Friday, December 7, 2018

Pengumuman Perceraian


Hayoo, siapa yang baca ini karena kepo. Eaaaa, sok iye.


Berita perceraian belakangan ini memang entah kenapa banyak banget berputar di sekitar gue. Baik yang kenal baik, sampai yang nggak kenal sama sekali. Salah satu yang hangat dibicarakan adalah berita tentang perceraian Gading dan Gisela bergulir. Kaget, ikut sedih, bahkan sampe tagar #SaveGempi trending di Twitter. Wahai Netijen Yang Budiman, apa yang ada di benak kalian?

Gue sebagai netijen juga kepo, sebenernya. Walaupun paham banget bahwa apa yang tampak di dunia maya tak selalu berbanding lurus dengan dunia nyata, tapi pasangan ini emang adem ayem jauh dari jangkauan Lamtur. Apalagi kalo throwback lihat momen Gading nembak Gisel yang dilihat sama jutaan pasang mata ini:


Anyway, proses perceraian pasangan GG ini baru di tahap pengajuan gugatan. Tapi di hari yang sama, berita udah beredar. Kecanggihan awak berita atau kekepoan tak terkira?

Gue nggak mau bahas penyebab perceraian mereka sih. Karena seperti pernah gue tulis di sini, kita nggak pernah tahu apa yang ada di balik pintu. Artinya, di depan publik semua orang bisa tampak bahagia, tapi dalamnya hati siapa yang tahu?

Sesedih-sedihnya gue atas berita perceraian mereka [#TimMewek mah gitu, yang cerai siapa yang mellow siapa], ada hal lain yang bikin gue sedih:

Postingan mereka berdua yang mengumumkan kondisi pernikahan mereka.



Gue sedih, kenapa mereka harus posting begitu sih? Untuk memenuhi kekepoan warganet? Untuk meredam spekulasi-spekulasi orang lain? Atau apa? Toh ketika mereka posting itu, berita miring penyebab perceraian mereka nggak berhenti juga.

Perceraian menurut gue bukan berita bahagia yang perlu disebarkan.

Walaupun, ya, di beberapa kasus di mana satu pihak dirugikan [korban kdrt, misalnya] itu adalah hal yang menggembirakan. Atau nggak seekstrem KDRT, perceraian bisa jadi melegakan salah satu atau malah kedua belah pihak.

Terus kenapa nggak boleh disebarkan? Eh, bukan nggak boleh, cumaaaa kalo gue nih, sebaiknya nggak lah. Ada beberapa alasan:

Pertama, perceraian merupakan hal yang kompleks. Ada konsekuensi di balik itu. Ya pengasuhan anak, harta, keluarga, dan seterusnya.

Kebayang nggak sih, lo, pusing kan ngejalanin itu semua? Bagus kalo pusing doang, kalo badan juga ikutan drop dan memengaruhi aktivitas harian gimana? Bolak balik ke pengadilan serta beban pikiran, pasti ngaruh ke kesehatan lho.

Belum lagi kalo ngomongin anak. Gimana cara ngasih taunya? Belum lagi kalo drama sama mantan pasangan (dan keluarganya). Belum lagi urusan harta. Deeuuu.. Lelah, pasti!

Kebayang nggak kalo masih proses aja udah diumumin ke banyak orang? Berapa banyak yang bakal nanyain elo segala hal terkait perceraian lo? Ya kalo sekelas kita mah, paling masih bisa dihitung jari. Kalo sekelas GG? Netijen yang GG tau juga enggak dia hidup, bisa icam alias ikut campur, kak.

Kedua, yang disebut di atas adalah keribetan ke luar. Bagaimana dengan diri sendiri?

Hmmm… lo pikir gampang memutuskan bercerai? Kalo pacaran sih, tinggal putus kalo masih mau ya tinggal balik. Kalo nikah? Seklise apapun, kayanya semua orang niatnya nikah sekali seumur hidup. Kecuali kalian hamba-hamba pendukung poligami. Hehe.

Intinya mana ada yang menikah untuk berpisah? Pasti mengambil keputusan bercerai nggak semudah itu dan nggak dalam 1-2 hari aja. Ada kontemplasi panjang di baliknya. Kalau yang muslim, gue yakin banyak yang salat istikharah sebelum memutuskan.

Apalagi bagi perempuan, menyandang status JANDA itu sangat berat. Dianggap perempuan egois aja masih bagus, kalo dicap sebagai perempuan nggak bener dan nggak bisa ngurus keluarga? Kan sedih.

Mengutip kata seorang teman, perempuan minta cerai itu berarti masalahnya udah segini (menunjuk leher) atau diartikan batas kesabarannya udah habis. Dan ya, gue salah satu yang percaya itu sih.

Belum lagi urusan finansial (kalau yang selama ini bergantung pada suami). Pasti bakal ada perubahan kan?

Nah kan, kalo dalam diri sendiri aja udah dihantui berbagai macam masalah, terus diganggu pula dengan banyak orang yang tahu proses/ status pernikahan, apa nggak tambah puyeng idup lo?

Berikan sedikit waktu untuk diri sendiri menerima, menyembuhkan, dan bangkit kembali. Ya, dukungan orang lain perlu. Tapi apa orang lain yang tahu itu bisa dipercaya?

Ketiga, sudah cukup banyak cerita para single mom yang malah difitnah karena statusnya. And it's heartbreaking.

Dengan tidak mengumumkan status, malah aman toh? Nggak ada yang iseng ganggu, you know lah pandangan kalo janda itu ‘gampang’ dan aneka sebutan yang bikin kuping panas. Dengan nggak mengumumkan status, kan orang-orang tahunya lo masih menikah. Kalo ada yang berani ganjen sama perempuan menikah mah, jitak aja… .pake pacul!

Palingan, ya jadi susah cari pacar baru. Lol.

Lagian ya, putus pacaran aja pasti butuh waktu buat move on. Masa ini putus nikah mau buru-buru move on? Semua pasti indah pada waktunya, kok. Sabar, ikhlas.

#tausiyahmamahlita

Oh iya, selain GG ada rapper luar yang juga posting pengumuman perceraiannya di Instagram, CardiB. Walaupun postingannya udah dihapus, tapi terakhir ngecek kemarin ada 17 jutaa views di sana. Beda kasus, beda budaya. Di sana banyak komen yang support CardiB dan nggak nyenggol masalah pribadi, sementara di postingan GG banyak yang baper bilang supaya mereka nggak pisah. Yah sudah masuk ranah publik, maka persepsi pasti akan terbentuk. Kalo setelah itu mereka posting happy-happy, pasti bakal dikomentari "kok nggak sedih" atau apalah itu. Ya masa mo mellow mulu?

Mengakomodir kekepoan netijen, nggak akan ada habisnya. Ketika lo kasih info kehidupan pribadi lo di level 1, maka mereka akan cari level 2, 3,4, dsb. 

Biarlah media sosial jadi etalase semu kehidupan kita. Kalimat dari NH Dini berikut, somehow, menampar dan menguatkan.


Tuesday, November 20, 2018

4 Hari 3 Malam Menginap di Rumah Sakit


Wah gilaaa, udah lama banget nggak nge-blog, astaga! Padahal banyak banget yang ada di kepala, tapi nemu waktu yang pas buat nulis kok susah ya –alecan.

Sekalinya nulis mau curhat pula, tentang Langit yang baru aja akhirnya ngerasain ‘nginep’ di rumah sakit. Kalo yang follow Instagram gue, mungkin ngeh sama hal ini. Tapi ada 1 pertanyaan yang nggak bisa gue jawab, yaitu: “Langit sakit apa?”



Nah, gue cerita dari awal dulu, ya. Siapa tahu ada yang ngalamin hal serupa.

Jadi, hari Sabtu beberapa minggu lalu itu gue sama Langit main ke Museum Nasional. Pulangnya, mampir ke Saya Kopi Nuansa [coffee shop baru di area Bekasi, Jakasampurna tepatnya] milik teman gue. Di sana, seperti biasa ada beberapa teman yang bawa anak. Langit badannya agak hangat sedikit. Tapi dia tetap main dan aktif seperti biasa. Kami pulang sekitar jam 9-an, deh. Sampe rumah, langsung tidur.

Besoknya, karena seharian Sabtu udah full di luar rumah, maka Minggu di rumah aja. Selain memang Langit masih agak hangat badannya, dia juga belajar karena Senin ada ulangan perbaikan.

Hari Senin, tadinya nggak mau gue sekolahin, karena badannya masih hangat. Tapi karena Langit udah belajar, anaknya kekeuh mau sekolah. Gue pikir, yaudah Senin sekolah, Selasa nggak usah. Ternyata eh, ternyata, ulangannya nggak jadi dong, malahan katanya Selasa aja pas di hari ada mata pelajarannya.

Selasa, fix nggak usah sekolah, karena kondisinya lemas. Tapi sekali lagi, anaknya kekeuh mau sekolah. Akhirnya gue antar deh. Tapi begitu sampe kantor, gue watsap gurunya dan bilang kondisi Langit lagi nggak fit. Gurunya bilang, Langit dijemput pulang aja, karena kalo ulangan kondisi nggak sehat malah nggak maksimal. Terus pulang deh, anak gue.

Malamnya, masih panas manteng di 38. Pulang kantor, gue ajak ke dokter, karena panasnya udah lebih dari 3 hari kan? Anaknya nggak mau. Ok, perjanjian kalo besok belum fit juga, wajib ke dokter.
Oh iya, selain panasnya manteng juga Langit ngeluh lemas dan kepala pusing. Gue cek kulitnya aman, nggak ada bintik atau rash.

Rabu pulang kantor, akhirnya langsung bawa ke dokter di dekat rumah dan langsung disuruh cek darah karena panasnya udah lama. Hasil lab: leukositnya tinggi. Normalnya di angka 5-10ribu, tapi Langit sampe lebih dari 20ribu.

“Ini harus dirawat, bu”, kata dokternya.

Saat itu, gue masih nggak percaya aja, sih.

Logikanya gini:

Leukosit tinggi artinya ada radang/ infeksi/ bakteri dalam tubuh. Penandanya bisa jadi batuk, pilek, mual/ muntah. Nah, Langit nggak ada semua, tuh. Kok leukositnya tinggi? Nah, ini yang harus dicari penyebabnya, kan?

Gue minta terapi rawat jalan dulu. Dokternya bilang, bisa aja pake antibiotik oral, cuma dengan angka leukosit segitu belum tentu bisa cepat turun. Ngerinya leukosit keburu masuk ke mana gitu [sumpah, lupa] malah bisa fatal. Dokternya tapi nggak maksa, mungkin ngeh juga kalo gue masih mau cari 2nd opinion.

Di jalan pulang, gue kontak sahabat SMA gue yang dokter tapi tugas di Semarang. Gue kasih unjuk hasil lab, dia bilang, “Kalo pasien gue yang masih anak-anak leukositnya segini, gue sarankan rawat inap, Ta”. Tapi berhubung dia ngerti gimana kondisi gue, akhirnya dia menyarankan gue untuk cek urin, siapa tau leukosit tinggi dari infeksi saluran kemih.

Kamis pagi gue bawa ke RS Awal Bros Bekasi buat cek urin. Sebelumnya konsul ke dokter anak sambil bawa hasil lab. Dokternya juga bilang, kondisi segini harus dirawat. Tapi dia memahami kalau gue masih mau coba cek urin dulu. Singkat cerita, sorenya gue ambil hasil urin dan…. Bagus-bagus aja tuh!

Konsul lagi ke dokter anak, disarankan untuk dirawat aja. Mau bilang apa gue? Total 3 dokter lho udah gue tanyain.

Di sini baru deh gue dapet ujian ‘naik kelas’ lainnya, yaitu anak dirawat di RS. Secara sampe detik ini gue dirawat di RS hanya pas lagi melahirkan, ya, bok, jadi gagap banget dah. Beberapa hal yang gue catat nih, ya:

walnya drama, setelah 24 jam dirawat "Enak juga bu, boleh nonton Youtube, ke toilet dianter, boleh ngapain aja" LOL

Asuransi itu penting

Tapi milih agen asuransi yang bisa dipercaya dan mudah dihubungi juga penting. Alhamdulillah, Langit memang udah gue beliin asuransi [eh terus di kantor baru dapet asuransi juga buat anak, ini gue certain terpisah deh, ntar], jadi gue nggak terlalu pusing mikirin biaya.

Memang sih, karena sini warga Bekasi, jadi punya juga tuh namanya Kartu Sehat. Cuma nggak tahu ya, selama ada asuransi swasta, kenapa enggak digunakan? Biarlah warga yang lebih membutuhkan yang pake itu.

Kemarin, gue bener-bener nggak bayar apapun. Plek hanya bayar upgrade kamar doang.

Kesehatan yang nungguin penting

4 hari 3 malam Langit di RS, ya selama itu pula daku merindukan tidur di kasur yang empuq. Haha!
Alhamdulillah sih siang nyokap/ mbak di rumah datang. Nah, mereka datang gue bisa curi-curi tidur sejenak. Dan Alhamdulillah emang Allah sayang sama gue, ya, nggak sakit sama sekali gue nih. Biasanya angin akrab banget untuk mampir, ini enggak. Vertigo enggak, darah rendah, enggak. Alhamdulillaaaah.. emang kalo niatnya buat anak, semuanya dilancarin.

Kewarasan nggak kalah penting

Dengan kondisi di atas, capek? Ya pasti. Nggak mau gentian? Nggak lah. Mana mungkin gue bisa tidur di rumah sementara anak gue di RS? Gile kali. Percaya nggak percaya, selama itu pula, jangankan ke luar RS buat makan, ke luar kamar aja gue enggak! Haha.

Ya gimana? Yang tahu kondisi anaknya, gue. Yang ngurus administrasi bebayaran, gue juga. Mau ditinggal, gimana coba? Rasanya kaya pengin punya jurus membelah diri.

Obatnya?



Apalagi kalau bukan teman-teman yang menjenguk? Hanya dengan kehadiran mereka, sekadar sapa/ doa lewat teks, cukup bikin hati adem, otak waras kembali. Dan tentunya, berdoa sih.

Terus tiap hari ada aja yang bawain sajen kopi dan nemenin sampe tengah malam di RS. Alhamdulillah, banyak yang sayang :')

Hari Minggu malam, Langit boleh pulang. Leukosit sudah normal, kondisinya juga nggak lemas lagi, hasil cek darah segala macam sudah bagus. Alhamdulillah, yaaa…

Jadi sakit apa?

Ditulis di surat keterangannya sih, bacterial infection. Padahal kalo dirujuk dari ulang kan, nggak ada kemungkinan bakteri, toh?

Ya sudah terima aja. Gue malah jadi punya alternative sumber kenaikan leukositnya itu dari stres. Iya, leukosit tinggi bisa dari stres, lho.

Lah, anak 10 tahun bisa stres? Bisa lah, buk. Apalagi dengan latar belaang kondisi kami saat ini, ditambah pressure pergaulan, stres/ cemas sangat mungkin menghampiri Langit.

Menyadari hal ini, gue cuma bisa bilang, “Maafin ibu ya, Langit..”

Anyway, kesimpulannya dari hasil menginap di RS kemarin:


Ketika jadi orang tua, kayanya kejutan selalu ada. Harus selalu siap sama hal baru, baik yang seru atau yang mengharu biru. Kali ini yang menghampiri gue adalah: anak opname
 
Walaupun ibunya lulusan Milis Sehat, pasti berasa bijak. Tapi jadi pasien pinter kan nggak harus keminter. Apa mau dikata, 3 dokter berbeda mengatakan hal yang sama?

Pada akhirnya, dengan berbagai hal yang gue udah pelajari, ujung-ujungnya kita sebagai orang tua, pasti maunya anak kita baik-baik aja. Sehat itu mahal, tapi penyesalan kalo anak kenapa-kenapa malah nggak bisa dihargai dengan apapun.

So, better safe then sorry!




Tuesday, August 28, 2018

Olahraga Dengan Guavapass


Kalau suka baca blog atau follow media sosial gue, mungkin ngeh kalo gue ini termasuk suka olahraga. Beberapa bulan belakangan, jadwal olahraga gue sangat kacau, seperti saat balon yang hijau pecah –apose.



Mau daftar di fitness centre, kok, sayang? Secara kelas-kelas mereka menurut gue kurs, yah. Mau pake PT alias personal trainer, kok mahal. Haha. Akhirnya cuma muaythai seminggu sekali. Dan itu kurang banget, sih, buat gue.

Kemudian gue sering terpapar iklan Guavapass. Gue abaikan, awalnya. Terus ngobrol sama @biancafebriani80 eh, ternyata dia menyarankan gue ikut Guavapass aja, karena menurutnya, pasti kepake banget sama gue.

Buka-buka web-nya, akhirnya jadi deh. Sebulan terakhir ini gue lagi ikut Guavapass.

Apa sih, Guavapass?

Jadi Guavapass adalah sebuah platform/ aplikasi yang menghubungkan kita dengan studio-studio olahraga di [dalam kasus gue] Jakarta dan sekitarnya. Guavapass kerja sama dengan BUANYAK banget studio olahraga yang terbuka buat semua member Guavapass.

ini nama studionya nggak ke-capture semua

Gimana cara kerjanya?

Kita langganan sama Guavapass dengan paket-paket tertentu. Ada yang 649ribu per bulan, sampai sejutaan. Bedanya apa? Bedanya ada di berapa banyak kita bisa datang ke satu studio tertentu. 
Bingung nggak?

Gini, langsung gue ceritain paket yang gue ambil, ya.

Gue ambil paket yang 749ribu per bulan selama 3 bulan [kalo ambil paket yang sama tapi 6 bulan, harga pake per bulannya turun jadi 649ribu]. Nah, selama 3 bulan, gue bisa roadshow antar studio olahraga seantero Jakarta yang terdaftar sebagai partner Guavapass, all class, all day, mau sehari ngikutin kelas dari buka sampe tutup juga boleh. Tapi, tentunya ada batas jumlah kelas yang boleh kita ambil di 1 studio dalam 1 bulan. Misalnya, di Kaloria Studio Kemang atau Laca Studio Cipete, bisa ambil maksimal 3x sebulan. Sementara ada yang boleh hanya 2x sebulan, dan seterusnya.

Pake apps, jadi booking kelas bisa lebih gampang
Oiya, kalo lo cancel atau tiba-tiba nggak datang ke kelas yang udah lo booking, bakal kena cancelation fee, ya. Nggak mahal, tapi sebagai #Ibubijak, ini malah jadi motivasi gue supaya komitmen dengan kelas yang udah gue booking. Pernah 1-2 kali cancel karena macet nggak ketulungan dan 1 lagi karena Langit sakit.

Rugi dong, kok hanya bisa 3x sebulan?

Ya enggaklah. Seperti yang tadi gue bilang di atas, studio yang jadi partner Guavapass ini BANYAK banget. Lebih dari 20 studio. Kalo 1 studio maksimal 3x per bulan, maka sebenarnya kita bisa ambil kelas hingga 60x per bulan. Ada nggak tuh kira-kira yang olahraga sampe ikut 60 kelas per bulan?
Sampai hari ini, gue ambil rata-rata 9-10 kali kelas per bulan. Kalau dihitung maka per kelasnya gue bayar hanya sekitar 70-80ribu. Murah nggak?

Buat gue sih, ini murah banget ya. Mengingat studio/ gym yang kerja sama dengan Guavapass ini studio yang kekinian banget. Selain 2 yang gue sebut di atas, ada juga Sana Studio, Alder, Soulbox, Fit Warehouse, dsb yang harga per kelasnya itu start dari 150-200ribu. Ada juga gym-gym yang kerja sama dengan Guavapass kaya gym di Pullman, Shangrila, Elite Epicentrum, Epitome, dsb.

Percayalah, karena saya #ibubijak nggak mungkin menjerumuskan ke jurang kemahalan :p

Jenis olahraga yang disediain sama berpuluh-puluh studio ini juga beragam banget kan. Mulai dari yang gahar kaya cross fit, muathai, jujitsu, sampai TRX, pilates, yoga, bikram, zumba, pound fit, salsa, dance, dan seterusnya. Jadi nggak usah khawatir olahraga favorit lo nggak ada. 

Karena lokasinya seantero Jakarta dan sekitarnya, jadi gue pun bisa nyobain banyak studio olahraga yang tadinya males gue sambangin. Kalo hari kerja, maka studio yang gue sambangin muter di daerah Pondok Indah, Pondok Pinang, Cipete, Fatmawati, Cilandak. Kalo libur, kadang-kadang Tebet, Kuningan, atau Kemang. Yang di belahan Jakarta lainnya, jangan watir, Utara banyak, Barat juga, Bintaro ada. Sayangnya Bekasi belum ada, nih.

Memang sih, ada yang komen "Olahraga jauh banget". Iya sih, tapi menurut gue olahraga itu sebenernya yang terbaik adalah sudah mengalahkan rasa malas untuk jalan ke tempat olahraganya. Dan tentu saja, harapan semua manusia..

 
So far gue happy banget sih, ikut Guavapass. Walaupun tantangannya adalah, bertemu dengan mereka yang udah biasa olahraga barengan di tempat tertentu jadi aku berasa outsider. Tapi ya, untung juga sini anaknya cuek. Tujuan gue mau olahraga kok, jadi ya terus fokus satu titik, hanya itu titik itu, Tetap fokus kita kejar lampaui batas, Terus fokus satu titik, Hanya itu titik itu, Tetap fokus kita kejar dan raih bintang, Yo yo ayo… yo ayo Yo yo ayo… yo ayo [malah nyanyi..]

 Kalo ada yang mau daftar Guavapass, pake kode referral gue yak: https://guavapass.com/refer?t=LovesGuava545933 Hihihi :D

Btw, ini postingan murni dari hati nurani karena ingin berbagi. Bukan dibayar, karena Guavapass juga udah lebih tenar daripada gue :)))

Monday, August 13, 2018

10 Questions to: Maureen Hitipeuw, Janda Juga Manusia!


Kalo dengar kata 'Janda', apa yang terlintas di benak lo semua?
Hari gini, status ‘Janda’ masih aja jadi status yang mengundang banyak pandangan negatif dan sering dijadikan bahan becandaan. Janda kerap dicap sebagai perempuan nggak benar, gatel, pelakor, penggoda, kesepian, gampangan, dan sebagainya. Penyebab seseorang menyandang status ‘Janda’ akhirnya jadi nggak penting. Pokoknya “Hati-hati sama janda!”. 

Seorang sahabat, Maureen Hitipew, mendirikan Single Moms Indonesia 4 tahun yang lalu. Sebuah wadah buat para 'janda' atau single mom di Indonesia. Sebagai negara yang beradat ketimuran, menurut gue menyandang status janda sangat berat. Nggak hanya dari sisi finansial, tapi dari sisi 'omongan orang' malah jadi yang utama. Sebagai sesama perempuan, gue selalu memiliki respect tersendiri terhadap para single mom. Menjadi perempuan saja sudah cukup banyak stigma yang menempel pada diri kita, apalagi jadi janda? 


Mak, cerita dong tentang single mom. Elo sendiri udah berapa tahun jalanin jadi single mom dan apa hal yang paling lo inget tentang menjadi single mom?

Hi Lita! Sampai hari ini status gw sebenernya masih single mom sih, jalan 8 tahun lebih. Yang paling gw inget itu gimana strugglingnya di masa-masa awal jadi single mom, di saat dunia gw rasanya runtuh tapi 8 tahun kemudian gw bisa berdiri sendiri dan mikir “My divorce was the best thing that ever happened to me!”

Kalo SMI sendiri, gimana? Kapan dan kenapa dibentuk?

SMI lahir tanggal 8 September 2014. Lahir setelah gw dateng ke acara launching buku Single Moms Diary diundang kantor lama lo Mommies Daily hahaha. Dari situ keinginan buat nyiptain satu tempat buat single moms bisa saling berbagi, saling mendukung tambah kenceng. Bibit SMI sebenernya sudah lama ada di hati gw karena dulu tahun 2009 – 2010 waktu gw dalam tahapan gonjang-ganjing pernikahan sudah hampir berakhir sampai resmi cerai gw nyari support group di Indonesia dan ternyata belum ada yang khusus untuk ibu tunggal. Kalau yang basisnya di luar negeri udah banyak. Nah, setelah dating ke event itu lah gw makin semangat pengen bikin sesuatu dan akhirnya dengan modal nekat dan beranggotakan hanya 3 orang, SMI lahir.


Dengerin cerita para single mom, bikin perasaan lo gimana mak? Emosi karena teringat masa lalu, bersyukur karena berhasil melalui, atau apa?

Duh, ini yak karena persoalan single mom ini udah lengket banget di hati gw dan rasanya udah jadi semacam panggilan jiwa, kadang emosi masih suka ikut terbawa tapi gw pelan-pelan udah belajar detachment. Harus bisa memisahkan antara emosi dan fair judgements. Kenapa? Kalau gw kebawa emosi terus yang ada nanti masukan gw bukannya membantu malah nambah-nambahin emosi anggota SMI. Jadi ya kadang ada masanya gw mesti agak ‘keras’ ke member buat ngingetin bahwa ya sudah lah, nggak ada gunanya juga mencaci-maki mantan lo, udah kejadian. Ibarat kata nasi udah jadi bubur ya kan, nah sekarang tinggal fokusnya ke depan. Fokus buat self healing dan jadi ibu yang mandiri juga bahagia. Kadang gw suka terenyuh banget denger kisah-kisah perjuangan single moms ini, rasanya pengen gw tolong semua satu-satu. Sharing mereka ini bisa nguatin sesama members juga jadi nggak merasa yang paling menderita di dunia, which is good tapi ya lagi-lagi gw suka ingetin ke temen-temen bahwa yang sudah kejadian itu ya udah lah bukan buat kompetisi, bukan buat dinilai siapa yang paling menderita.

Menurut lo hal terberat menjadi single mom di Indonesia terutama, apa sih?

Finansial ya mak. Sedihnya di sini belum ada badan hukum atau instansi pemerintahan yang khusus ngurusin soal hak tunjangan anak yang orang tuanya bercerai (di beberapa negara sudah ada child support agency). Emang pengadilan bisa nentuin dan ketuk palu misalnya si Bapak mesti ngasih dana sekian juta per bulan untuk biaya sekolah dan biaya hidup anak misalnya. Tapi, keluar dari ruangan pengadilan, si Bapak bisa bebas lenggang kangkung nggak ngejalanin putusan ini dan pengadilan nggak punya kekuatan untuk meng-enforce. Buat single mom untuk nuntut bisa aja tapi kan perlu biaya lagi untuk sidang ina-itu juga waktu. Akhirnya ya emang banyak single mom yang struggling secara finansial dan mesti banting tulang untuk ngecover biaya hidup anak sendirian. Kalau single mom sudah mapan secara finansial gw rasa struggle lain lebih bisa dihandle.

Apa kiat lo buat para single mom di Indonesia supaya bisa ngelewatin masa-masa berat mereka?

Gw selalu saranin sama teman-teman di SMI buat cari cara untuk berdamai dengan keadaan plus berdamai dengan diri sendiri. Gw juga pernah ngerasain kok mak sakitnya, gimana rasanya pengen mati aja, gimana pusingnya mikirin masa depan anak dll. Di sini pentingnya iman, balikin semua ke Tuhan. Minta Tuhan buat turun tangan di saat lo udah nggak kuat, angkat tangan dan minta bantuan Ilahi. Itu kuncinya. Proses healing juga penting banget, self-healing, memaafkan mantan, memaafkan orang ketiga atau siapa pun lah yang bikin emosi jiwa. Gw percaya banget di saat kita udah berdamai, udah mulai focus ke masa depan dan mikirin gimana sih buat ciptain kebahagiaan dari diri sendiri bareng anak, hidup udah nggak lagi jadi beban.

Nah sekarang ke anak-anak. Menurut lo, gimana cara yang tepat menyampaikan kondisi single mom ke anak-anak?

 
Jujur! Gw selalu share ke member SMI bahwa anak itu berhak untuk tau kondisinya kalau orang tua sudah pisah. Mereka jangan sekali-kali dibohongin kenapa? Karena mereka tau lho kalau ada something wrong sama orang tuanya. Energinya kerasa sama anak, even anak lo masih bayi. Jadi sebaiknya, jujur kasih tau ke anak dengan Bahasa yang disesuaikan sama umur mereka. Hindari bohong dengan misalnya bilang “Oh, Ayah lagi kerja di luar kota, nanti pulang.” Anak lo bakalan holding on sama janji itu. Kebayang nggak kecewanya mereka nanti? Jadi mendingan jujur aja dari awal. Ini juga gw praktikkan kok ke anak gw yang waktu itu masih umur 3 tahunan pas gw pisah sama mantan gw. Anak bakalan nanya ina-itu ya wajar, karena otak mereka mencoba untuk memahami kondisi kan, jawab aja. Jangan juga terus sangking jujurnya elo ceritain boroknya si mantan ke anak. Inget, biar bagaimana anak itu cinta sama kedua orang tuanya. Jadi bagian borok-boroknya mantan ya nggak usah lo share ke anak lah.

Bagaimana dengan single mom yang kemudian menjalin hubungan baru. Ada hal yang bisa di-share nggak?

Seru nih. Mulai hubungan baru sih sebaiknya di saat lo udah siap, lo udah selesai proses healing. Hindari deh pacaran lagi cuman karena lo takut kelamaan menjanda atau takut sendirian. Kalau kondisi emosi lo belum stabil ntar malah yang dateng orang yang salah. Gw selalu percaya kalau kita udah happy sendiri, kita bakalan menarik orang lain yang juga happy. Law of Attraction mak!

Drama dengan mantan, pernah nggak mak? Terus gimana menurut lo cara menghadapinya?

Wah, pastinya pernah dong hahaha. Di masa-masa awal pisah itu banyak banget drama karena ego gw yang tersakiti, cailah! Ngejalanin co-parenting itu awalnya sering bikin gw berantem sama mantan. Tapi lama-lama gw sadar kalo urusan co-parenting ini bukan soal gw tapi soal anak gw. So, it’s not about you, it’s about your kid! Akhirnya pelan-pelan gw belajar minggirin ego gw, belajar buat nggak kepancing kalau mantan misalnya telat nganter anak pulang, atau batal ngejemput sesuai perjanjian. Intinya gw nggak bisa ngendaliin si mantan kan, tapi gw bisa ngendaliin gimana gw bereaksi. Butuh waktu sih tapi bisa kok, buktinya sampai mantan gw meninggal hubungan kami baik banget udah kayak saudara malah.

Banyak perempuan yang malu dengan status 'janda', tidak ada pilihan finansial, takut dsb makanya memilih untuk bertahan dalam pernikahan yang senenarnya bak neraka. Menurut lo gimana, mak?

Ini sebenernya bikin sedih ya tapi emang banyak banget yang ngalamin kayak gini. Karena takut stigma masyarakat, takut dosa, takut ina itu jadi memilih untuk mengorbankan diri sendiri. Gw ngerti banget sih rasanya karena gw datang dari keluarga yang tidak pernah punya catatan perceraian sebelumnya. Tapi karena waktu itu gw pikir kalau sudah tidak bisa dipertahankan, apa iya gw bisa hidup pura-pura terus? Mau sampai kapan nggak bahagia dan tersiksa lahir batin? Waktu gw akhirnya memutuskan untuk cerai, gw juga nggak kerja, nggak ada tabungan sama sekali karena emang selama nikah gw ya pure ibu rumah tangga. Takut? Pasti dan wajar banget! Tapi setelah gw jalanin dengan dukungan keluarga inti ya, ternyata banyaaaak banget keajaiban-keajaiban yang gw dapat dari Tuhan. Rejeki gw dibukain walau pun awalnya emang susah payah gw mesti merintis karir dari nol lagi. Tapi kalau gw liat sekarang, rejeki buat anak gw itu datang dari kiri-kanan, banyak banget dan bentuknya nggak selalu dalam uang. Misalnya, anak gw dapat guru-guru yang baik, yang mengerti kondisi kita. Jadi ya semesta udah punya porsinya buat anak gw tinggal gimana gwnya aja mau kerja, bersyukur nggak. Jadi emang balik ke diri sendiri sih mak. Saran gw buat perempuan yang merasa terperangkap, coba banyak-banyak doa dan meditasi, minta dikasih petunjuk dari Tuhan. Kalau mau mempertahankan pernikahan dan emang bisa kompromi sama suami to work things out, please do. Tapi kalau sudah nggak bisa diubah atau sampai membahayakan diri sendiri atau anak, coba tanya lagi ke hati paling dalam, how long can you suffer? Are you willing to suffer seumur hidup?

Apa stigma janda yang pengin banget lo hilangkan di muka bumi ini?

Hahaha mulai dari mana yak. Top 3 deh:
·      Janda itu murahan/ganjen/gatel
·      Janda itu perebut suami orang
·      Janda pasti bukan perempuan baik-baik


Janda juga manusia sik. Kita punya hati, punya perasaan, punya impian, punya keinginan untuk bahagia sama seperti perempuan lain. Cuman bedanya kita pernah menikah sebelumnya. Gitu aja.

  Titip pesen aja, buat single mom atau calon single mom:

1.    Self-Love is Key. Cintai diri lo sendiri. Di saat lo sudah mencitai diri lo sendiri maka elo akan tau/aware soal boundaries. Lo nggak akan menerima aja kalau diberlakukan tidak baik oleh orang lain. Lo akan bisa mengambil sikap karena lo tau diri lo berharga dan layak untuk bahagia. So, love yourself first and foremost.
2.    Jangan Buru-Buru Nikah Lagi. Ini agak sensitive sebenernya tapi mesti gw share Mak. Kenapa banyak banget kasus pernikahan kedua yang gagal lagi? Karena pernikahannya aja udah buru-buru. Kebanyakan yah, single moms yang memutuskan untuk buru-buru nikah lagi itu pada dasarnya karena mereka takut menjanda kelamaan, belum lagi social pressure di Indonesia itu tinggi banget. “Kelamaan ngejanda ntar lo gak laku!” atau “Buruan nikah lagi biar aman.” Itu sering banget gw denger. Menikah lagi dengan alasan yang tepat, dengan pasangan yang juga tepat. Makanya self healing dan self love itu juga pegang peranan penting di sini. Di saat kita sudah happy, jodoh akan datang dengan sendirinya. Jadi jangan menikah lagi hanya karena rasa takut, nikmatin aja hidup kita apa adanya, jalanin dengan banyak bersyukur. Jodoh itu ditangan Tuhan kalau memang waktunya tepat ya nikah, tapi sesuatu yang dipaksakan itu biasanya akhirnya nggak baik. So, be careful, jangan takabur. 

 Kayanya nggak perlu lagi gue tambahin ya, karena semuanya udah tersampaikan dengan baik oleh Mak Oyen. 

Akhir kata...
Saat menghadapi segala sesuatu. Mulai dari memutuskan perpisahan, sampai jika suatu saat nanti ingin menikah lagi



Kemudian buat kalian yang suka memandang rendah seorang janda..




 Semangat, buibu!!!

Untuk tahu lebih banyak, cek website Single Moms Indonesia:di singlemomsindonesia.com
Facebook: https://www.facebook.com/groups/singlemomsindonesia/
Instagram: https://www.instagram.com/singlemomsindonesia/