Friday, February 23, 2018

Pelakor: Lakinya Ke Mana?



Kalau ada istilah Pelakor untuk perempuan yang jadi selingkuhan seorang laki-laki yang sudah beristri, lalu apa istilah yang tepat untuk laki-laki beristri yang selingkuh? 

Biarlah itu jadi urusan Kak Ivan Lanin dan Lembaga Bahasa Indonesia. Udah beberapa kali gue terima DM atau pesan yang request tema tentang pelakor. 

Sebenernya udah pernah bahas mengenai perselingkuhan, dan sejenisnya di blog. Tapi memang nggak spesifik ngomongin pelakor dan jauh sebelum istilah pelakor ini hadir di muka bumi. 

Baca beberapa blogpost gue tentang perselingkuhan di sini

Minggu ini salah satu yang lagi viral adalah video seorang perempuan (berkerudung) yang dilemparin duit konon oleh istri yang suaminya diduga berselingkuh dengan perempuan tersebut. Sontak, dunia maya bergeliat. Ah, tapi memang netijen jaman now paling demen sama urusan rumah tangga orang, ya. Yang bukan siapa-siapa bisa jadi siapa-siapa karena kehidupan pribadinya menggelitik buat diusik. 

Balik lagi ke video tersebut. Apa yang bikin video ini heboh? 

Pertama, si istri yang ngelemparin duit lembaran seratusan ribu. Kalo dikumpulin kira-kira berapa puluh juta ya? 

Bagi sebagian perempuan yang suaminya pernah 'menghidupi' perempuan lain, aksinya ini seperti mewakili perasaan mereka. 

Mungkin kaya, "Selama ini lo porotin laki gue kan? Nih gue kasih duitnya. Duit nggak ada artinya buat gue!". Gitu kali ya? 

Buat perempuan yang lempeng aja, belum pernah (amit-amit jangan sampe) punya pengalaman begini, ya ngeliatnya lebay. Masa sampe segitunya? Kan sama-sama perempuan. Emang nggak bisa diobrolin secara baik-baik? Yah, sulit sih emang ngomongin baik-baik kalo tahu duit yang harusnya buat kita tapi dioper ke perempuan lain. Eh, duit bukan sih, masalahnya? Haha.

Kedua, perempuan yang dituduh selingkuhannya itu berkerudung! Bukankah seharusnya perempuan berkerudung punya moral yang baik? Kok bisa-bisanya jadi selingkuhan? Mau-maunya diajak selingkuh? Ga takut dosa?

Dari 2 poin di atas, yang mau gue tanya adalah: lakinya ke mana? 


Ketika ada kasus perselingkuhan, yang jadi 'penjahat' di mata publik adalah perempuan. Ceweknya aja gatel. Kucing mana bisa tahan kalo dikasih ikan. Mau jadi kaya ngambil jalan pintas tuh. Apa lagi yang bisa dia lakuin selain jadi simpenan. Dan banyak lagi. 

Ketika ada laki-laki kesebut, maka kalimatnya adalah "Kucing mana bisa tahan kalo dikasih ikan". Pembenaran atas sikapnya yang tergoda oleh perempuan. 

Di sekitar gue banyak banget kok cerita mengenai perselingkuhan. Baik yang terang-terangan ataupun pura-pura nggak ada yang tahu.Tapi sayangnya, kebanyakan yang berantem/ saling serang adalah antar perempuan. Bukan si istri ke suaminya. Sad, sih.

Dan herannya, buat publik pertengkaran antar perempuan ini dari dulu emang sering jadi santapan publik. Sad.


Tapi buat gue, mereka masing-masing punya cerita. Punya alasan untuk melakukan setiap hal. 
Gue nggak ngebelain mereka yang berselingkuh dengan para suami-suami, tapi bukan berarti kita mendukung aksi memviralkan pencydukan pelakor. 
Kita nggak pernah tahu cerita yang sebenarnya. Soalnya, pernah ada cerita kalo si laki bilangnya udah pisah/ cerai sama istri kemudian ngawinin anak orang. Setelah pernikahan, baru ketahuan bahwa belum cerai dengan istri pertamanya. Ujungnya, ya bisa jadi dimadu, dilabrak sama istri sah, atau ya begitu aja. Ya perempuannya juga bodoh, kok mau dibohongi? Helo, sudah pernah jatuh cinta yang tanpa logika? Kalau belum, semoga jangan, ya. 

Itu kalo sampe nikah. Tapi kalau bilang cinta tapi sekadar dusta supaya bisa dapet secolek dua colek, mau apa? Gini, ya. Kalau si laki cinta beneran sama elo, harusnya nggak sepengecut itu hanya menjadikan lo sebagai selingkuhan. Kalau ternyata si laki sampai berani ninggalin istrinya demi elo, yang hadir setelah si laki menikah dan berkeluarga, kau tinggal tunggu karma aja kalau gitu. Masih inget cinta segi tiga Jen Aniston - Brad Pitt - Angelina Jolie? Bagaimana Pitt meninggalkan Jen buat sama Jolie, kemudian Pitt meninggalkan Jolie karena lawan main di film barunya. Karma is a bitch, and she doesnt play nice. 

Lain hal kalo elo dijadiin berhubungan dengan orang yang sudah berpasangan cuma buat senang-senang doang, dan lo nggak masalah karena lo tahu konsekuensi lo hanya buat senang-senang. Ya bodo amat. Tapi, masalahnya kan perempuan ini kerap pakai perasaan, ya. Nah kalo lo udah pake perasaan, coba sesekali pikirin perasaan istri/ pasangannya si laki itu. Kalo lo ga bisa memikirkannya, ya pikirin seandainya anak/ orangtua/ kakak/ adik lo yang digituin. 

Intinya, gue sih nggak setuju sama hubungan dengan orang lain yang dibina setelah seseorang menikah. Sama aja dah dengan poligami. Mau terang-terangan, diem-dieman, apa kek. Bukan salah ceweknya doang, lakinya doang, pasangannya saat ini doang. Semuanya salah. Apapun alasannya.
Yang gue masalahin justru istilah yang digunakan. Meminjam dari status seseorang yang gue nemu di-share di FB teman:

PELAKOR, labelisasi yang dibuat agar perempuan saling berhadap-hadapan dan laki-laki tetap dianggap suci & bebas tanggungjawab atas perilakunya yg bermasalah
 Wahai perempuan, masih mau diadudomba dengan dunia yang patriarki? Mikir.



Monday, February 19, 2018

Bos Karbit



Gue pernah mengalami sih, jadi yang namanya Bos Karbit. Gimana enggak, umur 24 tahun gue udah menyandang status Head of Creative Division! Canggih kan?

Tapi Alhamdulillah, gue punya atasan dan tim kerja yang bisa bikin gue belajar. Belajar bahwa mengepalai sebuah tim itu punya tanggungjawab yang besar alih-alih privilege yang besar. Di usia 24, gue belajar dari sekitar bahwa saat itu gue hanya ‘besar’ di dalam kandang. Di luar kandang mah, nothing.

Di usia 25, gue keluar dari comfort zone. Kalo orang lain pindah kerja dengan meneruskan strata alias cari yang posisi lebih tinggi, gue malah jadi tim kreatif saja. Banyak yang menyayangkan keputusan gue. Pikir gue saat itu, what the hell, dah. Mumpung masih muda, dan entah kenapa gue haqqul yaqin bahwa ilmu gue masih cetek banget.

Bener aja, di tempat baru gue ketemu teman sesama tim yang skill-nya CANGGIH! Gue mah sungguh hanya remah-remah rempeyek! Gue pernah cerita di blog juga, tapi lupa yang mana. HAHA.


Fast forward ke masa kini.

Gue banyak bekerja dengan anak-anak yang, yaaah, mirip gue 10 tahun yang lalu. Yang baru 1-2 tahun kerja, dengan skill yang sebenarnya mumpuni, kemudian bisa menyandang posisi tertentu.

Salah?

Enggak. Tapi kerja sama mereka, gue jadi banyak mikir. “Apa gue dulu begini amat ya?”

Sungguh, gue banyak menerima cerita nggak enak tentang generasi millennial. Walaupun kalau millennial itu diukur dari tahun kelahiran, gue masih termasuk generasi millennial. Hamdalah, daku masih muda.

Millennials (also known as Generation Y) are the generational demographic cohort following Generation X. There are no precise dates for when this cohort starts or ends; demographers and researchers typically use the early 1980s as starting birth years and the mid-1990s to early 2000s as ending birth years. – Wikipedia


 
Dengan pernah bekerja di 10 perusahaan selama karier gue, mulai dari gue sebagai yang termasuk usia dewasa, sampai jadi paling yang termuda pernah gue rasain. Eh, disclaimer dulu, 10 perusahaan itu bukan berarti gue tua banget, lho, ya. Tapi karena emang gue start kerjanya lebih dulu. Sekitar semester 3 gue udah mulai kerja.

Balik lagi.

Dengan pengalaman itu, gue nggak mau menggeneralisir millennial itu begini begitu dst dsb pokoknya hal-hal buruk yang sering dikeluhkan angkatan generasi kerja gue. Tapi ternyata, pada akhirnya mau nggak mau, gua jadi harus mengiyakan beberapa hal buruk yang diidentikan dengan kaum millennial.

Nggak bisa dipegang omongannya

Alhamdulillah, pernah beberapa kali kerja sama generasi muda, ya begitu adanya. Ditanya kapan bisa kelar, dia yang janji kapan, eh dia yang ngeluh waktunya terlalu pendek ketika kerjaan tersebut belum kelar. Beberapa kali juga mengalami, dia yang mengidekan suatu hal, eh dia juga yang bilang hal tersebut terlalu sulit untuk dijalankan.

Lah gimana dah, dek? 


Merasa pintar

Gue percaya dengan gizi dan kualitas pendidikan yang semakin canggih, bocah-bocah zaman sekarang emang pinter-pinter. Apalagi dengan arus informasi yang kian mudah didapat, ide-ide kreatif mereka memang patut diacungi jempol. Tapi sayangnya, kadang jadi keminter. Agak sulit menerima pendapat orang lain dan diarahkan.

Ofkors ini nggak semua, tapi kebetulan pernah aja ketemu yang model begini dan ndilalah dengar beberapa teman dapat pengalaman sejenis.

Mau buru-buru jadi bos

Nah ini, nih. Banyak banget nemu anak-anak berusia muda sudah menduduki posisi tertentu. Ya tentu nggak salah. Sah-sah aja selama skill dan kemampuan mereka memang mumpuni untuk duduk di posisi yang cukup tinggi.

Tapi percayalah, jam terbang akan menjawab semuanya. Bukan masalah tanggungjawab kerja atau kualitas hasil kerja, ya. Tapi banyak hal-hal lain yang secara emosi butuh jam terbang tinggi. Misalnya yang paling gampang, deh: memimpin tim. Mereka yang berjam terbang tinggi, kebanyakan sudah punya pengalaman yang cukup menjadi anak buah dan bekerja dalam tim. Dengan ini empati mereka terhadap anak buah cukup tinggi. Mereka yang berjam terbang tinggi biasanya akan lebih hands on dengan tugas yang seharusnya dikerjakan oleh tim. Istilah kerennya, leader bukan bossy.



Masih banyak contoh lain yang bisa kita ambil dari sisi butuhnya jam terbang tinggi untuk menduduki posisi tinggi. Itu sih, hanya yang kepikiran saat ini.


Lagian ya, buru-buru jadi bos itu nggak enak, lho. Stempel bos karbitan bisa banget tertuju pada diri kita. Kalo dulu, sempat ada teman gue yang mengeluarkan stempel Manajer Kardus buat salah satu bos yang memang kemampuan dan jam terbangnya belum mumpuni buat memimpin sebuah tim. Pengalaman kerja 3-4 tahun aja, menurut gue sih belum cukup untuk seseorang duduk di posisi pimpinan.

Walaupun gue udah kerja cukup lama, gue nggak bisa bilang gue ini tipe pekerja yang sempurna. Mungkin generasi di atas gue bakal heran dengan gaya kerja gue yang [mejanya] berantakan dan punya sistem sendiri dalam mengerjakan sesuatu [nggak usah ditanya, karena sistemnya menyangkut hal-hal di dalam otak, perasaan, dan oret-oret kertas]. Atau sama generasi di bawah gue, mungkin gue dianggap sotoy, random, dan segitu doang ilmunya.

Tapi satu yang bisa gue banggain, gue selalu berusaha melakukan yang terbaik buat kerjaan gue karena gue butuh track record yang baik. Itu doang yang gue punya, sis. Otak ya nggak pinter-pinter amat. Sekolah juga bukan lulusan luar negeri.So...

Tuesday, February 13, 2018

Perpanjang SIM di Gandaria City



Bulan Februari 2018 adalah tahun dengan banyak expired dalam hidup gue. Ada paspor, SIM dan yang terakhir... entar aja diceritainnya. 

Karena hal-hal tersebut, jadi di bulan ulangtahun yang jadi bulan paling favorit ini, kudu banyak spare waktu buat urus ina itu. Blogpost ini mau ceritain proses perpanjang SIM aja dulu ya.
why muka di SIM/ Paspor/ KTP nggak ada yang secakep di Instagram?
Harusnya sih perpanjang paspor dulu, karena udah daftar online sejak Desember,  dapat jadwal tanggal 1 Februari. Eh pas giliran tanggal 1 Februari, ada 2 miting penting yang wajib hadir. Okedebabay itu jadwal bikin paspor. 

Akhirnya SIM gue duluin, karena ini dipake sehari-hari. Sebagai anak yang taat hukum, gue emang nggak mau nyetir kalau nggak punya SIM. Sejak pertama bisa nyetir, gue langsung bikin SIM. 

Kalau sebelum-sebelumnya selalu ke Samsat Bekasi untuk bikin SIM, maka kali ini gue mau coba perpanjang di Gandaria City. 

Kebiasaan buruk gue adalah, sebelum membeli atau pergi ke suatu tempat, gue jarang browsing yang sampe segitunya. Pasti baca cuma yaaaah, seadanya aja dan yang penting doang. Misalnya, kemarin yang gue cari cuma: bisa nggak SIM Bekasi perpanjang dk Gancit? Bisa. Cus. 

Gue nggak cari tahu buka jam berapa dan bawa apa aja. Pokoknya, patokan gue adalah pagi-pagi gue ngurus SIM abis itu baru ke kantor. 

Kamis kemarin jalanan lagi edan beut. Biasanya setelah anter Langit sekolah, sekitar jam 7-7.30, gue berangkat ke kantor. Sampe  di Pondok Indah itu sebelum jam 9. Berarti kan kalo lewat tol dalam kota dari arah Bekasi, bisa jam 8.30-an udah sampe di Gancit. Nah, kemarin itu percaya nggak kalo gue jam 10 baru sampe  Gancit? Krezi lah. 

Ada untungnya juga sih, jam segitu mal udah buka. Jadi nggak bolak balik tanya masuknya lewat mana. 

Gue langsung menuju ke Samsat yang terletak di lantai 1. Lebih enak naiknya dari area Main Street [bener nggak ya? ], itu lho yang area tempat makanan semua sebelahan sama office tower. Setibanya di sana, gue langsung masuk ke loket yang ada petunjuk SIM. Kok sepi? Asik nih, pikir gue ye kan. Tapi saking sepinya, petugas pun tak ada. 

loket sebelah kiri itu sepi banget, kan?
Loket sebelah yang untuk perpanjang STNK bilang bahwa perpanjang SIM loket baru buka jam 12. DHUAR!  

Karena udah jam 10 lewat, gue putuskan untuk stay di Gancit aja. Kalo ke kantor nih, sampe kantor udah 11 kurang, terus jam 12 kudu udah ada di Gancit lagi kan?

So, gue kelilingan ga ada juntrungan. Kaya nelayan yang kehilangan arah. 


Hikmahnya jadi bisa jajan Kopi Di Bawah Tangga yang tenar itu. Haha. 

Menjelang 11.30, gue je Samsat lagi. Loket udah panjang antreannya. Oiya, sebelumnya gue ke counter fotokopi, karena lupa bawa fotokopian KTP dan SIM. Kalau perpanjang memang cukup bawa itu aja. Jangan sampai kelewat batas expired, ya. Kalo nggak salah hanya dikasih waktu sebulan dari tanggal habisnya masa berlaku SIM. 

Di antrean banyak buibu dan pakbapak yang sibuk saling bertanya mengenai antrean ini buat apaan, syarat kelengkapan, dkk. 

Nah, sayang banget sih, antrean pertama itu kita CUMA ambil form. Kenapa form nggak diambil sejak jam 10 gitu lho? 

Setelah ambil form, kita isi lalu tumpuk di counter fotokopi yang jadi satu sama pemeriksaan kesehatan dan asuransi.

Apakah langsung dipanggil untuk pemeriksaan kesehatan? 

Oh tentu tidak. Pemanggilan baru dilaksanakan pukul 12.30 #baique


Jam 1-an baru gue dipanggil. Ke meja asuransi dulu, bayar 30 ribu lalu ke meja tes kesehatan. Jangan dibayangin yang heboh-heboh. Bahkan berat badan kita cuma ditanya kok, nggak nimbang beneran. Di meja ini, kita bayar lagi 25 ribu. Intinya mah cuma ditanya tinggi sama berat badan, bok. 

Terus dari situ, kita balik lagi ke loket pertama untuk difoto. Kita serahin form yang udah diisi, hasil 'tes'kesehatan, SIM lama, dkk terua ambil nomor antrean. Duduk manis bentar, dipanggil, difoto, 5 menit kemudian, jadi deh SIM akhyu! 

Prosesnya sendiri menurut gue terbilang sangat cepat dan cukup efektif. Yang disayangkan cuma bagian kenapa loketnya baru dibuka jam 12 hanya untuk ambil form? Mungkin ada pertimbangan kalau semua orang bisa ambil, bisa disalahgunakan oleh calo atau orang-orang yang tidak bertanggungjawab, ya. Tapi mudah-mudahan ke depannya bisa ada perbaikan biar lebih efektif aja ya.

Anyway, selain paspor dan SIM, inget cerita gue tentang spiral yang expired sebagai kado ulang tahun di sini? Itu kan udah 5 tahun yang lalu, ya. Berarti tahun ini, saya harus siap-siap bongkar pasang lagi, dan mudah-mudahan tahun ini nggak pingsan. Haha.




Tuesday, February 6, 2018

Berakhir Pekan di Pusat Peraga IPTEK



Setelah terakhir ke museum di Kota Tua, dan jalan-jalansejarah ke Cirebon, kemarin Langit nagih janji ke museum lagi. Dia minta ke Museum IPTEK. Ah gampil, di TMII ini. Cus deh berangkat. 

Sebenernya nggak ekspektasi terlalu tinggi pas ke sini. Yang penting memenuhi janji, aja. Eh emang dasar namanya manusia, nggak ada kapok-kapoknya. Jangan merendahkan sesuatu sebelum mengalami, melihat, merasakan sendiri. 

Testimoni dalam satu kata buat museum atau nama resminya adalah pusat Peragaan IPTEK ini adalah: KEREN. 


Begitu masuk, langsung disambut dengan area binatang purba: dinosaurus dan kawan-kawan. Yang bikin keren selain ukurannya yang besaaar, ada efek suara dan bagian-bagian tubuh dino dan kawan-kawan yang bisa gerak. Gue hepi banget ngelihat ekspresi muka Langit saat lihat ini. Priceless!! 


Di dinding banyak nama dan short bio para ilmuwan internasional. Mulai dari Newton sampai Copernicus. Dari Einstein sampai Bell. Satu per satu kami baca dan obrolin sampe gue nggak bisa jawab, baru pindah. Haha. 

Kemudian kami pindah ke area tsunami. Di sini juga seru. Ada rumah buat simulasi gempa, perangkat-perangkat pengenal gempa dan kawan-kawannya, lalu ada juga maket yang membuat anak-anak ngerti apa itu tsunami secara mudah. 

Jadi Langit menekan alat seperti pompa yang kemudian bakal menimbulkan gelombang seperti tsunami, semakin kuat gelombangnya, maka maket rumah yang ada di sebelah kiri foto akan tumbang
Area ini dijadiin satu sama yang memahami aneka gaya seperti gaya gerak dan sebagainya. Jangan suruh gue jelasin secara science, ya. Secara sini resminya adalah anak IPS dan dalam hatinya adalah anak Bahasa. Jadi gue kemarin ya hanya menikmati dan menjelaskan sebisa-bisanya. Kalo kehabisan kata untuk menjelaskan, ya nanya aja sama mbak/ masnya, baca keterangan/ browsing. Haha.

Alat peraganya sendiri buanyak banget. Dan serunya, karena ini judulnya bukan museum melainkan pusat peraga, maka semua alat bisa dicoba. Iya, semua alat boleh dicoba. Mulai dari yang aliran listrik bikin rambut berdiri, sampai maze mirror. Dari human yoyo [ini terbaik, sih, gue nyobain dan nggak mau berhenti, haha] sampai peraga bayangan. Kemudian ada beberapa area yang terpisah seperti area cahaya dan ilusi, jadi kaya masuk ke dalam ruangan lagi dan banyak alat peraga di dalamnya.

rambutnya Langit berdiri! Haha
Entah ini namanya apa, tapi si orang yang di dalam alat peraga itu nanti diteguling-tegulingin, keluar-keluar pusing :))

ini juga seru, area laser gitu. Jadi kita lewat nggak boleh kena sinar lasernya, kalo kena nanti alat bunyi dan poin kita kecil. FUN!
Mirror Maze, mirip kaya rumah kaca di Dufan
Di area halaman juga masih banyak alat peraga, lho. Yang kami coba kemarin adalah parabola berbisik dan timbangan raksasa. Parabola Berbisik seru banget sih, jadi ada 2 parabola posisinya berhadapan berjarak sekitar 2 meter, kemudian gue sama Langit berdiri di hadapan masing-masing parabola saling memunggungi dan ngomong berbisik. Saat gue ngomong, Langit bisa dengat begitu juga sebaliknya. Langit tercengang-cengang, “keren banget buuuu”, haha!

Gue sama Langit masuk ke Pusat Peraga IPTEK sekitar jam 1 siang, kami keluar dari sini jam….16.15! Betah banget, di dalam! Haha. Selain alat peraga, di jam-jam tertentu ada juga beberapa demo sains kemarin kami masuk ke demo sains percobaan-percobaan gitu sama demo roket air. Selain kedua demo tersebut ada beberapa demo lain, salah satunya yang gue inget adalah mengamati matahari. Aneka demo ini ada jam-jamnya. Nggak usah khawatir ketinggalan, karena para petugas biasanya menghampiri pengunjung satu per satu untuk menawarkan mau ikut lihat demonya apa nggak plus ada juga pengumuman lewat speaker gitu demo apa yang segera dimulai.
Demo Roket Air
Alatnya befungsi semua nggak? Kemarin yang gue coba sih, berfungsi semua, ya. Segala dongkrak, menyalakan listrik dengan tenaga kayuh, sampe mikroskop, dkk sih, aman. Satu-satunya yang nggak gue coba adalah naik sepeda di atas kabel. Nggak nyobain karena berat badannya maksimal Cuma boleh 50kg. Hiks. Sayangnya gue lebih dari 50kg :’(

Fasilitas di dalam area Pusat Peraga IPTEK TMII lengkap, sih. Toilet banyak, ada musala, kantin-kantin kecil jualan snack, tempat duduk buat istirahat juga banyak, foto-foto? Wah bisa banget!

Harga tiket masuk Pusat Peraga IPTEK Taman Mini adalah Rp16,500 per orang. Terus harga tiket masuk TMII-nya di akhir pekan adalah Rp15,000 per orang dan per mobil. Lumayan lah ya, less than Rp100,000 udah dapet girang banget, anaknya.

Sementara jam operasional Pusat Peraga IPTEK TMII adalah jam 10.00-16.30, sama seperti kebanyakan museum di area TMII lainnya. Kemarin pas keluar dari sini, Langit minta ke museum lain, sayangnya pas kami udah parkir depan Museum Transportasi, eh udah nggak terima pengunjung lagi. Karena sudah hampir jam 16.30, jam tutup mereka.

Minggu depan, Langit nagih lagi keliling museum. Mungkin akan kami jelajahi dulu TMII baru ke area lain, deh! Ada yang mau barengan?