-anak TK yang wisuda, kale*. Akhirnya operet yang judulnya 'Jangan Takut Gelap' itu dimulai. Jadi ceritanya ada keluarga beruang, ayah-ibu-anak, mau tidur, tapi anaknya sebelum tidur dengar aneka bunyi-bunyian hewan sekitar. Mulai dari burung hantu, tikus, serigala sampai si kodok. Lucu banget lihat anak-anak ini pada jogedan.
Belum giliran Sang Kodok muncul, baru aja tikus-tikusnya masuk, eh Langit tau-tau muncul sambil lompat-lompatan sendiri! :)) Nggak sabar pengen tampil, dia, rupanya! Nah, pas lagu Sang Kodok sih, dia agak ga terkontrol, gegara gempita sama lommpat-lompatan. Hihihi..
Begitu giliran lagu Kakak Tasya, Jangan Takut Gelap, kebetulan dia ngefans banget sama Tasya, baru deh menari dengan semangat paling depan :D

"berdoalah sebelum kita tidur, jangan lupa cuci kaki tanganmu..

"sang kodok eh, eh, sang kodok.."


By the way, jadi biasanya acara sekolah Langit, Igun jarang ikut, kan. Nah kemaren dia ikut, otomatis kamera dia yang pegang. Lalu, #terigun2012, abis Langit kelar pentas, dia nyamperin gue dan ngomong, "Ini Langit bukan?" sambill nunjukin hasil foto-foto di kamera -___- Untung aja, bener, kalo salah cemanaaaa......? :))
 
Oh iya, yang paling hebat sih, guru-gurunya deh! Aselik. Mereka udah stand by di hotel (dibukain kamar) sejak Sabtu, terus malamnya itu ballroom-nya kan dipake sama SMA untuk prom night samp jam 11, jadi mereka baru bisa dekor-dekor setelahnya. Gue sempet nanya sama guru kelasnya Langit, sempat istirahat berapa lama, "Aduh, saya belum tidur ini, Bu..".

Gile ga sih, udah ga tidur, terus ngadepin anak-anak usia 3-5 tahun lebih dari 10 orang, dan anak orang! Hadeeeuh, gue kalo kurang tidur ngadepin anak sendiri aja suka kurang kesabarannya :(
Guru itu pekerjaan mulia, bener. Tapi guru PG-TK itu kerjaan paling mulia di seluruh muka bumi, deh!


Saturday, June 16, 2012

Sandang, Pangan, Papan


Tadi siang baru mengunjungi rumah sepupu gue yang selamatan rumah barunya. I’m so proud of him! Alhamdulillah, satu persatu teman, sahabat, kerabat angkatan gue punya rumah. Mungkin ini hal yang standar, ya, tapi dalam keluarga dan inner circle gue yang menganut asas sandang pangan papan, hal ini merupakan kebanggaan.

Mengikuti pelajaran jaman sekolah, sesuai urutannya adalah sandang yaitu pakaian. Entahlah, dibesarkan di keluarga yang sederhana, bikin gue merasa 'yang penting ada baju'. Mengikuti trend nggak jadi kebutuhan (padahal kemaren baru aja bikin blogpost tentang pengen sepatu baru, haha). Sejauh ingatan gue, gue dan kakak gue sangat jarang dibelikan pakaian bermerk tertentu yang harganya ratusan ribu rupiah. Dan sepanjang ingatan gue (yang sayangnya suka pendek ini), nyokap ga kaya gue sekarang, bisa sesuka-sukanya beliin baju kalo lagi jalan-jalan ke mal atau ke pasar. Jaman kecil, kalau lebaran tiba, baru saatnya kami diizinkan beli baju lebih dari satu.

Pas udah kerja dan punya duit sendiri, gue sama kakak gue baru deh bisa jor—joran beli baju sendiri. Itu pun, karena memang belajar dari nyokap yang smart shopper, alias seringan beli baju unbranded yang penting kualitas, jadi teteub sih, sayang kalo beli baju yang agak mahal. Pengakuan nih, gue kalo beli baju, sepatu, tas bermerk, selalu pas lagi sale. Bahkan jika itu ‘cuma’ Mango atau Zara, atau bahkan baju-baju di depstore macam Metro, Sogo dan kawan-kawan. Designer items? Jangan harap, deh! Sayang bener, ngeluarin diatas 1 juta untuk barang yang butuh buat sehari-hari gitu. Apalagi gue sadar diri, orangnya cukup jorok dalam memakai barang. 


Pun untuk anak, merk-merk macam Gap, Zara, Mothercare, Crocs, itu selalu gue belinya pas sale. Ya sih, memang kaya sepatu, ada yang gue beli dengan diskonnya hanya 20%, tapi yang penting diskon, neik! Ogah bayar full price :D Yah selain alasan diatas, anak-anak kan cepet besar, ya… sayang aja kalau kepake cuma beberapa bulan (meratapi jumper Mothercare).

Pelit?  Mungkin bakal ada yang bilang gitu. Alibi gue, gue bukan orang yang ngikutin trend dan memang tidak dibesarkan di lingkungan yang mementingkan brand dalam penampilan. Walaupun juga Alhamdulillah cukup well informed untuk tidak menggunakan barang KW atau sejenisnya. Pokoknya, modis-lah = MOdal DISkon!

Pangan yaitu makan. Kebetulan gue dilahirkan dengan taste makan yang biasa-biasa aja. Nggak ada referensi tertentu untuk makan. Jadi, apa yang ada bakal gue makan. Nggak pake ribet, nggak pake banyak request, buat gue (mungkin) makan hanyalah salah satu kewajiban memenuhi perut supaya nggak lapar.

Papan, tempat tinggal. Nah ini agak crucial, baru bisa diwujudkan ternyata pas udah nikah dan punya anak. Pokoknya, entah dari siapa yang membentuk pola pemikiran ini. Bagi gue, setelah menikah, punya rumah sendiri itu wajib. Alhamdulillah juga, dikasih jodohnya yang sepemikiran.

Tahun 2007 nikah, tepat setahun udah bisa beli rumah. Beli rumah, bisa dibilang tingkat kesulitannya mirip-mirip sama nyari jodoh dan asisten rumah tangga. Cocok-cocokan. Perjalanan mencari rumah gue udah kaya sinetron, berliku dan penuh drama. Ada kali 10 rumah dilihat, tapi nggak juga jadi. Ada yang sertifikat hilang, rumah warisan, keduluan bayar DP sama orang lain, rumahnya bekas melihara banyak binatang, dst dsb. Oh iya, fyi, gue cari rumahnya yang 2nd, soalnya biar bayar DP-nya bisa nego sama si yang punya rumah.

Minggu lalu ada Mbak Prita Gozhie dating kekantor, kasih sharing session tentang perempuan dan belanja. Salah satu pertanyaannya, “barang apa yang bisa bikin lo spend banyak uang?” (kira-kira demikian). Namapun cewek semua, jawabannya berkisar antara baju, sepatu, tas, make up, dsb. Pas giliran gue, gue bingung mau jawab apa. Lalu gue jawab, buku.

Eh, bukannya sok pinter atau sok iye, gitu ye, tapi memang beneran. Gue nggak birahi-birahi amat sama sepatu, tas, baju (tentu senang belanja, tapi gue browsing pakaian tergantung dari harga sih, bukan model/ brand, jadi batasan budget selalu jadi yang pertama). Cuma buku yang gue beli nggak berdasarkan harga. Walaupun nggak menutup kemungkinan, belanja buku banyakannya di pul pas book fair atau pas ada pameran-pameran buku.

Alasan ekonomi-kah ini? Ah nggak juga ya, dari single atau pas jadi millionaire (lebay) pasca lay off AKV, gue tetap belanja tas, baju, sepatu berdasarkan budget. Mungkin karena memang nggak terlalu nafsu amat terhadap satu barang tertentu, ya.

Mbak Prita sempat share cara berpikirnya kalau mau belanja “Mendingan gue beli…… daripada uangnya gue beliin….”.

Jadi misalnya, “mendingan gue beli reksadana daripada uangnya gue beliin tas” #pencitraan, hihihi…

Gue mah nggak mau nyalahin atau judge siapa-siapa yang seneng belanja. When you like it, just go with it. Yang penting nggak merugikan orang lain. Maksudnya, jangan sampe kaya cerita salah satu teman gue yang pernah nggak bayaran sekolah gegara uang sekolahnya dibuat belanja tas sama emaknya x_x 

Selama masih ada budgetnya, nggak bikin anak lo nggak sekolah, nggak bikin suami makan indomie setiap hari, nggak bikin tunggakan KPR, masih punya dana darurat, nggak bikin lo mikir “kalo beli ini nggak bisa beli itu”, yah belanja lah! Uang kan alat pembayaran yang sah, kalo disimpen nggak beranak (kecuali kalo diinvestasikan, ya, ini mah lain cerita), dan kalo mati juga nggak dibawa mati :D

Mau urusan belanja lo ntar di cap social climber kek, copy cat selebriti kek, buang-buang duit kek, ya terserah dong. Kan duit-duit elo, asalkaaaaaaaan…. Kembali ke paragraph diatas. Paham kan, ya, maksud gue? :D

Eh gue baru sadar, dari sandang, pangan, papan, terus biaya pendidikan masuknya kemana ya?
 

Pencarian Ankle Boots

Pasti banyak lah ya, yang jual ankle boots. Tapi gue cari modelnya yang simpel dan tentunya harga, cyin, hargaaa....

Gue selalu suka sama sepatu yang tingginya sampai diatas mata kaki. Converse, udah pasti. Nah, ankle boots ini ada 2 biji, belinya di random store pulak. Jadi harga ga masyalah eh ndilalah untuk kaki gue yang nggak rewel ini juga asik-asik aja.

Googling punya googling, nyasar ke website ini. 
Tapi udah gue order via web mereka dan email juga serta sms, belum ada respon T_____T padahal udah naksir banget dan cari di OLS lain ga ada yang menarik. Ini beberapa sepatunya gue 'colong' dari website mereka:



Tumbenan nih, gue naksir barang sampe gue bikin postingannya -___-
Gemes sekali sama OLS yang dihubungi tapi ga ada responnya. Lah, niat jualan apa kaga sik sebenernya?
Huff....

Oh iya, ada lagi naksir sama Cotton On (ini sebenernya ga naksir-naksir amat, tapi karena sale jadi cuma 5Aud, jadi 'terpaksa' naksir:


Ada yang mau dititipin nggaaaaak? :D

Friday, June 15, 2012

Jangan Buang Sampah Sembarangan!


Dunia ini kayanya penuh dengan berbagai isu yang penting untuk dibicarakan dan didahulukan. Mulai dari isu lingkungan, anak jalanan, ASI, RUM, vaksinasi, mencintai hewan, kemacetan, politik, seni, apalagi ya? Banyak banget kan?
Tadinya mo bikin dalam 1 blogpost, tapi pas nulis tentang isu lingkungan kayanya bakal panjang banget kalau semuanya dijadiin satu. Yawis, kita bicarakan tentang Isu lingkungan dulu ye..

Dimulai sejak tahun 1960an. Kalau dari beberapa bahan yang gue baca, mencapai kesimpulan bahwa selain usia bumi yang sudah semakin tua, peran serta manusia dalam merusak lingkungan sangat besar.

Nggak usahlah gue bicara yang susah-susah macam industri yang semakin maju, sehingga menghasilkan limbah yang juga banyak. Dari yang kecil-kecil, misalnya buang sampah sembarangan. Di Jakarta, pemandangan sungai/ kali dengan sampah menumpuk itu udah biasa banget. Saking biasanya, jadi yah udah dianggap aja angin lalu. Sampah-sampah ini banyak yang berasal dari sampah rumah tangga, terutama dari orang-orang yang tinggal di bantaran sungai tersebut.

Kalaupun si sampah ini dibuang di Tempat Pembuangan Sampah (TPS), tau nggak sih, seberapa banyak sampah yang ada di Bantar Gebang? Gue pernah motret didaerah sana, gile, sampahnya udah kaya gunung bok! 
Ini foto gue googling, foto pribadi waktu itu masih pake analog jadi ga ada datanya. Ternyata, ini foto punya kameramen jaman di Astro, Yanto alias Antobeng :D

Pas motret, kami dipinjemin sepatu bot karet oleh petugas disana, ada 1 temen gue ga mau pake, pas lagi asik motret, sendalnya kejeblos dan bikin dia males bawa pulang. Atau salah satu reporter gue pas riset mengenai anak-anak disana, begitu pulang dari sana bajunya nggak mau dia pake lagi, karena baunya nempel!

Pernah inget juga beberapa tahun yang lalu, TPS di daerah Jawa Barat ada yang ‘meledak’ sehingga ‘gunung sampah’ ini longsor dan ada nyawa yang jadi korban.

Barusan di antaranews.com gue baca, masyarakat Bantar Gebangmenghadang truk sampah yang masuk, karena sampah tersebut sudah mencemari air tanah masyarakat yang tinggal disana. Nggak usah ngebayangin masyarakat Bantar Gebang kebauannya kaya apa, sepupu gue ada rumahnya masih beberapa km darisana, bukan di Bantar Gebangnya, itu aja kalau ada angin, baunya nyampe lho! Serius, gue sudah membuktikannya.

Gue bukan aktifis lingkungan, sih, ya. Masih sering juga nggak membedakan mana sampah basah atau kering kalau dirumah. Tapi gue rasa nggak ada salahnya kalau kita sama-sama mengurangi pemakaian segala hal yang sekali pakai, ya nggak sih? Bukan demi tukang sampah, bukan demi anak-anak yang bekerja memulung sampah, tapi demi bumi dimana kita hidup dan cuma satu-satunya ini.


Wednesday, June 13, 2012

Aku adalah...

Anak gembala, selalu riang serta gembira....



Yak, silakan nyanyi dengan riang gembira dulu, ya :D

*gue jadi lupa deh mau cerita apa*

Oh ini, selepas gue kerja di PH, gue suka kesulitan mendefinisikan bidang kerja gue. Waktu di Astro, salah satu senior produser memperkenalkan dirinya "Kalo saya sebelumnya di film, pak", terus pas giilran gue, gue bingung. "Saya sebelumnya, umm..." <---- bengong cengok ga tau mo nerusin apa.

Wartawan?
Gue bukan mereka yang turun ke medan perang atau at least ngeliput pas demo. Terhebat dalam sejarah peliputan gue palingan pas ke Bali naik Hercules beberapa hari pasca Bom Bali, itu pun karena beberapa artis dari Jakarta mau konser perdamaian disana. Maklum, wartawannya untuk infotainment ;)

Pekerja televisi?
Kalo ditanya masalah tekhnis pasti gue bakal gelagepan. Suka lupa bedain kino flow atau red head, final cut pro atau avid, dst dsb. Tapi kalo dalam pelaksanaannya, insyaallah bisa (baca: ga mau jelek-jelekin cv dong ah). Gue memang nggak into hal-hal tekhnis, ikut lighting workshop, directing workshop, hayu aja terus lupa istilah tekhnis atau perangkatnya. Tapi kalau disuruh bikinin program tv, kau tinggal sebutin mau durasi berapa, ditujukan untuk siapa, formatnya apa, jadi dah! Lagipula sebelumnya gue di PH juga, dipandang sebelah mata lah sama mereka 'sang jago' dari stasiun televisi *nyengir kecut-padahal kalo mau diadu, hayuk mari*

Penulis?
Nah, ini nih, menurut gue yang bisa dikatakan penulis adalah mereka yang sudah memiliki karya berupa buku atau karya tulisannya dimuat di surat kabar ternama di kolom sendiri (macam caping alias catatan pinggirnya Goenawan Mohamad) atau mereka yang tulisannya memengaruhi kehidupan orang banyak dan diingat sepanjang hidupnya seperti RA Kartini dengan Habis Gelap Terbitlah Terang (jadul amat contohnya, yak).
"Kan elo udah nulis bukunya Mommies Daily, Lit?"
Ya sih, tapi itu keroyokan dan atas nama Mommies Daily, kan. Bangga, ya pasti bangga dong! Ngerjainnya susah payah, tuh *lebayatun*. Makanya senang banget kalau ada yang baca dan merasa buku itu berguna bagi mereka ^_^
Oh iya, satu lagi, gue juga belum merasa tulisan gue bagus dan menginspirasi orang lain sih. Beneran deh, bukan merendahkan diri meninggikan mutu lho, ini, ya. Karena menurut gue masih banyak banget orang yang tulisannya JAUH lebih bagus dan gue suka wondering "bisa nggak ya, gue menulis kaya gitu". Hal ini bikin gue suka mikir juga, apa mungkin gue bisa menghasilkan tulisan dimana orang lain komentarin seperti gue mengomentari tulisan itu? (tetoott.. mengulang kata komentar!)

Pekerja kreatif?
Dalam bayangan gue, pekerja kreatif itu jago motret, desain, gambar, sketch atau bikin story board. Lah gue boro-boro desain, sketch aja kaga bisa! Kayanya dengan semakin besar Langit, gambarnya dia jauh lebih bagus daripada gambar gue :D

Jadi kalo disuruh mendefinisikan bidang kerja gue itu apa, gue juga bingung sih.Disuruh nulis melulu, rindu sama dinamisnya syuting. Tapi kalo disuruh ngomong tekhnis, a-a-u-u *toyor kepala sendiri*. Jadi maunya lo jadi apa sih, Lit? Hah? Hah? Hah?!




Tuesday, June 12, 2012

Working in a men's world

Mulai minggu lalu, Affi mewakili Female Daily siaran di U FM 94,7 sama Moza Pramita tiap Kamis pagi. Nah, topik pertama kemaren adalah 'working in a men's world'. Sambil dengerin kemaren gue beberapa kali kaya yang mau interupsi isi pembicaraan gitu :D

Iya, gue memang bukan yang kerja di lapangan banget, seperti engineer atau apa lagi sik, yang kerja berat khas laki-laki gitu? Tapi kebetulan dari dulu lingkungan kerja gue kebanyakan laki-laki. Kameramen, editor, produser, bos, driver, PA, Unit, hampir semuanya laki-laki.

D blogpost Gue dan Lelaki, gue cerita bahwa dari kecil memang lebih dekat dengan sepupu yang laki-laki, lalu jaman SMA pun ngegeng sama laki semua. Semua hal ini bikin gue lebih mudah 'blend' dengan lingkungan lelaki. Kalaupun ada perempuan, kebanyakan mereka yang memang bekerja di lingkungan lelaki juga jadi kaya laki deh!


Beberapa hal yang gue pahami dari bekerja dengan lingkungan laki-laki: 
  • Berpikir taktis, semuanya harus mudah dipraktikkan, nggak hanya indah dikatakan. Misalnya, memilih bintang tamu. Dulu pas diskusi kreatif tema yang keluar adalah seleb dan infotainment, pengen undangnya mbak LM dan CT (jauh sebelum video sama AP keluar, ya). Ternyata LM nggak mau kalo ada CT begitu juga sebaliknya. Padahal kan bakalan oke berat kalau mereka berdua tampil satu frame, tapi ya karena susah menyatukannya, daripada basi, mendingan ganti tema dan narsum yang lebih masuk akal.
  • Menilai seseorang hanya dari karya, bukan pribadi atau bahkan cara berpakaian. Di Sariayu, selantai lelaki semua, gue doang yang perempuan. Mana peduli mereka gue mau pake baju macam apa, yang penting copy packaging jadi 2 jam lagi! Haha!
  • Saat bilang “hayo” ya, maksudnya hayo, jalan, berangkat, lakukan sekarang.
  • Mencari solusi jika ada masalah, bukan mencari tau duduk permasalahan. Biasanya kalau solusi sudah dijalankan, dan udah beres baru deh nanyain akar permasalahannya. Misalnya nih, ada trouble dengan narasumber waktu syuting (nggak jadi datang atau meninggalkan set ditengah-tengah live- iya, ini pernah kejadian pas mbak RA jadi bintang tamu), gue prefer mencari solusi dulu supaya di layar tetap bagus acaranya, instead of cari tau kenapa RA cabut. The show must go on, right? 
  • Nggak mempermasalahkan hal kecil. Misalnya, meeting pakai baju apa (yang penting ga kucel, nggak pake sendal jepit, dan ga bau badan), mau makan apa pas begadang ngedit (hellow, masih ada warung makan deket kantor yang buka jam 3 pagi aja udah untung), dst dsb.
Ada kerugiannya? Ya pasti, misalnya nggak ada teman buat bahas tas yang dipake si artis A palsu apa nggak (nah, ini biasanya malah gue bahas sama artis lainnya, hahahaha) atau nggak ada yang peduli baju gue matching apa kaga, padahal kan kadang-kadang butuh juga komentarnya. Kalau masalah di underestimate karena jadi perempuan yang kerja di lingkungan laki-laki, gue ga pernah merasa demikian, sih.
Mungkin di beberapa bidang kerja, ada yang begitu,tapi kebetulan di bidang kerja gue nggak. Atasan gue sangat menganggap serius apa pendapat gue, rekan kerja selini nggak pernah mengabaikan apa yang gue omongin, yang ada dibawah gue (waktu di 21, semua stafnya lelaki) juga nganggap serius kalau kami berdiskusi atau meeting. Misalnya yang dibawah gue mau adu argumen, ya silakan. Enaknya juga sama lelaki kalo adu argumen nggak dimasukin ke hati (malah seringnya gue yang masukin ke hati, hihihii)
Saat ini, di Female Daily, rekan kerja gue semuanya cewek (eh iya, ada Eko). Dunia dan behavior-nya sangat berbeda dengan kehidupan gue sebelumnya. 180 derajat bok, bedanya! Kadang-kadang gue aja yang suka lupa bagaimana harus bersikap dengan lingkungan yang berbeda ini. Ya maap, dari 11 tahun kerja, 8-9 tahun diantaranya di lingkungan lelaki, bok!

Apakah perbedaan ini in a good way or a bad way, yah, menurut gue mah, segala hal pasti ada kekurangan dan kelebihan, kan? Apa yang ada, mari dinikmati dulu. Jangan sampai jadi kufur nikmat juga :D

Lagipula, we're living in this patriarcy world. Mau kerja sama cewe semua atau laki semua, tanpa disadari, dengan jenis kelamin sebagai perempuan pasti sering mengalami yang namanya tidak dihargai pendapatnya, tidak diakui 'kehebatannya' dan lain sebagainya hanya karena kita perempuan.
Tapi, im not the one who will "teriak-teriak" in the name of 'kesetaraan gender'. Ngapain teriak-teriak doang, mendingan lakukan saja. Just like men do, maybe?

Friday, June 1, 2012

Haus Pujian

Kemaren pas di liputan salah satu brand, gue reflek mengacungkan tangan pas lagi ada kuis. Aselik, bener-bener reflek, karena jawaban dari pertanyaan itu pas lagi ada di otak gue. Abis tunjuk tangan, gue langsung menurunkannya, karena merasa tengsin sendiri :D

Tau-tau, mbak MC yang cantik, Ivy Batuta malah deketin gue sambil bilang, "Nah, ini mbak, coba jawab". Pas gue berdiri dan mendekati dia, dia bilang, "ya ampun, keren amat sih, cantiknya.."

Jujur, gue bukan orang yang pandai merespon pujian. Malah seringkali nggak enak dan risih, apalagi kalo dipujinya karena fisik (sadar diri, karena emang nggak ngerasa demikian). Eh, ntar disangkain merendahkan diri meninggikan mutu, lagi. Yah, lumayan aja deh, ga malu-maluin kalo diajak kondangan :))

Perasaan jengah kalau dipuji ini, bikin gue inget sama salah satu materi Ibu Elly Risman saat seminar sama Supermoms tahun lalu (eh, apa 2010, ya?). Waktu itu peserta disuruh bikin daftar kekurangan dan kelebihan yang ada dalam diri masing-masing. Gue ternyata susah banget menemukan kelebihan dalam diri gue. Mungkin, mungkin nih, sebenarnya gue tau, tapi ketika mau klaim bahwa gue memiliki kelebihan itu, kok rasanya ga PD, ya. Malah lebih gampang menemukan kekurangan dan daftarnya sampe 3x lipat dari kolom kelebihan! Dan ternyata, at the end of the session, banyak yang menemukan hal serupa.

Kenapa?
Yang gue inget nih, hal ini karena kita terbiasa mendengar kalimat negatif. "Kamu nakal banget, sih", "Si A mah, jorok kalo pake baju", "Belajar dong, males banget sih, jadi anak", "Kamu kalo makan sendiri, kaya bebek, berantakan", dsb, dst. Sounds familiar?

Setelah gue inget-inget, bener juga, ya. Kalo dulu masih kecil, sih, sering dipuji tapi sama orang lain. Kalo sama orangtua sendiri, rasanya jarang. Kalaupun mereka memuji, biasanya didepan orang lain, bukan kalimat langsung yang ditujukan ke gue. Entah kenapa.

Hal ini sempat bikin gue sedih, lho. Rasanya jadi anak yang bodoh banget, apalagi kalo dibandingin sama kakak gue. Dan mungkin juga kebalikannya, ya. Karena orangtua memuji kakak gue didepan gue, dan (mungkin) memuj gue didepan kakak gue (eh, iya ga, sih, @irrasistible?)
Tapi untungnya, ga bikin kami saling benci, sih.

Nah, setelah jadi orangtua, apalagi alhamdulillah dapat banyak kesempatan untuk belajar lewat aneka seminar mewakili Mommies Daily, gue mau memperbaiki pola asuh yang diterapkan oleh orangtua gue ke gue, dong. Ternyata memang ga mudah, ya. Mulut ini rasanya lebih cepet keluarin kalimat negatif daripada positif. Otak rasanya udah diprogram untuk ngeluarin kata 'nakal', 'jorok', 'malah' dan kawan-kawannya. Sementara untuk ngeluarin kalimat positif si otak harus muter dulu supaya susunannya pas.

4 tahun jadi ibu, masih sebentar lah, ya. Masih cetek ilmunya. Sampe saat ini gue terus berupaya untuk meminimalisir kata-kata negatif, walau nggak juga menghamburkan kalimat pujian, sih. Salah-salah tar anaknya jadi besar kepala :D memuji pada tempatnya-lah, intinya. Tar kalo jadi over PD kesian juga, semua pujian dia RT lagi, hihihi..

Balik lagi ke diri gue sendiri *lah, narsis amat*. Walaupun suka risih kalau dipuji, tapi jaman dulu membaca testimonial di friendster (yang udah RIP itu) kadang suka jadi mood booster yang handal.

Sayang si FS udah kelar masa berlakunya, jadi sekarang kalo mood lagi hancur berantakan, paling gue bacain recommendation di Linkedin. Karena yang kasih rekomendasi orang-orang yang pernah kerja bareng, jadi gue suka merasa 'yes, I am worth'. 'Pengakuan' macam gini yang gue butuhkan, fisik/ penampilan mah, nomor 2 deh (lah, teteub masuk top 3, judulnya, hihihi). Tapi serius, diakui karyanya, didengarkan pendapatnya dan dihargai apa yang sudah dilakukan itu bikin rasa percaya diri balik dan mood pun cerah kembali, lho!

Oh, ada 1 pujian yang bikin gue terharu dan inget, yaitu datang dari @Resti0510, sebenarnya bukan pujian, tapi ucapan selamat ulangtahun untuk Langit yang ke 4, bulan April lalu, isinya "semoga menjadi anak yang berkepribadian kuat seperti ibunya". Amin, ya Allah, amin. I'll take it as a compliment, Mares :*


sent from my Telkomsel Rockin'Berry®