Friday, May 31, 2019

Pilih-pilih Bukber, Karena...


Makin banyak bukbernya, makin cepat habis isi dompetnya. Bener nggak?



Kalimat di atas hanya salah satu alasan kenapa jangan bukber sering-sering, sih. Mari dijabarkan secara rinci. Dalam satu kali bukber, kalo kita hitung rata-rata sekali bukber menghabiskan 50 ribu, kalau kita bukber 5 kali, udah habis 250 ribu, kan?

Namanya bukber, biasanya di resto yang decent, lah. Apalagi buat kaum menengah ngehe kaya gue, jarang banget ngabisin 50 ribu, seenggaknya 100 ribu sekali bukber. Ye nggak? Secara bukbernya di mal, di resto, nggak mau di food court, banyak mau dah!

Tapi ya, makin dewasa (baca:tua), gue makin pemilih perihal bukber. Tahun ini, di luar bukber sama kantor dan keluarga besar, gue cuma 5x bukber. Ini kayanya lebih banyak dibanding tahun lalu yang cuma 2x, kayanya.

Sama ICAS


Ini geng gue zaman SMA. Kebetulan juga pas salah satu member yang tinggal di NZ lagi ke Indonesia, jadi wajib hukumnya. Tapi sama ICAS memang alhamdulillah selalu bukber tiap tahun.
Kebetulan yang pegawai kantoran dan letak kantornya di tengah kota cuma berempat, sisanya punya kantor sendiri. Maka lokasi bukber di area dekat-dekat rumah kami semua.

Sama Republik Cinta


Ini sebenernya anak-anak Crimson (kantor gue sebelum tempat yang sekarang) yang satu frekuensi. Kami punya grup yang isinya curhatan sehari-hari. Dari zaman sekantor, sampe sekarang gue nggak sekantor.
Lokasinya? Ofkors, gue pilih Sency. Haha. Egois, kan?

Sama ex Komando


Ini anak-anak ex Komando, tempat kerja pertama gue. Kebetulan banyak yang udah resign, tapi karena kami mengalami masa-masa gila bersama, jadi tetap nyambung sampe detik ini. Walaupun udah jarang ketemu, jarang kontakan, tapi begitu ngumpul, ya, gila bersama lagi.
Lokasi? Lagi-lagi Sency. Karena memang di tengah buat semuanya, dan menguntungkan buat gue dooong..

Sama Geng Diplomat


Ini juga anak-anak ex Female Daily yang sefrekuensi. Cuma berempat, harusnya berlima tapi karena salah satu nggak bisa sampe malam akhirnya pas banget gue dan Amal lagi nggak puasa, disamperin deh buat lunch bareng.
Sama mereka kalo ngumpul obrolannya sangat berbobot. Jarang gosip, tapi yang ada saling update pekerjaan, kondisi politik, isu terkini, dsb. Jadi kalo dibilang cewek-cewek kalo ngumpul itu buat rumpi, kayanya kami mah, enggak deh.

Lokasi? Sency lagi, dong! Haha.

Sama Geng Jemputan



Ini salah satu support system yang ada di kala kami sama-sama melewati masa-masa sulit. Masih kontakan terus karena memang anak-anak sekolah di tempat yang sama dan pekerjaan kami terkait satu sama lain. Industrinya sama gitu, maksudnya.
Lokasi? Akhirnya keluar Sency, tapi hanya di PP aja.

Seminggu sebelum lebaran, so far itu aja bukber gue. Semuanya direncanakan jauh-jauh hari, diplot waktu, dan tempat. Bukan karena sok sibuk atau apalah, tapi bukber yang lokasinya jauh/ nggak sejalan pulang, seringkali bikin capek di jalan. Secara sini buibu kerja, kayanya mendingan gue pulang ngabisin waktu sama Langit tersayang.

Memang sih, bukber sering dianggap momen pas buat silaturahmi. Tapi in my defense, kalo mau silaturahmi, bisa kapan aja kok. Nggak harus bukber yang seringnya malah bikin salat telat karena di lokasi musalanya kapasitas terbatas, atau kemacetan di jalan, dsb.

Intinya mah, kalo mau ketemu, nggak harus dengan bukber. Kapan pun, bisa ketemu gue. Syaratnya cuma satu: di Sency, ya. 



Monday, May 13, 2019

Nggak Punya Duit Itu Rasanya...

rasanya ingin pasang iklan baris di Poskota

Yah, kaya di atas itu lah! -eh, amit-amit naudzubillahi min dzalik!

Gue pernah berada dalam kondisi yang bener-bener nggak punya duit, padahal harus bayaran anak sekolah, bayar bulanan mbak di rumah, dan pengeluaran sehari-hari. It was the most terrifying moment in my life. Lebay, ya?

Gue cerita singkat lah, ya.

Jadi di  suatu hari yang cerah, tiba-tiba aja kantor tempat gue bekerja nggak ngegaji karyawannya. Nggak ada pemberitahuan, nggak ada apa-apa, pokoknya di tanggal yang semestinya kami gajian, saldo kami nggak nambah. Sampai beberapa hari, minggu, bulan…

Alhamdulillah gue punya sedikit tabungan yang bisa buat bertahan. Beberapa bulan di awal, gue masih bisa bayar mbak, bayar sekolah, kondisi harian juga masih biasa aja walau harus agak sedikit lebih hemat dibandingkan biasanya.

Tapi ya, namanya duit nggak ditambah tapi berkurang terus kan pasti habis. Sampai akhirnya gue ngomong ke mbak di rumah, “Nih, duit gue tinggal XX. Kalo buat bayar lo, habis deh, nih duit gue. Kita bagi dua dulu, ya”. 

Duh, sedih deh mengingat masa-masa itu. 

Gue baru berani cerita setelah bertahun-tahun berlalu. Beberapa hal yang gue pelajari dari hal ini adalah:



Punya dana darurat itu penting!

Saat itu kondisi keuangan gue memang lagi ‘membangun’ dana darurat. Lah, dana daruratnya belum ada, kok udah mengalami kesialan finansial?! Haha.

Kalo berdasarkan teori-teori, dana darurat itu besarnya beda-beda di setiap orang, tergantung sudah berkeluarga/ punya anak atau belum. Ada yang 9-12 kali pengeluaran bulanan. LUMAYAN KAN, YAAA?

Alhasil, setelah kejadian itu, gue harus membangun ulang dana darurat gue. Dan, karena jumlahnya lumayan ya, sementara di sela-sela pembangunan ada biaya lain-lain yang harus dibayar, yaaah progress-nya slow dah :D

Nyimpen emas, ada gunanya

Duluuuu zaman belum paham investasi, boro-boro saham, reksadana aja belum kenal. Gue pernah beli LM. Punya beberapa keping yang beratnya nggak gede-gede amat, tapi lumayan buat menopang hidup sementara waktu deh.

Jadi si LM ini akhirnya gue ‘sekolahin’ ke Pegadaian. Ada yang pernah nyekolahin perhiasan atau LM-nya di Pegadaian? Ternyata semudah itu, dan semurah itu, ya. Alhamdulillah beberapa saat setelahnya ada rezeki, jadi nggak sampe jatuh tempo langsung gue tebus. Walaupun katanya invest LM naiknya lama banget, tapi saying gitu rasanya kalo dijual. Btw, tentang LM naiknya lama, bener banget sih, ini. Beli udah bertahun-tahun yang lalu, sampe saat ini kenaikan harganya hanya sekian persen. Jauh lebih cepat kalau invest di saham.

Tapi di momen-momen begini, kepake bangeeeet ternyata!

Siap-siap menyesuaikan diri!



Yaa, nggak harus sampe kaya di atas sih, ya. 

Jujur, di bulan pertama nggak gajian gaya hidup gue masih biasa aja. Karena gue pikir hanya telat sebulan kok. Santai, lah. Masih aman terkendali. Lah nggak tahunya, kooook??! Haha, kicep! Yang ada di bulan-bulan berikutnya baru meratapi hal-hal yang tak berguna yang telah kubeli di waktu-waktu dulu. Hahaha.


Seperti biasa, namanya blog kudu ada pelajaran yang harus bisa dipetik oleh pembacanya [tsahelah]. Kita nggak pernah tahu kapan tahu-tahu keran rezeki kita dihentikan. Tapi kita juga nggak pernah tahu kapan keran tersebut dilancarkan.

Sedia payung sebelum hujan, is a must. Makanya sejak kejadian di atas, gue lebih ekstra hati-hati masalah keuangan, beli asuransi jiwa [ngeri banget gue kenapa-kenapa dan gimana biaya Langit sekolah?], jadi parno kalo saldo di ATM gue menyentuh angka tertentu, dan kalo lagi punya ada rezeki lebih langsung buru-buru diinvestasikan. Biarin receh-receh aja, yang penting ada simpanan kalau-kalau dibutuhkan.

Intinya mah, gue jadi ngebenahin keuangan. Bingung mulainya dari mana dong? Nah, coba baca buku gue Survival Guide Book for Girls: Saving versus Shopping, langsung di Tokopedia, ya!

Walaupun percaya dan berserah sama Yang di Atas, tapi bukan berarti kita duduk manis dan menunggu saja tanpa batas. Karena...