Saturday, March 31, 2012

Super Shocking Weekend

Seperti biasa kalau akhir minggu menjelang, gue sama kakak gue akan kontak-kontakan untuk janjian ke rumah nyokap. Kebetulan weekend ini, gue bisa di hari Sabtu tapi kakak gue hari Minggu.
Kalau di rumah nyokap, seharian itu sambil cerita-cerita tentang apaan aja, seperti halnya saat gue masih tinggal bareng. Padahal setiap hari juga pasti BBM/ telponan juga, sih..
Tadi, tiba-tiba nyokap ngomong, "De, anaknya Tante X diperkosa"
WHATTTTTTT?!!!!
Sama siapa, dimana, kok bisa, dan beribu tanya pun mengalir dari mulut gue. Nyokap cuma cerita, pelakunya ternyata tetangga. Saat ini korban sudah divisum dan lapor polisi. Sementara bokap, yang sudah dianggap orangtua sendiri oleh kerabat tersebut insyaallah akan ke KPAI untuk meminta bantuan menangani kasus ini.
KPAI? Yap, karena pelaku dan korban masih dibawah umur, masih duduk di kursi Sekolah Dasar :(
Ya Allah, hati gue hancur dengar berita ini. Speechless. Berita yang biasanya cuma gue dengar, gue baca di koran, portal berita, lihat di tv, sekarang kejadian di depan mata. Terjadi beneran, bukan cuma katanya si anu, si itu, si ono.
Gue emang belum tau kejadian detailnya seperti apa, karena kerabat tersebut belum bisa mendapatkan info detail dari anaknya, masih shock (yaiyalah, menurut Lo?). Bokap juga, mungkin karena lelaki ya, jadi ketika dapat kabar langsung pertanyaannya, "sudah visum belum?", "sudah lapor polisi?", dan hal-hal tekhnis berkaitan dengan solusi kasus ini.
Coba kalau ceritanya ke nyokap gue, pasti pertanyaan yang keluar adalah, "kejadiannya dimana?", "emang lagi ngapain?", "anaknya gimana sekarang" dan aneka pertanyaan berkaitan dengan peristiwa itu sendiri.
Talking about the differences between man and woman :)
Yang gue bisa ambil pelajaran dari sini adalah, seberapa besar dan ketatnya lo lindungi anak, ada lingkungan yang bisa memberi pengaruh buruk atau baik pada perkembangan anak. Ada lingkaran di luar kita yang bisa 'menjerumuskan' anak ke kejahatan, ada bahaya yang mengintai dan bisa kapan saja menimpa anak yang kita jaga, 24 jam, sekalipun.
Ada yang bilang menjaga anak perempuan lebih sulit daripada laki-laki. Nah, gue belum bisa mengiyakan atau menolak statement tersebut, sih, karena sini juga baru 4 tahun jadi orangtua. Tapi memang, karena gue juga perempuan, jadi banyak banget tuntutan sosial yang mengharuskan perempuan bertindak lebih positif dibanding laki-laki.
Narkoba aja, misalnya, baik lelaki atau perempuan bisa kena. Tapi kalau lelaki mantan pecandu narkoba, bisa dihargai karena "wah, hebat, sekarang sudah insaf". Kalau perempuan, "pasti bandel, tuh", dan lain sebagainya.
Back to topic,
Anak SD udah tau begituan ya? Ini mungkin kenapa Ibu Elly Risman begitu 'memerangi' televisi, games elektronik dan hal-hal sejenis. Banyak sekali unsur kekerasan dan pornografi yang disusupkan ke aneka games anak, belakangan ini. Makanya hal tersebut rentan pornografi. Menurut penelitiannya, pornografi bisa merusak 5 bagian di otak seseorang, sementara narkoba aja cuma 3. Naudzubillahimindzalik..
*doakan semoga si korban dan keluarga bisa menghadapi masalah ini, ya*


sent from my Telkomsel Rockin'Berry®

Thursday, March 29, 2012

Demo Untuk Siapa? Part II

Apasih..?
Gemes, gemeeees banget lihat berita baik di tv, portal berita, info twitter, dsb mengenai demo yang lagi sering terjadi beberapa hari ini.
Mohon maaf sebelumnya untuk para aktivis atau pemerhati sosial or whatever. Tulisan gue ini mah, suara orang biasa banget yang bodoh dan mungkin level pemikirannya ga 'sehebat' kalian.
Yang gue tau, demo yang berjalan beberapa hari ini bikin masyarakat resah. Akibat isu yang bertebaran sekian puluh ribu orang akan turun ke jalan, akibat ban-ban yang dibakar di jalan, akibat fasilitas umum yang kalian bakar dan rusak, akibat orang-orang yang nggak bersalah jadi terjebak dalam situasi ini.
Itu fasilitas umum dibikinnya pake duit pajak yang dibayar oleh rakyat, lho, adik-adik..
Satu sisi, gue setuju BBM naik. Soalnya dengan begitu, subsidi berkurang sehingga kemungkinan korupsi para pengangguran yang duduk di pemerintahan itu semakin mengecil. Gue ga ngerti dengan begituan ya, tapi logika sederhana gue, BBM naik bisa jadi orang-orang akan malas bawa mobil pribadi karena cost-nya lebih besar dan memilih naik angkutan umum, jalanan bisa berkurang macetnya. Tentu, nggak semudah itu juga. Tapi pasti ada barang 10-20 orang lah yang memutuskan begitu.
Walaupuuun, dengan kenaikan BBM berarti semua harga akan naik. Itu yang di Jakarta dan sekitarnya, apa kabar yang di luar Pulau Jawa?
Kemaren baca fb-nya seseorang yang bilang, di luar Pulau Jawa itu BBM bisa 18 ribu/ liter, bahkan kalau lagi langka bisa sampe 70ribu. ITU saat BBM belum naik, lho!
Sebagai emak-emak, tentu berharapnya BBM dan aneka harga lainnya nggak naik, ya. Secara kite nih yang ngatur keuangan keluarga. Nyesek juga pan, belanjaan seiprit doang duit 50 ribuan kembalinya cuma 2 lembar gocengan tiap hari *derita golongan menengah*
Kenapa sih, kalian nggak berjuang demo untuk bantuin buruh supaya UMR-nya naik kalau BBM naik? Kenapa ga justru demo koruptor yang asyik duduk manis menikmati uang rakyat, uang yg bapak ibu kalian cari tuh, setiap hari sampe harus sumsang sumbel 'menikmatii' macetnya Jakarta..
Bukan gue sebel sama pendemo, tapi, kalau demo ujungnya berantem, rusak fasum, nutup jalan, apa masyarakat malah ga jadi kesal sama what-so-called-pendemo? Belum lagi sampah yang ditinggalkan pasca huru hara, siapa yang bersihin?
Jadi rakyat mana yang diwakili?
Jadi teringat teman gue ngetwit percakapan dengan anaknya yg duduk di bangku Sekolah Dasar saat melihat berita demo yang rusuh (ow yeah, semua tv kan menayangkan adegan rusuh ini dan tentunya bisa dilihat semua orang kan?)
Anak: "Bu, mahasiswa baik?"
Ibu: "Baik"
Anak: "Polisi baik?"
Ibu: "Baik juga"
Anak: "Terus kenapa mereka pukul-pukulan?"
Itu anak SD yang nanya. Menurut lo gimana tuh, apa harus kami sebagai ibu menanamkan kebencian terhadap orang lain sejak dini? Hah? Hah? Hah? *toyor bocah demo satu-satu*
Udah sono pada pulang, tidur! Nggak kesian sama bapak lo yang cari duit biar pada bisa sekolah, jadi pintar dan menjadi manusia yang berguna bagi nusa dan bangsa..
*mewek lihat sesama rakyat Indonesia yang seharusnya bahu membahu membangun negara ini lebih baik tapi malah saling pukul, tendang, lempar..*


sent from my Telkomsel Rockin'Berry®

Bikin Paspor Tanpa Calo

Gara-gara ada tugas dadakan dari Vanya, baru keinget deh gue harus perpanjang paspor. Nah, berhubung waktu awal bikin juga bikin sendiri, ga pake calo, ga pake orang dalam, ga pake apa-apaan, dah, bener-bener sendiri, kali ini juga sendiri dong! Kebetulan juga terbiasa bikin SIM, KTP, KK, dsb ya sendiri, jadi menurut gue nggak ada masalah kalau harus urus sendiri.

Apalagi sekarang udah bisa online, jadi harusnya lebih mudah dan cepat. Untuk pendaftaran online-nya bisa akses website-nya Imigrasi disini. Itu, link form-nya ada sebelah kiri bawah :DLink
Masukin data-data, dan upload berkas asli dalam bentuk jpeg. Berkas yang harus ada untuk pemohon paspor itu akta lahir pemohon/ ijazah terakhir, kartu keluarga, KTP, surat nikah kalau sudah menikah dan paspor lama kalau mau perpanjang. Berkas-berkas ini di scan, terus upload ke form yang ada di website imigrasi. Kemaren nih gue, mau scan, udah laptop kaga connect ke scanner, akhirnya nebeng laptop Syita, eh keburu-buru pulak akibat mau bowling sebagai farewell party-nya Rizka.

Setelah semuanya ke upload, langsung submit, ntar akan keluar nomor antrean untuk dibawa pas kita foto dan wawancara.
Nah, nomor antrean ini jangan lupa dibawa ke imigrasi, ya. Gue kemaren di imigrasi Jakarta Timur, datangnya makin pagi makin bagus. Teteub sih, kudu ngisi dan beli map khusus imigrasi. Formnya juga sama dengan yang diisi pas online. Keuntungannya hanya, nggak usah ngambil nomor antrean lagi.
Terus ke loket nomor 4 kalo nggak salah, ada tulisannya kok, untuk pemohon paspor online. Yak, tinggal nunggu dipanggil untuk difoto dan wawancara.
Bakalan agak lama sih, karena selain dalam sehari itu pemohon paspor buanyak banget, terus juga sering keselak calo *uhuk*.
Oh iya, fotonya kan langsung keluar di monitor, jadi kalau mau ngulang kalo dirasa belum caem, boleh, hihihi... Buat yang pake kerudung, kuping nggak boleh keliatan ya (yaeyalah, menurut looo?). Eh tapi karena gue tuh kemaren pakenya yang antingnya keliatan, ternyata ga boleh :D

Selesai foto, gue wawancara deh! Ditanya untuk keperluan apa bikin paspornya, orangtua asal mana, kuliah dimana, kerja dimana dan ngapain aja, dsb dst. Keluar dari situ, kelar deh prosesnya! Tinggal nunggu dikabari kapan paspor jadi, biasanya paling lambat 4 hari kerja.
Gampang kaaaaan?

Biaya yang gue keluarin kemaren:
- 200 ribu, paspor
- 55 ribu, foto
- 9 ribu, map dan materai
- 2 ribu, fotokopi berkas (agak parno, jadi gue tetap fotokopi)

Total berapa tuh, 266 ribu, ya (kata Manda, muihihihiih)

Waktu yang dihabiskan: gue datang jam 9 pagi (ini kesiangan banget sih, kalau mau agak duluan datang sebelum jam 8 pagi, biar loket buka langsung cuuus..). Terus berhubung ada kenalan (alias berkah dari sok akrab kanan kiri) jadi dakuw foto jam 11.30. Kalau nggak ada kenalan sih, mungkin agak lama, tapi sepadan deh sama kepuasan bikin sesuatu dengan jalur yang resmi...

Tapi beneran lho, calo itu kan ada karena ada orang-orang yang 'butuh' mereka. Jadi kalau urus sesuatu karena banyak calo, ya menurut gue nih, jangan menggunakan jasa mereka dong...

Lagian Imigrasi Jaktim sekarang udah JAUH lebih enak daripada 7-8 tahun lalu waktu gue urus paspor. Jaman itu masih semi outdoor, hihihi, nggak pake nomor antrean, jadi ngerubung aja gitu di loket, serba ga jelas deh!
Sekerang mah, udah ber-AC, antrenya pake nomor yang semacam di bank-bank gitu... Anyway, Imigrasi Jaktim letaknya persis sebelah LP Cipinang. Disana tuh ada pengacak sinyal, makanya sinyal telpon oon beneeur. Tapiii, jaman semakin canggih, kalau punya smartphone tinggal aktifin wifi aja, nah dari sinilah keakraban dengan mbak/ mas petugas bisa dijalin dengan nanya-nanya password wifi :D

Tuesday, March 27, 2012

Belajar Bahasa Indonesia

Jalanan lancar pagi ini, karena isu demo besar-besaran, kayanya bikin orang pada nggak kerja (kaliyeee). Alhasil kecepetan dateng ke sebuah event, daripada bengong, meri bikin blogpost.
Capek ngomongin politik, mari kita belajar bahasa Indonesia :D
Gue nggak cerdas-cerdas amat sih, masih sering typo dan alpa pemisahan dimana atau di mana? Dirumah atau di rumah? Dan lain sebagainya. Tapi cukup sering gemes sama orang-orang yang menulis tanpa mengindahkan aturan yang seharusnya. Hal paling dasar untuk menulis, nih, misalnya:
- Pergunakan huruf kapital setelah titik, tanda tanya, tanda seru. Seriiiing banget gue lihat hal ini diabaikan. Padahal kalo ngetiknya pake smartphone, biasanya langsung terprogram setelah tanda-tanda baca tersebut, kasih spasi lalu akan muncul dengan huruf besar.
- Nah, berkaitan dengan poin diatas, penggunaan spasi setelah tanda baca juga salah satu hal mendasar dalam tekhnis penulisan.
- Penggunaan huruf kapital. Selain setelah tanda baca, huruf kapital juga digunakan untuk nama orang, negara, kota, atau lokasi seperti Candi Borobudur, Taman Mini Indonesia Indah, Ancol, dsb. Sapaan terhadap orang lain, seperti bapak, ibu, tante, dst menggunakan huruf kapital JIKA diikuti oleh nama mereka. Misalnya Ibu Lita, Bapak Suwarno (bapak gue nih), Tante Ira, dan seterusnya. Hal ini berlaku juga dengan titel atau pangkat, seperti presiden, jika diikuti dengan nama maka akan berhuruf kapital. Misalnya Presiden Sukarno atau Gubernur Jakarta.
- Huruf yang luruh dengan awalan. Ada 4 huruf yang luruh, yaitu K, P, T, S. Jaman SD, gue menghapalnya jadi KaPur TuliS :D Nah, ini juga banyaaaaak banget yang masih suka salah. Misalnya mengomunikasikan, bukan mengkomunikasikan. Mengilat, bukan mengkilat. Menyemangati, bukan mensemangati. Mematuhi, bukan mempatuhi. Mengubah, bukan merubah (kalo ini beda lagi, bukan luruh tapi menambahkan awalan menjadi meng-.
Hal-hal mendasar seperti ini kan seharusnya gampang banget, ya. Untuk penggunaan awalan di- gue masih suka bingung, jujur aja. @ondeymandey lebih hapal sih, karena dia kan memang editor. Tapi menurut gue, kalau hal-hal dasar seperti di atas itu udah disadari, harusnya buah tulisan juga akan lebih nyaman dan enak dibaca.
Kenapa sih, hal ini perlu? Untuk yang punya anak, nantinya anak-anak kita akan belajar tekhnis penulisan, kan, nah kalau ibunya tulisannya berantakan, gimana mau ngajarin anaknya?
Banyak lagi tata bahasa yang harus dpelajari, sih. Ada fonetik, semantik, morfologi, majas, pepatah, dsb. Tapi karena otak gue saat ini nge-load-nya hanya segitu dulu, jadi cukup sekian dan terimakasih, nanti kita lanjutkan lagi yaaa..

sent from my Telkomsel Rockin'Berry®

Monday, March 26, 2012

Do you talk politic?

Gue sih, nggak.
Eh, di keluarga gue, iya ding! Sejak kapan, gue agak lupa. Yang paling pertama gue ingetnya, jaman Pemilu yang kampanye ke jalan-jalan itu, pernah ikut sama keluarga. Pas jamannya partai politik cuma ada 3 biji itu, ikut kampanyenya P3. Padahal juga belum ikut Pemilu waktu itu. Simple reason, karena partainya orang islam. Haha, silakan tertawa.

Begitu reformasi, berhubung kakek gue almarhum orang Muhammadiyah, jadi kami sekeluarga mendukung Amien Rais, dong :D apalagi pas Soeharto turun, Amien Rais juga hits banget. Di rumah emak sampe pasang bendera dan sticker Amien Rais.

Obrolan seputar politik (waktu itu gue masih SMA) pun jadi hal yang biasa gue dengar pas sambil nonton tv, acara keluarga, dst dsb. Saat kerusuhan misalnya, teman-teman gue pada ketakutan sama pemberitaan dan kondisi Jakarta, gue malah mantengin berita. Untuk ukuran anak SMA kayanya terlalu serius, yak. Ga jarang jadi suka sok tau diantara teman-teman gue, dengan memasukkan isu-isu politik yang lagi berkembang saat itu.

Kuliah, gue masuk kampus yang cukup dikenal sering demonstrasi. Apa gue ikutan? Nggak lah. Tapi hal ini bukan berarti gue ga peduli sama kondisi negara, kan?

Nah yang terakhir nih, lagi (lagi) rame Pilkada. Kalo dulu kampanye itu ngumpul di lapangan dan dihibur sama penampilan arteis-arteis atau keliling kota pawai. Sekarang jaman makin canggih, sehingga jejaring sosial pun dimanfaatkan untuk berkampanye. Pendukung berbagai kubu pun saling menyebarkan info mengenai pilihan mereka.

Karena makin canggih, siapa memilih apa pun kayanya udah bukan rahasia lagi. Yang paling nyebelin adalah ketika pendukung salah satu kontestan yang menyerang kontestan lainnya. Mungkin emang dari dulu polanya akan seperti itu, ya. Tapi herannya, yang melakukan ini malah orang-orang yang (dianggap) pinter, aktivis, independen, politisi dan lain-lain.
Cara menyerang pihak lain ini menurut gue malah kampungan, makin nunjukin kadar intelektualnya seberapa. Cetek. Nyari kesalahan atau kekurangan orang lain adalah hal termudah dalam hidup manusia (kecuali kalo suruh cari kekurangannya Astri Nugraha ya, kibar bendera putih, ini mah). Harusnya mereka malah mencari kelebihan si kontestan yang mereka dukung, dan menyebarkan seluas-luasnya melalui akun twitter mereka. Ya nggak, sih?

Mungkin, mungkin nih ya, gue nggak secanggih mereka dalam analisa dan pemetaan politik, pemahaman konspirasi, dan nggak pernah turun ke jalan untuk demo. Eh tapi, emang seberapa sering elo demo nunjukin bahwa lo paham benar sama yang lo bela? Dapet salam dari tetangga gue, tukang gado-gado, yang sering ikut demo karena dapet kaos dan uang makan!

Pilkada sekarang nih, calonnya ada 6. Apa semuanya bagus? Apa semuanya jelek? Apa cuma 2 yang bagus, sisanya jelek? Yang pasti sih, 1 kontestan terbukti jelek, ya :))

Herannya lagi, belum-belum udah protes, si A begini, si B begitu, si C begono, dan seterusnya. Lah, situ maunya sapa? Yang menjabat sekarang dijelek-jelekin, ada calon lain, diiiii cari-cari busuknya. Maunya situ yang mimpin Jakarta? Karena situ berhasil ngapaln jumlah Sevel? Karena situ naik Trans Jakarta setiap hari? Karena situ berhasil bikin 1-2 film? Karena followernya >10 ribu?

Bisa nggak, ga usah protes dulu? Masa kampanye kan emang masanya sebar janji. Ntar kalo nggak mengungkapkan program untuk Jakarta, dibilangnya "nggak punya program yang jelas, payah" dan aneka komentar lainnya. Serba salah, kan?
Tugas kita sebagai pemilih adalah, mencermati program mereka dan kalau iseng, cari latar belakang masing-masing kontestan.
Masalah "Kami perlu bukti bukan janji" ya gimana mau dibuktiin, lah wong mereka juga belum pada kepilih, kok! Ikhtiar lah, setidaknya sudah berusaha melakukan sesuatu, bukan cuma duduk diam dan proteeeees aja kerjaannya.

Tadi gue baca editorialnya Jakarta Post, dan suka banget sama kalimat penutupnya:
"We can't expect saints,let's just welcome the regular guys marching in to save our city"

Inget, manusia nggak ada yang sempurna. Ngaca, apa elo udah sempurna? Apa lo udah simpen mobil lo di garasi untuk mengurangi kemacetan? Belum? Ya jangan protes kalo kena macet. Apa lo udah bayar pajak dari pendapatan lo (walaupun potensial di korupsi)? Belum? Ya jangan cerewet kalo fasilitas negara segini-segini doang.

Di Quran surat Al Anfal ayat 53, Allah nggak akan mengubah kaum kecuali mereka mengubahnya sendiri.
Nah, menurut lo, jika salah 1 kontestan menang, terus Jakarta serta merta ga macet? Ga banjir? Ga korupsi?

Ya harus manusianya yang mau mengubah diri mereka sendiri, dong!

Gue yakin cagub-cagub Pilkada kali ini juga bukan tukang sulap sih, yang bisa sekonyong-konyong mengubah Jakarta jadi adem ayem tentran loh jinawi..

*postingan ini emosional sekali ya.. :)) *



sent from my Telkomsel Rockin'Berry®

Saturday, March 24, 2012

Mana suaranyaaaa...??

Ini akibat barusan nonton Debat Calon Gubernur. Seinget gue Cagub ada 6, tapi kenapa yang nongol cuma 5 ya? Kemana itu satu lagi yang 'ahli' ngurusin Jakarta? *dudududu*

Hasil yang tadi gue tangkap, maaf nih, yang disini cuma simpati sama Jokowi (cuma karena pemberitaan positif seperti yang pernah gue posting sebelumnya)dan Faisal Basri (yang terakhir ini juga karena calon independen). Nah, berdasarkan pengamatan emak-emak amatiran analisa politik ini:

  • Faisal Basri kuat di riset dan setiap penjelasannya sangat komprehensif. Kekuatan riset bisa dilihat saat ia menjelaskan tentang pemanfaatan lagi rel kereta lingkar luar. Ia bisa menjelaskan berapa km lagi perlu diselesaikan supaya nyambung semua itu relnya mengelilingi Jakarta, butuh berapa lama dan kondisi rel tersebut. Good point!
  • Jokowi terlihat spontan dan kegambar banget bahwa ia orang lapangan. Misalnya waktu ia bilang, "Dikantor cukup 1 jam saja, sisanya saya akan terjun ke lapangan". Menurutnya, semua masalah bisa diselesaikan kalau dihadapi dengan pendekatan secara manusiawi. Amen for that, Pak!

Tapiii perlu diakui, tadi tuh Jokowi banyak banget kekurangannya. Salah satu yang tidak dimiliki dia adalah riset. Alibi yang paling mungkin adalah, "mencalonkan diri aja baru seminggu yang lalu, lah ya mana ada waktu untuk riset mendalam". Harusnya ini nggak jadi alasan sih, sayang banget hal ini bikin citranya jadi 'rusak'. Bener kan, belum-belum aja udah banyak banget mulut nyinyir tentang dia.
Eh seriusan, ini mah subyektif ya, gue memang mengagumi beliau kok. Tanpa dia maju jadi Cagub pun memang sudah kagum. Kalaupun ada yang nyinyirin dia, gw keselnya bukan karena pengaruh ke pencalonannya, tapi lebih ke citranya dia yang selama ini positif jadi tercoreng.

Oke, kembali ke topik.
Di twitter pun, setau gue yang ada di jejaring sosial cuma mereka berdua. Faisal Basri dengan @FaisalBiem -nya, akun pribadi gue ga tau. Sementara Jokowi dengan @Jokowi_Ahok, akun pribadi masing-masing adalah @Jokowi_do2 dan @Basuki_btp. Duile, gue hapal bener yak :))

Masalah yang mungkin timbul adalah, jika kedua cagub ini lolos putaran pertama, mereka berdua beririsan votersnya, yaitu kalangan menengah. Kalangan yang menginginkan perubahan ekstrim karena berkaitan dengan ekonomi, kalangan terpelajar dan melek informasi. Berapa banyak golongan ini di Jakarta? Banyak sih, tapi ketika harus berbagi, maka golongan yang diluar itu akan lebih banyak. Hal ini tentunya bakalan berat kalo yang ada di putaran kedua nantinya adalah Jokowi, Faisal dan... Foke! #tekdungces #jengjenggg...

Sekilas tadi lihat timeline orang-orang, ada beberapa politisi yang menyebutkan Jokowi, Faisal dan Basuki (Ahok- pasangan Jokowi) adalah orang jujur dan bersih. Tapi ada juga yang malah menjatuhkan pihak lain (maksud gue, kalo sesama figur yang bersih, ya sudahlah. Toh suara kita sama, kan? Kalo Foke mah, terserah, deh!). Apa menjatuhkan gitu bikin yang lo dukung jadi hebat?

Anyway, siapapun yang menang, ini pilihan rakyat lho. Mau golput, silakan. Tapi menurut gue pribadi, dengan menjadi golput alias nggak milih, lo berarti nggak berusaha melakukan sesuatu dong, ga usah untuk negara deh, untuk diri lo sendiri aja nggak? *ngumpet, tar ditimpukin sama sang pintar*. Kan sayang suaranya, mendingan dipake untuk memilih orang lain daripada suara lo masuk ke Foke, huawyoooo..?!

Jadi, yang masih punya harapan untuk Jakarta, mana suaranyaaaaa...??



sent from my Telkomsel Rockin'Berry®

Thursday, March 22, 2012

Bersyukur

Sudahkah kita bersyukur hari ini?

Bahwa kita masih bisa menghirup udara hingga detik ini.
Bahwa kita masih bisa berharap gajian bulan ini
Bahwa kita masih bisa memeluk si kecil tadi pagi sebelum berangkat ke kantor
Bahwa kita masih bisa merencanakan besok long weekend mau kemana
Bahwa kita masih bisa merencanakan nanti malam mau makan apa
Bahwa kita masih bisa memeluk suami kapan pun kita mau

Bersyukur pasti pernah, tapi biasanya kita bersyukur untuk hal-hal yang jauh lebih besar. Gaji naik, beli rumah, beli mobil baru, tas baru, dst dsb.. Untuk hal kecil gimana?

Manusia hidup memang nggak akan pernah puas. Selalu ada keinginan lebih tinggi daripada yang sudah dimiliki. Wajar? Ya wajarlah... namapun hidup. Semalam gue lihat Rene Suhardono di salah satu tv swasta, dia bilang, misalnya seseorang habis naik gaji 30% dia akan gembira banget, tapi begitu ketemu temannya yang naik gaji 40%, kegembiraannya bisa lenyap begitu saja. Padahal kan, penghasilan dia nambah lho, 30%. Hey, bersyukur dong, banyak banget yang boro-boro naik gaji 30%, masih ada beras dirumah untuk makan besok aja udah untung!

Mengeluh akan sesuatu itu menurut gue pribadi jauh lebih mudah. Ngeluh nggak sanggup makan di resto setiap hari, ngeluh pengen beli tas idaman tapi nggak kebeli-beli, ngeluh kulit wajah berminyak, ngeluh jerawatan, ngeluh jalanan macet, ngeluh apalagi? Gue rasa keluhan gue kalo di listing setiap harinya akan lebih banyak daripada list bersyukurnya, deh.

Keluhan gue hari ini:
- Nggak naik ojek, jadi ngecer naik angkutan umum, kena macet deh!
- Udah mau turun di Jatibening nggak taunya Jatibening sekarang ditutup, alhasil ngulang perjalanan lagi dari awal
- Internet connection lambat

Bersyukur hari ini atas:
- Langit nggak susah bangun untuk pergi ke sekolah
- Bisa nganterin Langit sekolah
- Makan di Commonwealth yang murahnya juara
- Pending articles di Mommies Daily makin banyaaaaak :)
- Nggak jajan sore :D
- Dapet kabar seru dari Vanya, ihiy!

Eh, ternyata list keluhan gue nggak terlalu banyak deh, untuk hari ini. Alhamdulillah...

Why do you blog?

Kalo gue sih, karena kebetulan senang nulis.
Gue bukan penulis sih, eh belum deh, pengen banget padahal nulis sesuatu. Buku deh, yang utama. Walaupun kemaren udah nulis bukunya Mommies Daily, tapi pengen banget nulis buku sendiri. Tentang apa, yah, masih dalam proses tapi nggak nambah-nambah. Mohon doa restunya, ya. Amin.

Kembali ke topik.
Gue senang menulis apa yang ada di kepala gue. Jaman SD sih, nulisnya masih di diary tulis tangan. Bahkan sampe medio 2005 gue masih punya diary tulis tangan itu dan setelah itu nggak rutin isi, tapi sering meninggalkan catatan-catatan isi kepala di aneka buku atau kertas apaan aja. Sayang, gue bukan orang yang organize, jadi kececer aja gitu dimana-mana yang suka mengakibatkan nyokap atau bokap gue baca *facepalm*
Jaman SMA malahan gue bikin diary kelas. Jadi 1 buku yang boleh diisi oleh siapapun teman sekelas gue, nulisnya tentang apapun. Kebiasaan ini gue lanjutkan ke masa kuliah, diary bareng-bareng ke teman 'geng' cewe-cewe. Isinya yang sama geng ini, karena komunitas lebih kecil maka lebih bebas. Curhat tentang pacar, protes ke sesama member geng (setelah dibaca ulang ternyata gue, yang punya ide bikin diary ini, sering jadi objek protes karena jarang ngumpul sama anak-anak akibat kesibukan gue kerja, oh what a life! Shallow amat yak ributnya, hihi), curhat pacar sampe keluarga.

Untuk blogging, kalau ga salah tahun 2003an. Tapi blog pertama itu kelupaan email dan password yang digunakan *toyor kepala sendiri* jadi yudadahbabay.. :D

Seperti alasan gue diatas, gue menulis apa yang ada di kepala gue. Ga ada target blog ini akan jadi blog emak-emak, fashion, politik, sosial atau makanan. Jangan heran kalau disini akan jarang sekali menemukan postingan berharga untuk siapapun, apakah itu resep, review sekolah, produk atau apapun deh, secara ya, ini nulis ya memang hal yang ada di kepala gue dan harus gue tulis karena kalo nggak, bikin penuh otak. Pan gue ga bisa pinjem pensieve-nya Dumbledore, karena dese udah almarhum.
Jadi kalau mau lihat tulisan gue tentang motherhood atau yang bermanfaat bagi para ibu (amin) ya lihatnya di Mommies Daily :) disini mah, rock n roll, menyuarakan apa saja \m/

Menulis buat gue adalah:
- Ajang pencurahan emosi, karena gue bukan orang yang pandai mengekspresikan emosi gue secara lisan atau langsung, maka biasanya gue melakukannya lewat tulisan. Kalau ada yang rajin bacain blog gue yang ini atau di multiply gitu, mungkin bisa ngeh sama hal ini. Gue gampaaaang banget nuangin emosi dalam tulisan. Bakal kelihatan deh, gue lagi senang, sedih, bingung atau galau *halah*
- Aspirasi, ceile banget ga sih? Maksudnya, gue sering gemes sama kondisi politik, sosial, ekonomi atau budaya. Tentu, gue bukan 'sang pintar' yang bisa menuliskannya dengan pemikiran mendalam atau analisa canggih. Tapi setidaknya dengan menulis, gue (lagi-lagi) bisa menuangkan aspirasi gue untuk satu hal dalam bentuk tulisan.
- Kreatifitas. Menulis itu salah satu basic life skill. Gue pernah nulis artikel di Mommies Daily tentang pentingnya menulis. Disitu gue bilang bahwa semua, yap, semua, pekerjaan atau profesi apapun butuh menulis. Bahkan tukang sayur depan rumah gue pun mencatat penjualan dan pembeliannya. Kalo gue pribadi, menulis melatih gue melihat segala hal dari sudut pandang yang lain. Karena senang baca, jadi kalau baca apapun gue akan kepikiran angle lain dari hal yang gue baca itu.

Anyway, akibat kebiasaannya nulis apapun yang ada di kepala, jadi bagi gue blog hanyalah salah satu jurnal dalam hidup gue. Makanya isinya ya emang mirip diary, kan?
Karena tujuan tersebutlah, makanya gue jarang banget nulis review tempat/ apapun, karena gue nggak melakukan itu di diary gue. Payah sih, emang, makanya statistik ga naik-naik *lah, colongan*

Oh iya, jadi inget, gue pernah melakukan kesalahan sih dalam hal ini. Akibat menganggap blog ini adalah diary gue tapi sifatnya online, ya gue nulis apapun yang gue mau dong. Apapun yang jadi isu dalam otak gue. Nah, rupanya ada pihak yang nggak suka dan sempat bikin beliau kecewa. Bukan di blog yang ini, tapi itu sekitar tahun 2004. Lah, si bego gue ini kan, ya, mengira bahwa blog gue ga ada yang baca, makanya asik-asik aja nulis. Heladalah, ga taunya ada yang tersinggung. Ya maap dah.
Makanya, instead of senang, gue malah suka bingung kalo ada yang komen disini. Kok mau-maunya baca ocehan ga jelas gue ini?
sent from my Telkomsel Rockin'Berry®

Tuesday, March 20, 2012

Do u have idealism?

Di Mommies Daily, kami punya. Kalau sudah pernah baca blogpost gue tentang Asi vs Sufor, mungkin sudah tau, ya, bahwa kami tidak menerima iklan untuk susu bubuk atau susu formula. Baik untuk sekedar program, kontes, event apalagi produk.

Bukan kami sok perfeksionis dengan mengagungkan ASI atau carmuk dengan kalangan tertentu, tapiiii kami merasa memiliki tanggung jawab moral terhadap para ibu yang telah memercayai kami.

Seperti Hani pernah nulis di sebuah artikel di Mommies Daily waktu MD ulangtahun bahwa awalnya berat menolak produsen susu bubuk, karena mereka biasanya memiliki budget cukup besar, apalagi untuk Female Daily, sebuah perusahaan kecil. Awalnya cukup sering kami menimbang-nimbang untuk menolak, apalagi kalau "cuma promo event-nya kok" atau "tanpa sebut merk sama sekali, kok". Tapi sekarang sih udah bisa santai, nggak pake musyawarah mufakat lagi, deh, langsung tolak. Hehehe...

Ada beberapa yang langsung mengerti, tapi nggak sedikit juga yang coba ngerayu. Bahkan ada 1 produsen yang sampe gerilya masuk ke website, facebook, twitter sampe forum! Gilingan! Tapi Alhamdulillah, bahkan Vanya yang belum punya anak pun ngerti dan bangga dengan keputusan kami ini :)

Kenapa sih kami nggak mau terima? Selain tanggung jawab moral, kalau gue pribadi nih, ngerasanya kaya orang 'muna' aja gitu, menggadang-gadangkan ASI is the best, tapi kok tetap menerima 'duit' dari mereka yang kerap menyebabkan gagalnya proses pemberian ASI dari seorang ibu pada anaknya. Ngerasa nggak sreg aja gitu, menulis sesuatu yang dalam hati kecil kita ini nggak pantes untuk diberitakan, tapi kok tetap di share ke pembacanya. Tiap abis nolak, pasti gue akan bilang "alhamdulillah". Kata Hani, "nolak duit kok, alhamdulillah? " :))

Untuk gue pribadi, idealisme gue saat ini adalah mengerjakan apapun sesuai kata hati gue. Nah, ini mungkin salah satunya. Kata hati gue (yang alhamdulillah diamini sama empunya perusahaan) bilang nggak pas nih menyebarkan info beginian, ya nggak mau.

ASI versus sufor memang urusan sensitif dan never ending story, sih. Mau terima atau nggak, ya balik lagi ke diri masing-masing. Toh gue nggak mau nge-judge bahwa ngasih sufor itu haram apalagi kalau alasannya tepat.
Bagi gue, yang perlu diperangi itu produsennya karena gencar banget promosinya, BUKAN para ibu yang ngasih sufor ke anaknya. Ya nggak sih?

Apa cuma produk susu bubuk saja yang jadi 'korban' idealisme kami? Nggak dong, ada makanan instan bayi dan penyedap makanan :D

Laaah, rejekinya darimana? Rejeki ga kemana, kalaupun pas-pasan, setidaknya nabung amal baik dengan menyebarkan kebaikan. Amiiiiin!


sent from my Telkomsel Rockin'Berry®

Monday, March 19, 2012

Jokowi for DKI 1?

Sejak pertama kali baca berita tentang Joko Widodo yang berhasil memimpin kota Solo, gw udah mengagumi beliau. Apalagi bokap orang Solo dan bilang memang kemajuan kota Solo kelihatan banget. Terus sekitar 1thn yang lalu, Metro TV menurunkan berita tentang beliau dengan backsound Pemimpin Dari Surga-nya Gigi. Simak deh sebagian liriknya:

"Apakah mungkin bila kamu menjadi pengganti bagi kami
hanyalah saja yang terjadi kami jadi pengabdimu
memang benar kau punyai kuasa atas diri kami
tapi ingat kuasamu amanah dari Sang Kuasa"

Sehebat itukah Joko Widodo yang dikenal dengan sebutan Jokowi?
Gue ga demen politik dan gw seringkali berbaiksangka dengan orang lain. Membaca aneka berita tentang Jokowi dan baca testimoni warga Solo, cukup sih, buat gue.
Jokowi ini basic-nya adalah pengusaha, bukan pengusaha kelas atas, hanya punya usaha furniture. Beliau nggak mencalonkan diri sebagai Walikota Solo, melainkan dicalonkan oleh PDI-P.
Selama Jokowi megang jabatan di Solo, pembangunan mal disana mandek, karena izin nggak dikeluarkan olehnya. Pernah ada 1 investor yang pengen bangun mal, tapi karena alasan tertentu, ya ditolak aja gitu.
Belum lagi paham beliau yang 'memanusiakan manusia', ini bikin gue salut. Saat harus memindahkan pedagang barang-barang bekas dari Taman Banjarsari (cmiiw) ke lokasi baru, Jokowi sampe harus mengadakan jamuan makan siang 54 kali sama pedagang-pedagang tersebut. Serta pemindahan pedagang itu dibikin seperti kirab, jadi mereka malah senang karena merasa dihargai, ga kaya di Jakarta yang pedagang kaki limanya ditendang-tendangin sama Satpol PP.
Mungkin pejabat lain akan membatin "kurang kerjaan amat, anggaran jamuan makan kan cuma untuk orang-orang penting". Nah, disini bedanya dan salutnya gue sama beliau, memanusiakan semua manusia benar-benar dijalani.
Gue pernah baca di sebuah forum, Jokowi pernah mengunjungi sebuah sekolah di Solo. Persiapan sekolah tersebut, udah pasti heboh dong, kedatangan walikota gitu lho.. Setelah beberapa saat, si pemberi testimoni yang kebetulan diminta jadi seksi dokumentasi ini nanya ke guru-guru, "kok Pak Jokowi belum datang-datang juga?", gurunya bilang, "udah dateng tadi, naik sepeda kesini nggak pake ajudan, memang hanya mampir aja". Keren yak?
Terus masalah mobil dinas juga gitu. Selama masa bertugasnya, beliau masih pake mobil dinas bekas walikota yang lama. Sampe-sampe beliau diprotes sama stafnya karena mobil tersebut beberapa kali mogok padahal Jokowi harus datang ke acara.

Segitu baiknya, pasti ada haters dooong..
Pernah gue baca sekilas, sinisme yang bilang Jokowi tenar hanya karena mempopulerkan Esemka, mobil yang dibuat anak-anak SMK Solo, yang kemudian beliau jadikan mobil dinasnya. Yang ngomong pasti nggak pernah baca berita.
Atau barusan nih, pas PDI-P preskon memajukan Jokowi jadi DKI 1, berbagai komentar pun keluar. Mulai dari kepentingan partai, dst dsb.
Yah, nggak usah kalian, Gubernur Jawa Tengah aja sempet maki-maki dese bilang "bodoh" segala, gara-gara, pembangunan mal yang sudah disetujuinya ditolak oleh Jokow. Batal dapet 'sangu', ya, pak? :D

Dimana-mana, Jokowi selalu menyatakan bahwa dia nggak mau jadi DKI 1 atau bahkan jadi walikota Solo pun, dia nggak mau ikutan lagi Pilkadanya. "Mau balik nukang", katanya. Jadi kalau tiba-tiba beliau mau dicalonkan, kenapa sih nggak ber-positif thinking aja? Toh, selama ini citra dia positif di mata masyarakat. Jangan menebak berapa banyak buah yang akan dihasilkan, kalo pohonnya aja belum ditanam. Ceile, keren juga analogi gue :p

Apakah gue mendukung Jokowi jadi DKI1? Ga tau juga ya, gue antara senang dan sedih, sih. Senang karena kalau Jakarta dipimpin sama orang yang lurus, mungkin bisa benar. Tapi sedih, karena Jakarta itu kejam, benar banget, ga sekedar pameo. Takut aja dengan citra dia yang positif nanti malah jadi kambing hitam di tengah carut marutnya Jakarta, antara dibego-begoin atau malah terjerumus ikutan bikin dosa.

Tapi untuk seseorang yang nggak pernah ngambil gaji selama masa jabatannya sebagai walikota Solo, dengan alasan, "uang saya masih cukup dari hasil usaha", boleh dong, berharap...

Oh iya, satu lagi, Jokowi ini pecinta musik cadas, rock n roll. Setau gue, rock n roll itu nggak pernah takut menyuarakan apapun. Yah, semoga..


sent from my Telkomsel Rockin'Berry®

Friday, March 16, 2012

Sharing Session

Di setiap kantor, pasti ada yang namanya meeting mingguan. Nah, kalo kami di Female Daily Network, menamakan weekly meeting ini dengan sharing session.
Sesuai judulnya, selain kami share tentang pekerjaan dan mencari solusi atau masukan jika ada permasalahan, kami juga share semua hal. Mulai dari cemilan, bantal, kursi, warna kuteks yang dipakai saat itu (maklum cewe semua *eh udah ada Eko sih, sekarang) sampai bergantian berbagi pengalaman atau pengetahuan dalam bentuk presentasi.



Gue, udah kebagian umm berapa kali, ya?
Pertama gue share tentang rating dan televisi. Kalau sudah pada tau, rating ini sangat menentukan hidup dan matinya sebuah program di televisi. Cara menghitung rating sendiri, kalau di Indonesia masih mengandalkan lembaga survey AC Nielsen. Sudah banyak yang nggak percaya sih, sebenarnya. Tapi sayangnya, pengiklan masih berpegang teguh sama hasil dari AC Nielsen ini.

Beberapa random facts yang gue tau seputar rating dan televisi adalah:
- sebuah televisi memberlakukan sistem bonus bagi kru yang terlibat jika program tv yang mereka produksi menembus angka tertentu
- sebuah televisi beberapa waktu lalu memberlakukan sistem PHK jika program tv yang dipegang sekelompok orang ga 'perform' ratingnya (serem ya, booook)

Banyak banget program tv yang di mata kita bagus, ternyata rating nggak bagus, ya tetap di delete. Misalnya, sinetron Dunia Tanpa Koma yang harganya ajegile itu, cuma bertahan umm, berapa episode ya? Lupa. Terus Arisan versi sinetron juga mengalami hal yang sama, dan ada beberapa program lainnya.

Kenapa sih, begini?
Yah, diluar percaya ga percaya sama hasilnya lembaga survey itu, masalahnya penonton tv swasta di Indonesia siapa? Tentunya kalangan dengan SES BC ke bawah. Kalau B keatas, udah pasti punya tv berlangganan kan?
Nah, masyarakat yang nggak punya tv berbayar ini bisa dibilang seleranya ya seputar sinetron, acara musik ala Dahsyat atau reality show yang mengumbar air mata. TV berita? Beuh, itu mah ratingnya hanya naik kalo pas ada tragedi aja. Bad news is a good news, eh?

Selain tentang rating dan televisi, gue juga pernah share tentang Infotainment! Hihihi, secara ya, sempat beberapa tahun megang infotainment, jadi lumayan mengerti alur dan behind the scene-nya seperti apa. Kalau pernah baca blogpost gue yang tentang infotainment, yah sedikit ada gambaran deh, gimana kerjaan gue itu di tahun 2002 :D

Sharing session ini boleh apa aja temanya. Kaya Amal itu sering sharing tentang fashion, make up, Affi tentang perjalanannya ke London, Hani pernah tentang Reksadana, bahkan sampai Vanya pernah tentang Startrek dan Starwars :)) Intinya sih, berbagi tentang materi yang dikuasai sekalian latihan presentasi.

Oh iya, disini juga selesai presentasi nanti kita dapat email feedback tentang presentasi yang kami bawakan. Mulai dari materinya menarik apa nggak, bagaimana kami membawakannya, sampai berapakali ngomong "enggg...". Seru kaaaaaan? Makanya bagi kru di Wisma 31 sih rasanya sih nggak pernah ada yang ngomong "I dont like monday", deh :)

Thursday, March 15, 2012

Happily ever after

Kalo kata Slank, "ini cuma khayalan saja, cerita orangtua.."
Iya, kalimat happily ever after kayanya cuma pas untuk dongeng-dongeng Disneyland, Princess, pokoknya pelem dan aneka novel romantis lainnya.
Ini nih, pagi-pagi jadi kepikiran beginian gara-gara banyak dengar dan baca status di jejaring sosial para ABG galau. Mungkin mereka pikir kalau menikah, satu rumah, 24 jam bersama, itu adalah penyelesaian dari sebuah masalah yang mereka hadapi selama pacaran? Oh, honey, you are wrong!

Kepikiran nggak, setelah menikah akan tinggal dimana? "Ah ngontrak aja, lebih enak, merasakan pahit manis hidup berdua". Akuuur, setujuuu, dulu juga temennya yang nulis postingan ini anggapnya demikian. Tapi kemudian orangtua berkata, "mendingan dirumah aja dulu, kan lumayan uang buat kontrak di tabung dulu buat DP rumah". Nah, kalau pasangan setuju mah, cangcing, kalo nggak setuju atau mengiyakan tapi berat hati? Apa nggak jadi 'friksi' tuh?

Masalah dalam kehidupan rumah tangga, menurut gue jauuuuuh lebih kompleks dibandingkan sekedar masalah pacar nggak telpon, sms ga dibales, cemburu sama teman kerjanya, dst dsb. Apalagi kalo udah punya anak, beuh, masalah gituan mah ga ada seujung kuku, kale..

Pernikahan, nggak cukup hanya cinta. Butuh uang untuk makan dan hidup. Lalu apa cukup dengan cinta dan uang? Oh cencu tidak, berapa banyak pasangan yang gue kenal dan tau secara hati masiih cinta dan financially ok, tapi tetap ada masalah. Nggak sedikit yang berujung pada perceraian.

Lah, terus apalagi dong?
Toleransi. Sebanyak-banyak cinta yang lo punya, ada duit sekarung, tapi kalo toleransi rendah, kelar cyin. Serius.
Toleransi macam apa sih, emang, yang dibutuhkan?
Dari hal keciiiiiil, seperti suami tidur ngorok, demen pake handuk atau sikat gigi bersama, naro pakaian kotor dimana-mana, istri nggak bisa masak, istri doyan belanja, dst dsb sampai hal besar, misalnya ikut campurnya keluarga besar dalam rumah tangga atau malah perbedaan keyakinan.
Coba, kalo ga toleran dengan hal-hal kecil semacam itu, apa kabar dengan masalah besar? Apa nggak jadi bahan ribut sehari-hari?

Emang kita tau itu si prince charming-nya Putri Salju mau bantuin cuci piring apa nggak? Atau Ken-nya Barbie yang ngoroknya sampe kedengaran satu RT?

Gue juga bukan 'sang benar' yang udah cukup punya toleransi ke suami. Ofkors, sometimes I sweat small things, tapi setelah melalui badai besar, rasanya hal-hal kecil menjadi semakin kecil karena gue punya isu besar yang harus diselamatkan dari biduk (ta'ela) rumah tangga ini.

So, happily ever after? Dapet salam dari Cinderella :D

(Ah ya, postingan ini ditulis saat macet tadi pagi, tapi batere abis, jadi baru lanjut tengah malam deh)

sent from my Telkomsel Rockin'Berry®

We hate it when our friends became successful

Ada yang tau lagunya Opa Moz alias Morrissey yang satu itu?

Ini liriknya, dibaca baik-baik:

We hate it when our friends become successful
Oh, look at those clothes /Now look at that face, it's so old /And such a video ! /Well, it's really laughable / Ha, ha, ha ...

We hate it when our friends become successful
And if they're Northern, that makes it even worse/ And if we can destroy them / You bet your life we will / Destroy them / If we can hurt them / Well, we may as well ... / It's really laughable
Ha, ha, ha ...

You see, it should've been me / It could've been me / Everybody knows / Everybody says so / They say :

"Ah, you have loads of songs / So many songs / More songs than they'd stand / Verse

Middle eight / Break, fade / Just listen ...

Sebagai pengingat, ini videonya


Hayo ngaku deh, sering kan kita (ah kita melulu, elo aja Lit, sama keluarga lo yang metal-metal :p) sirik atau memandang gemanaaaaa gitu kalau ada teman yang lebih sukses atau berhasil dalam hal apapun dibandingkan kita?

Sudah baca artikel di Mommies Daily yang ditulis Hani sewaktu International Woman's Day, tentang Supporting Other Women?
Wihiii, dijamin #jleb deh!

Walaupun seringkali perempuan teriak-teriak, "males banget temenan sama cewe, abis rempong!" atau "Emang perempuan doang yang suka ngomongin orang? Laki juga kaliii..."

Sebagai perempuan (kebetulan terakhir ke toilet sih, masih perempuan ya), walaupun gue juga sebel kalo sama orang yang membeda-bedakan manusia berdasarkan gender, tapiiiiiii hati kecil bicara, ada benarnya semua label dari orang-orang itu.
Perempuan pintar, betul, setuju sekali! Perempuan juga sama hebatnya kaya laki-laki, banyak business woman sekarang, betuuuul sekali! Perempuan itu makhluk multitasking, dan cuma perempuan yang bisa begitu, setujuuuuu!!!

Tapiiiii, yah itu tadi. Harus diakui, kita sebagai kaum perempuan senang ngobrol. Nah, bahayanya, ngobrol ini kadang melebar kemana-mana yang ujungnya jadi ngomongin orang. Nggak semuanya buruk sih, tapi kadang-kadang obrolan santai ini ujung-ujungnya ada yang lempar omongan "eh, tau nggak sih looo..", atau "Jangan bilang siapa-siapa, ya.." Dimana kalau ada kalimat ini didepan sebuah obrolan, pasti nyebar ke orang lainnya malah lebih cepat :))

Gue mah kaga munafik, sering banget, kok, terjebak atau menjebakkan diri dalam pembicaraan seperti itu, hehehe... Pokoknya gue mah, selama obrolan itu nggak merugikan orang lain atau diri sendiri (palingan waktu bekerja yang tersisihkan gara-gara kebanyakan ngerumpi), nggak apa-apa lah. Sometimes we need some fun, eh? :D

Aduuh, keburu tukang ojek komersil dateng, nih! Tar terusin lagiii...

Wednesday, March 14, 2012

Makan nggak makan...

Semalam ngobrol sama mama, dan beliau cerita bahwa dulu pas hamil gue kondisi keluarga kami lagi prihatin sekali. Bokap nggak kerja. Itulah makanya nama belakang gue cukup 'aneh' yaitu IQTIANTI yang berasal dari kata 'Ikhtiar' (kenapa bukan Ikhtianti, ya kalo gitu?).
Tapi alhamdulillah bokap nyokap survive. Dan insyaallah cerita ini bikin kami bisa survive. Kalo kata Slank sih, makan nggak makan, asal kumpul...

Hidup memang udah susah
Tapi jangan dibikin susah
Hidup memang bikin pusing
Jangan tambah dibawa pening

Selama kamu masih mencintaiku
Selama kamu tetap setia padaku

Makan gak makan asal kumpul
Makan gak makan, makan gak makan
Asal kumpul
Makan gak makan, makan gak makan
Asal kau ada di sampingku

Hari demi hari semakin parah
Kuatin semangat biar gak lemah
Gali-gali lobang tutup lobang
Biar gak tambah banyak hutang

Tapi selama kamu masih, masih cinta
Tapi selama kita tetap bersatu...sama - sama

Bulan kebulan semakin gawat
Asal gak laper sampai lewat
Kalau gak mikir cepat-cepat
Bangsa indonesia bisa kiamat

Selama kita gak panik dan mikir santai
selama kita tetap...cinta damai



Ada yang bisa ngalahin duet Slank sama Iwan Fals?


Monday, March 12, 2012

BBM, oh, BBM..

Yang lagi rame diberitain adalah mulai 1 April 2012, BBM alias Bahan Bakar (yaelah, lupa hurup M-nya apa) naik dari 4500 jadi 6000 rupiah. Oh iya, ini untuk BBM yang bersubsidi ya, atawa bensin premium.
*eh udah ingat, M-nya Minyak, pinter kan, gue? Haha*

Kenaikan harga BBM pastinya bakal berimbas ke banyak hal. Contoh paling gampang, ongkos angkutan umum. Buat yang nggak pernah naik angkot, mungkin kenaikan dari 4500 jadi 5000 atau 6000 akan berasa "duile, lebay amat, cuma naik gopek/ seceng doang". Tapi yaaaaa, buat para pengguna angkot akan berasa, lho. Salah satu alasan orang naik angkot kan, karena (umumnya) nggak punya kendaraan pribadi. Kalaupun ada yang punya kendaraan pribadi tapi memutuskan naik angkot, biasanya jarang banget. Enak-enak naik mobil sendiri, ga desak-desakan, ga nungguin angkot di pinggir jalan, ga kepanasan, ga pegel kalo ga dapet duduk, mosok mo naik angkot.
Aheum, boleh dong, gue bangga (lagi) untuk hal yang satu ini *melototin mobil yang lebih sering ngendon di garasi rumah*, setidaknya membuktikan komitmen untuk nggak nambah-nambahin mobil di tengah kubangan kemacetan Jakarta :)

Nah, buat para angkoters, kenaikan ongkos akan mempengaruhi pengeluaran perbulan. Coba, 500 perak dikali 20 hari kerja, aja, udah 10 ribu. Itu bisa untuk makan siang, lho! (Eh ga percaya, masi ada makan siang yang 10 ribu? Coba mampir depan Commonwealth Kemang Raya, nasi rames pinggiran itu gue makan cuma 8 ribu perak!).

Hal lain yang berpengaruh adalah sembako. Kok bisa? Ya iyalah, sembako itu kan diangkut ke pasar/ agen/ supermarket pake mobil, nah akibat BBM naik, biaya operasional juga akan naik, dong! Ngaruh deh, ke harga-harga barang yang ada di pasar.
Percaya deh, emak-emak yang sering bertindak sebagai manajer keuangan rumah, pasti akan 'berasa' banget kalau belanja pas harga barang naik. Ya kan? Ya kan? Gue aja suka tercengang, "kayanya cuma masak begini doang, kok habisnya 40 ribu" (gini doang itu= sayur 1 macam dan lauk spt ikan/ ayam/ daging 1 macam).
Nah, golongan menengah aja (kalo kata Vitri-nya QM, kita-kita ini *kita? Elo aja kali, Lit!* masuknya golongan menengah. Heits, jangan protes, selama masih mengeluh sama pengeluaran dan berasa hidup ini kuraaaaaang, aja, pukul rata lah, jadi golongan menengah *semena-mena*, hihihi) kebingungan menghadapi kenaikan harga-harga, walaupun tetap mampu membeli, ya. Gimana dengan golongan dibawah kita?

Jadi, kenaikan BBM salah?
Menurut pendapat gue dengan rendah hati (terjemahan bebas dari in my humble opinion alias IMHO), nggak salah juga sih. Kalau tujuannya supaya banyak yang bawa kendaraan pribadi kemudian merasa "ih bawa mobil mahal ya, naik angkot, ah!" tercapai, ya alhamdulillah. Mana tau jalanan jadi nggak macet kan, karena satu persatu merasa bawa kendaraan sendiri itu mahal.

Memang sih, nggak akan segampang itu membuat yang biasa naik kendaraan pribadi beralih ke kendaraan umum. Apalagi 'protes'nya kan, kendaraan umum di Jakarta belum memadai. Padahaaaal, u'll never know until you try..
Dan memang sih, masalah kendaraan umum ini HARUS jadi PR besar pemerintah Jakarta kalau emang niat mengurangi kemacetan.

Tapi yaaaaah, kalau berharap terus sama pemerintah, nggak akan mengubah apapun dong! Kenapa nggak coba dari hal yang keciiiil, seperti diri sendiri gitu?

*gue ini kalo bikin postingan beginan pasti UUA, ujung-ujungnya angkot :D. Ngelamar jadi humas PPD apa ya? :p*


sent from my Telkomsel Rockin'Berry®

Wednesday, March 7, 2012

My body, my clothes, my business..

Belakangan fenomena hijabers modis udah kaya trend. Sejauh mata memandang, perempuan modis berhijab ada dimana-mana. Gue, sebagai pecinta mereka yang berdandan/ bergaya ciamik pun sangat menikmatinya.

Bukan, bukan, gue bukan pecinta/ pengikut trend, fashion atau apapun sebutannya. Gue hanya suka melihat orang-orang yang tampil gaya dengan percaya diri. Gimana bisa bilang dirinya pecinta fashion, wong gw kalo pake baju juga masih suka sembarangan kok :D

Seperti biasa, hal yang lagi naik daun, pasti akan ada 'haters'-nya juga. Ga peduli bahwa ada sisi positif dari hal tersebut. Salah satu hate comments yang muncul dari fenomena ini kira2 adalah, pake hijab karena trend bukan keinginan hati semata.

Salah nggak?
Kebetulan gw pake kerudung udah lumayan lama. Walo perlu diakui, dari dulu pake kerudungnya nggak ada modis2nya dan bener2nya. Cuma 1 gaya dan warna. Gaya kerudung segi empat warna hitam (yap, hanya 1 warna sejak 2003) diikat ditengkuk. Kelar.
Leher keliatan dong? Yoi. Nggak bener kan? Kaya gini nih:


Tahun 2011, pas udah di Female Daily, ada tantangan bagi setiap kru-nya. Melakukan hal yang bukan 'elo banget' selama 7 hari. Orang2 kantor menyarankan gw untuk jangan pake kerudung hitam selama 7 hari. Bisa? Bisa dong, alhamdulillah. Koleksi pashmina jadi kepake. Ah, 7 hari doang! Ternyata nggak, hal ini berlanjut terus, dan gw selain pake warna lain juga mencoba gaya lain. Aktif lagi di forum moslem outfitters dan nyadar bahwa hijab sekarang keren2 banget.

*lah kok jadi ngomongin gw sih?*

*nah ini gue masa kini - ceile*

Balik lagi ya, menurut hemat gw, mau ternyata yang pake hijab ngikutin trend, tetap perlu dihargai lho. Pake hijab is a big-huge step buat seorang perempuan. Lah nggak usah dari yang nggak pake sama sekali, macam gw ini yang udah pake (tapi ga bener) aja ketika mau pake hijab yang lebih benar, juga ada aja pemikirannya.

Mungkin aja kan, selama ini pengen banget, tapi belum dipikirkan secara mendalam. Nah pas banget hijab lagi naik daun, baru kepikiran lagi secara hijab modis ini ada dimana-mana kan. Segala sesuatu yang sering kita lihat, biasanya baru kepikiran. Awalnya naksir baju-bajunya, suka lihat gayanya, lama-lama jadi pake juga. Alhamdulillah dong! Yang pentiiing, begitu trend lewat hijabnya masih dipake, alias istiqamah. Eym?

Banyak juga komen-komen yang membawa ayat Quran bagaimana seharusnya muslimah berpakaian, ini kemudian menggiring ke opini bahwa hijab modis saat ini menyalahi aturan pemakaian hijab sesungguhnya.
*ah bagian ini banyak yang lebih jago*

Kalo gw pribadi, selama pakaian itu nggak 'penuh ke bungkus-bungkusnya', masih gw pake. Beberapa waktu lalu rame beredar sebuah blog yang menuding/ menyindir gaya perempuan berhijab yang salah. Gw nggak mau ngomongin gitu, gw juga JAUH dari sempurna. Dengan membeberkan (baca: menuding) seperti itu, menurut gw ga bikin lo lebih baik dari yang lo omongin, kok. Dan cara itu menurut gw ya, bukan mencerminkan muslimah yang baik juga.
Ini sama persis kaya kasus gw sering banget ketemu sama muslimah yang pakai baju serba tertutup, jilbab panjang dan berkaos kaki, tapi begitu melihat gw (yang gayanya begini ini, modis maksudnya *plak*) langsung menatap dari ujung kepala sampai kaki dengan tatapan merendahkan. Sebel? Pastinya! Tapi ya nggak mau balas dengan tatapan serupa ah, ntar gw sama aja kaya mereka. Asal tau aja, you're not better than me, dan sebaliknya, saya juga nggak lebiih baik dari kamu.

Berhijab, emang berat. Seluruh dunia kalau nggak anggap lo kudu lebih sempurna dalam semua hal, ya anggapan kedua adalah teroris *halah jadi inget pernah nggak boleh masup sebuah klab tahun 2004-an*.
Sering banget denger omongan, "benerin dulu sikap lo tuh", atau "sholat aja masih bolong-bolong, mo jilbaban", dan lain sebagainya. Eh ini mah beneran, waktu belum berkerudung, gw pernah nanya sama guru ngaji gw "gimana pahala orang yang sudah menjalankan semua perintah-Nya tapi belum berhijab?". Jawabnya, "ya, semua pahala yang dikumpulkan nanti akan dihitung juga berapa 'dosa' yang kekumpul akibat belum berjilbab". Jeng-jeng, ini nih salah satu kalimat yang #jleb buat gw.

Walau demikian, berpakaian menurut gw adalah hak pribadi setiap manusia. Dan orang lain harus bisa menghormatinya. My body, my clothes, my business.
Misalnya nih, beberapa waktu lalu ada gerakan tentang rok mini (yang kebetulan beberapa penggagasnya gw kenal), ih gw mah mendukung mereka! Bukan karena rok mininya, tapi makna yang terkandung di dalam aksi tersebut yaitu hak seorang perempuan.

Ah by the way, gw juga masih teruuuuus belajar. Masih jauuuuuh dari sempurna, karena kesempurnaan kan hanya milik Allah SWT dan ketidaksempurnaan milik bund* d*rc* :D

(Setelah bertahun2 pake kerudung, baru sekali nih gw posting tentang hal ini. Maju mundur banget bikinnya, sadar diri lah, belum pantas bikin tulisan/ blogpost tentang hijab. Karena ini topik yang cukup sensitif, jadi rasanya perlu ada disclaimer: mohon maaf kalo ada salah-salah kata. Manusia kan gudangnya dosa)
sent from my Telkomsel Rockin'Berry®

Monday, March 5, 2012

The journey

Hari ini harusnya gue memulai sesuatu yang baru :D

Beberapa waktu lalu gue mendapatkan tawaran pekerjaan dari sebuah televisi (bukan tv nasional tapi, yaaa...). Pelajaran dari beberapa tahun yang lalu, pernah ditawarin juga, tapi nggak ada kabarnya melulu, akhirnya gue nanggepin dengan setengah hati. Orangnya minta ketemuan, ya gue dateng. Orangnya nawarin gaji sekian, ya gue ho oh-ho oh aja, tanpa pikir panjang. Pas giliran HRD udah minta tanda tangan kontrak, baru deh kepikiran :))

Kenapa kepikiran? Ya iyalah, basic gue bekerja di televisi, udah gitu lokasi dan semua-semuanya juga cukup menjanjikan. Tapiiii, disana gue harus bekerja setiap hari dan tau sendiri lah (eh pada tau kan?) bahwa kerja di televisi itu cukup menyita waktu. Sementara, apa yang diinginkan seorang ibu bekerja sudah gue dapatkan di Wisma 31 ini alias Female Daily Network. Jam kerja yang fleksibel, gue kekantor hanya 4x seminggu, bisa nganter Langit sekolah dulu sebelum kerja, di samping itu, menulis dan berbagi pelajaran tentang menjadi ibu selain menyenangkan juga berpahala, kaaaaan :)

Setelah proses yang cukup melelahkan *halah*, cape batin bok, kepikiran harus memilih yang mana, akhirnya gue memilih untuk stay disini. Alasannya, ya selain kefleksibelan waktu dan lain-lain itu, setelah istikharah (uhuk) ditunjukkannya disini. Lalu, Igun juga dari mulai secara implisit pengennya gue disini, sampe secara eksplisit bilang terang-terangan gue lebih baik disini. Jadi ya, sebagai istri sakinah, gue memutuskan :D

Bismillah ya, mudah-mudahan ini memang yang terbaik untuk gue, Langit dan keluarga kecil kami.



Anyway, sebelumnya juga beberapa kali mendapatkan tawaran, tapi ga gue gubris. Misalnya, salah satu majalah franchise Jerman yang baru terbit. Sudah sampe dikirimin kontrak kerja segala, tapi gue terusin juga. Ada juga pernah salah satu tempat dulu gue suka bantuin bikin script sebagai side job, minta gue pegang PH-nya -____-' tapi yang ini bahkan ga gue pikirin, langsung bilang nggak :D

Intinya sih, gue hanya mau pekerjaan yang bisa menyenangkan dan bermanfaat untuk banyak orang. Membaca komentar orang-orang atau reply di twitter bahwa apa yang di share di Mommies Daily itu bermanfaat bagi mereka itu sangat menyenangkan.
Yah, memang kadang-kadang ada dalam hidup yang nggak harus diukur dengan uang, kan :)

Friday, March 2, 2012

Petualangan baru...

Jadi ya, per-Maret ini gue memulai petualangan baru dengan menggunakan jasa ojek bulanan untuk anter jemput ke kantor. Gileeee, Bekasi- Kemang naik ojek?

Jadi gini ya, setelah gue menghitung diatas kertas biaya transportasi tiap bulannya itu ternyata bisa menghabiskan cukup banyak! Padahal gue naik omprengan lho, jadi yang bilang naik kendaraan umum lebih murah daripada bawa mobil sendiri, coba sini kalian berangkat bareng saya tiap hari :D
Terus, kenapa nggak bawa mobil sendiri?
Oh percayalah, Igun udah minta gue supaya bawa mobil sendiri aja. Tapi gue yakin, untuk transport memang lebih murah, tapi tingkat stress meninggi tar masuk rumah sakit lebih mahal kan, cong?

Saran lain dari Igun adalah, nyicil motor! Padahal dirumah udah ada motor juga, tapi itu kan buat dia, karena Igun juga males bawa mobil untuk beraktifitas. Saran ini langsung gue tolak mentah-mentah. Capenya sama kaya bawa mobil, stress-nya apalagi *sigh*.

Akhirnya, gue coba bulan ini untuk langganan ojek. Nah, ada cerita agak lucu tentang si mas tukang ojeknya, nih pas kemaren tawar-tawaran harga.

Tk. Ojek: "Saya kalo ke daerah Kemang Jakarta sana bu, nariknya 70 ribu sekali jalan"
Gue: (dalam hati: buset mahal amat) "tapi kan saya mau bulanan, mas"
Tk. Ojek: "iya, palingan saya hitung 50 ribu deh"
Gue: (Oke, langsung berhitung dan kayanya masih jauh dari yang gue budget-in) "jadi berapa kalo perbulan? Saya kekantor itu seminggu hanya 4x"
Tk. Ojek: "400 ribu deh, bu"
Gue: (melonjak kaget) "Nggak salah, mas? Saya tambahin, 500 ribu ya"
Tk. Ojek: Iya deh, bu, makasih ya. Jadi mulai besok nih?"

Singkat cerita, yang gue budgetin untuk langganan ojek sesungguhnya lebih dari itu. Makanya langsung pasang niat dalam hati, si abang akan gue kasih uang pulsa dan beberapa tambahan lainnya. Mengingat ya, Bekasi-Kemang, cuy...

Tadi pagi si Tukang Ojek sudah menanti didepan rumah. Kami berangkat jam 9 pagi. Nganter Langit sebentar ke sekolahnya karena searah, terus langsung berangkat menyusuri Kalimalang (yang kayanya nggak abis-abis itu panjangnya), lalu Cawang, Pancoran, Mampang, Bangka dan Kemang! Macetnya, jangan ditanya lah ya. Begitu sampai di halaman parkir gedung kantor, si Tukang Ojek terus ngomong, "bu, harga yang kemaren saya revisi ya, jadi 800 ribu perbulan, gimana?"

=)) =)) =))

Jadi pemandangan ini akan menjadi sahabat saya setidaknya sebulan kedepan :p

Nggak apa-apalah ya, daripada gue stress macet. Risiko kalo naik ojek palingan keujanan dan periode kerikan yang makin pendek, biasanya 2 minggu sekali, jadi 3 hari sekali :D