Tuesday, December 5, 2017

Poligami: Antara Niat Suci dan Urusan Birahi



Akhir-akhir ini entah kenapa urusan poligami jadi mencuat. Banyak yang menghujat, banyak pula yang menerima. Menurut gue, semua nggak ada salahnya, kok. Asalkaaan…

Nah, ada syarat dan ketentuan, toh.

Mari baca ceritanya dulu. Gue adalah salah satu yang menentang poligami. Kenapa? Sudah pasti, karena siapa yang rela sih, cintanya suami terbagi?

Gambar dari sini, baca artikelnya, ya!

Sampai suatu saat, di pengajian Al Galaxiyah membahas tentang poligami. Gue bĂȘte. Terus Mbak Ustaz nanya, “Lita percaya sama Al Quran kan?”, tentu gue percaya. Kemudian dia bilang, “Kalau begitu harus percaya dengan poligami. Tapi tentunya juga percaya, bahwa poligami diperbolehkan dengan syarat dan ketentuan yang berlaku. Dalam Quran, yaitu harus berlaku adil”. Nah, ini yang kemudian bisa jadi pegangan, bahwa poligami bukan anjuran begitu saja, melainkan ada syaratnya.

Mampu nggak sih, seorang manusia berlaku adil?

Jadi teringat cerita seorang teman, sebut saja Mawar,  yang mengizinkan suaminya poligami karena alasan: dia tak kunjung hamil. Sang suami pun menikah lagi. Tak lama kemudian, istri barunya hamil. Yang tadinya Sang Suami bisa membagi ‘jam kunjung’ secara adil dan merata, maka sekarang suaminya lebih sering di rumah istri baru dengan alasan kehamilan Si Istri memerlukan kehadirannya. Dan ini berlangsung hingga saat bayi dilahirkan.

Mawar yang tadinya [berusaha] ikhlas dan bahagia karena Sang Suami akan segera punya anak, mulai tumbuh rasa iri. Muncul rasa kesal, karena seringkali janji Sang Suami terpaksa batal karena alasan ‘keluarga baru’nya yang membutuhkan kehadirannya.

Di mana letak keadilan yang seharusnya mengiringi sebuah poligami?

Nah, ini ayat selanjutnya yang seringkali mungkin nggak sengaja dilupakan

Di satu sisi, pasti ada perempuan yang bilang, “Harusnya turut bahagia”, atau “Cinta itu bisa membiarkan orang yang dicintai berbahagia”, dan lain sebagainya. Tapi gue rasa, sebagai manusia, wajar banget muncul rasa sebal, kesal, nggak adil, dan seterusnya dalam hati, kan? Mari kita akui bersama, namanya manusia, pasti kita penginnya jadi nomor satu buat orang yang kita cintai. Ya nggak?

Atau mungkin poligami memang bukan urusan cinta, tapi hanya nafsu belaka? Nggak tahu juga.

Kemudian kalo dari sisi gue, ada juga timbul pertanyaan, jika memang kehadiran anak segitu pentingnya dalam kehidupan rumah tangga, kenapa nggak usaha dulu misalnya dengan berbagai metode kedokteran yang serba canggih. Kalau memang nggak berhasil, kenapa nggak adopsi atau merawat anak kurang beruntung kehidupannya? Kenapa harus banget punya anak dari rahim sendiri? Bukankah cinta harusnya tumbuh dari hati, bukan dari rahim?

Mungkin gue nggak pernah berada dalam posisi Mawar. Tapi banyak teman gue juga yang mengambil jalan lain selain poligami untuk menghadirkan anak dalam rumah tangga mereka. Dan sejauh ini, gue lihat mereka menikmati kok :)

Kemudian ada pula cerita mengenai menafkahi. Ini ada cerita yang luar biasa dari seorang lelaki bernama Roel Mustafa, yang menafkahi 1000 janda tanpa menikahi. Gue terharu banget baca ceritanya. Lo bisa baca ceritanya di sini.

Kata Pak Roel: "Banyak lelaki-lelaki yang mapan, banyak pria-pria yang sudah punya uang berlebih, tetapi kadang-kadang suka, apa ya, menyimpan janda, janda muda. Saya pengin menginspirasi, kenapa enggak janda tua yang mereka simpan, nggak janda tua yang mereka kasih nafkah,".

Jadi, kalau alasan poligami adalah karena anjuran agama, kenapa menikahinya justru yang masih [dan nggak jarang, JAUH] lebih muda, lebih cakep, lebih bohay, lebih bahenol, lebih seksoy, dan lebih segala-galanya? - lirik ustaz-ustaz yang poligami tapi istrinya cakep-cakep dan muda-muda.

Katanya ibadah?

Kalo dengar dari obrolan teman-teman lelaki sekarang, poligami jadi seperti keberhasilan dalam hidup. Kalau dulu sebelum menikah, laki kan suka dipandang ‘keren’ atas ‘kenakalannya’ dengan perempuan, maka ketika menikah, supaya nggak zina, poligami pilihannya.

Sampe ada seminarnya!! Pffttt - mana tulisannya banyak salahnya, pula. Double Pffttt...

Emm, wait, supaya nggak zina? Berarti ada niat dong, ya?

Kalau memang niat poligami adalah sunnah rasul atau berdasarkan agama, coba baca status FB yang kemarin sempat viral deh:



Nah, gimana? Coba tegakkan dulu niatnya kalau poligami memang untuk ibadah. Lagian ya, kalau dipikir-pikir, bukankah ibadah masih banyak sekali caranya? Kenapa yang dipilih HARUS poligami?



Monday, November 27, 2017

Pakai Kerudung Bukan Ikut-ikutan

 
Gambar dari sini

Kalo abang yang ini kan pakai kerudung karena jualan, bukan ikut-ikutan :)

Perkara Rina Nose, sudah pasti. Dia yang buka jilbab, kenapa gue yang repot? Kenal aja enggak. Mungkin, hati kecil gue yang resah dan gelisah akan pandangan warganet atau netizen yang seringkali histeris dalam memandang sebuah isu.

Sejak awal dengar berita Rina Nose copot kerudung, gue nggak nyangka bakal seheboh ini sih. Pertama, gue mikirnya Rina Nose kan nggak setenar Dian Sastro atau Andien. Eh salah ya, ternyata doi tampil tiap malam di salah satu TV swasta dan media sosialnya juga banyak followernya. Jadi, ngetop dong.

Kedua, sebelumnya juga ada beberapa seleb buka kerudung tapi tanggapan masyarakat biasa aja deh. 
Tapi rupanya, seiring dengan berkembangnya zaman dan era di mana islam menjadi begitu populer di media sosial, pencopotan kerudung Rina Nose bak isu nasional. Nggak hanya warganet yang heboh, tapi juga seleb-seleb dan para ustaz yang dimintai pendapat. Salah satu yang bikin gemas, tentunya, adalah yang ini:

gambar dari sini

 Sumpah gue speechless.Kok bisa ustaz ngomong begini ya?

Atau kemudian ketika pencopotan kerudung dijadikan materi digital marketing yang ceritanya mau riding the wave. 

Gambar dari sini
 Gue pake kerudung kayanya udah lebih dari setengah usia gue. Tapi gue nggak merasa terharu atau bangga dengan caption yang dibuat oleh brand tersebut. Gue malah jadi merasa, perempuan mau berkerudung hanya karena dikasih selembar kain gratisan. Hei. Kami nggak semurah itu. Walaupun gue #ibubijak, ya :D

Sangat nggak bijak, my friend. Riding the wave di media sosial is a good thing. Butuh kejelian untuk bisa masuk ke dalam euforia sebuah isu. Tapi di hal yang satu ini, kejeliannya justru menurut gue jadi bumerang. 

Melepas kerudung setelah memakai adalah dosa? Gaes. Apakah elo, gue, kita yang udah kerudungan tiap hari pasti nggak dosa? Dosa, pahala, itu urusan seseorang dengan Tuhan. 

Bukan berarti gue permisif ya, dengan hal ini. Bukan pula gue ngefans sama sesembak artis ini. Kenal aja nggak. Percayalah, ada beberapa sahabat yang melakukan hal seperti Rina Nose. Respons gue, ya biasa aja. Mereka tetap sahabat dengan atau tanpa kerudung. Dan gue nggak pernah membahas hal tersebut. Karena gue yakin, pasti ada alasan kuat di balik keputusan tersebut. 

Lain halnya ketika seorang teman sebelum  mencopot kerudung ia melontarkan keinginannya untuk tak lagi berkerudung. Maka biasanya akan gue probbing dengan beberapa pertanyaan. Mulai dari alasan, hingga tujuan. Dan 'dosa' bukanlah kata yang akan meluncur dari mulut gue. 

Gue percaya, melepas kerudung sama beratnya dengan keputusan memakai kerudung. 

Dan kalau keputusan seseorang melepas kerudungnya kemudian memberikan pengaruh atau jadi contoh yang buruk bagi masyarakat, atau dalam hal ini perempuan yang berkerudung jadi ingin lepas kerudung karena seleb idolanya lepas berkerudung, berarti yang salah siapa? Berkerudung harusnya kan keinginan pribadi, nggak ada paksaan dari siapapun. Kalau ada yang berkerudung karena mencontoh orang lain, alhamdulillah. Tapi menurut gue, harus dibarengi dengan niat kuat dari dalam hati. Berkerudung harusnya ya karena Allah, bukan karena Rina Nose, atau artis berkerudung lainnya. Pakai kerudung kan bukan kaya tawuran, yang bisa ikut-ikutan biar nggak kelihatan cupu dan kalo ketangkep sama pihak sekolah bisa menyalahkan teman yang ngajak.

Satu lagi yang gue percaya, jika berkerudung adalah bagian dari perintah agama, maka harusnya itu ada di ranah pribadi seseorang. Karena beragama, adalah hal pribadi bagi setiap manusia. Siapakah kita bisa men-judge, menghakimi, bahkan hingga menyakiti seseorang karena masalah pribadinya? Di mana moral kita? Sampai saat ini, gue masih percaya hanya Tuhan yang berhak menilai dosa atau pahala manusia.

Perkara kerudung, itu bukan hanya selembar kain yang menutupi kepala kami. Lebih dari itu. Ya, ini diucapkan oleh gue yang mungkin ‘tipe’ kerudungnya belum sesuai dengan standar keislaman saat ini di Indonesia. Kok di Indonesia? Hemm, coba deh browsing dengan kata kunci ‘hijab around the world’, ini adalah salah satu gambar yang akan lo temukan.

Gambar dari sini
Tenang, gue bukan tipe cupet yang berteman, membela, bersahabat dengan mereka yang sependapat. Dunia ini kan penuh dengan perbedaan. Dan gue yakin, kita semua sudah cukup dewasa dalam menerima segala perbedaan dan menikmati kehidupan :)

Cerita tentang kerudung di blog ini nggak banyak. Karena memang gue mungkin bukan orang yang diharapkan untuk bicara mengenai kerudung. Tapi kalau mau baca, bisa cek di sini tentang gaya berpakaian gue, ya urusan gue. Dan di sini tentang alasan gue berkerudung [baru baca lagi tadi, dan terharu banget sama salah satu komentar di sana :') ] yang jauh dari kesan agamis :)

Oh iya, gue sendiri apa pernah kepikiran untuk lepas kerudung? Alhamdulillah, sejauh ini, dengan pemahaman terhadap Islam gue yang gitu-gitu aja, belum  sih. Insyaallah, tidak. Amin.

Wednesday, November 22, 2017

Hebohnya Film Naura



Gue cukup sering mendapatkan pertanyaan tentang gimana mengajak anak nonton film-film tertentu yang bukan buat anak-anak. Misalnya nonton film superhero macam Justive League, Wonder Woman, Spiderman, dan lain-lain itu kan sebenarnya bukan untuk anak di bawah usia 13 tahun, ya. Tapi karena tokohnya akrab sama anak-anak kita, maka banyak anak TK sekalipun diajak nonton film ini.

Jawaban gue selalu sama. Nonton film apapun, ya kita sebagai orangtua harus dampingi anak. Supaya apa yang mereka lihat, nggak mereka telan bulat-bulat.

Sekitar dua minggu lalu, gue share video ini di Facebook. Bahwa karakter favorit anak-anakpun dijadikan video mesum bin aneh oleh beberapa content creator di Youtube. Thumbnail pakai gambar yang menarik buat anak-anak, tapi ketika mereka klik, isinya cabul. 

Klik di sini deh, kalau mau tahu: https://www.facebook.com/vixdotcom/videos/1663841483647882/

Intinya mah don’t take it for granted dengan apa yang terpapar di dunia baik maya ataupun nyata.
Dua hari ini lagi viral status seorang ibu yang bilang film Naura dan Gank Juara mendiskreditkan Islam. 

Gambar dari sini
Kebetulan Langit sahabatan sama sepupunya Naura, dan gue juga sahabatan sama nyokapnya yang notabene tantenya Naura. Sejak Naura baru berencana ngeluarin album 2 tahun yang lalu, gue sempat dengar sample-sample lagunya kalo kami lagi bareng. Makanya pas mau meluncurkan film, cukup excited juga. Karena kemunculan Naura kan kaya oase di Padang Tandus di kancah musik anak-anak Indonesia.

Balik lagi ke viralnya status seorang ibu.

Komen pertama gue langsung menuju pada: ‘Bu, kalau anak bertanya maka jawablah, bukan malah curhat di media sosial dan sibuk boikot sesuatu’.

Gini ya, ketika anak bertanya tentang sesuatu pada kita, bukan harusnya kita bangga karena menjadi sumber terpercaya buat anak? Ketika anak bertanya, harusnya kita sadar bahwa anak kita cerdas. Berarti anak tidak begitu saja menyerap apa yang ia terima. Kenapa kita harus panik?

Sama dengan ketika Langit bertanya kenapa tokoh A dan B berciuman di sebuah film Disney. Apa gue langsung boikot Disney karena menyebarkan pornografi di film anak? Nggak dong.

Justru di sini kita bisa mengetes sejauh mana pemahaman anak terhadap lingkungannya. Di sini justru gue bisa masukin sex education, semacam, “Oh, mereka ciuman karena itu hari pernikahan. Jadi boleh berciuman kalau sudah menikah”, things like that.

Buat Si Ibu pemboikot Naura, mungkin di momen ini harusnya dia bisa masukkan nilai-nilai kebaikan. Karena nggak usah tutup mata deh, bu, kebaikan seseorang itu nggak dilihat dari agamanya apa. Sudahlah, akui saja, bu. Bahwa banyak di sekitar kita, mereka yang berbeda baik agama ataupun suku tapi berbuat baik terhadap sesama. Akui aja, deh. Jujur sama diri sendiri :)

Di sini sebagai orangtua harusnya bisa kasih masukan mengenai Indonesia yang memiliki beragam suku, agama dan ras. Iya nggak sih?

Komen kedua gue, kalau memang si ibu mengajarkan nilai-nilai Islam yang santun, kenapa di statusnya dia bilang ‘kecebong sipit’? Di mana nilai kesantunannya, bu?

Komen ketiga, statusnya bernada suuzon, ya.

“Pantas saja dia buat film dengan peran antagonis yang memojokkan islam... untuk apa dia buat begitu kalau bukan menunjukkan kebencian dia pada kita muslim pembela ulama dan Al Qur’an ???”
Menurut gue kalimat tuduhan di atas nggak beralasan, sih.

Bukankah suuzon itu dosa?
Gini deh, karena gue kerja di dunia kreatif, khalayak ramai perlu tahu bahwa kadang kita mengerjakan apa yang nggak kita sukai atau nggak sepaham dengan sudut pandang pribadi. Karena apa? Tentu saja karena kepentingan industri.

Jadi, bukan berarti juga karena sutradaranya [menurut ibu ini] pembela ‘Si Penista Agama’, terus bisa semena-mena bikin karya yang sepaham dengan pandangan pribadinya. Nggak juga, bu. Pasti ada prosesnya yang berkaitan dengan banyak orang, termasuk pemodal. Bikin film nggak segampang bikin vlog atau video-video di Youtube yang judulnya clickbait banget tapi nggak ada kaitannya sama konten [etapi viral dan trending].

Huff. Gue gemas kalau baca komen-komennya. Terutama para ibu yang panik karena anak/ saudara/ keponakannya telanjur nonton. Padahal kalau anaknya merasa biasa-biasa aja terhadap filmnya, yaudah nggak apa-apa toh? Gue yakin kebanyakan anak akan menikmati lagu dan aksi Naura, deh.

Atau ada pula yang sekonyong-konyong membatalkan rencana menonton karena viralnya status ini. Eh tapi anaknya diajak nonton film superhero yang ada adegan kekerasan. Yo opo tho? Bukannya happy karena ada film anak Indonesia yang berkualitas, kok malah diributkan? Ngeributinnya pake ngajak orang lain, pula.

Akhir kata, menjadi orangtua memang nggak gampang. Banyak keribetan yang akan kita alami terutama saat anak mulai terpapar dengan lingkungan. Anak bisa dapat pengaruh dari mana aja. Teman, sekolah, kerabat, film, musik, dunia maya, dan sebagainya. Bisa kita lindungi? Bisa. Tapi menurut gue perlindungan ini bukan dengan meletakkan anak dalam posisi aman tak terjangkau dengan lingkungan, justru kita lindungi dengan menyiapkan mereka menghadapi dunia nyata.

Cepat atau lambat mereka akan terpapar dunia nyata. Tugas kita sebagai orangtua ya, mendampinginya dan menyiapkan mereka. Karena kita kan nggak akan selalu ada di samping mereka :)

Jadi, ada yang mau janjian nobar Naura weekend besok sama gue dan Langit? Gue sama Langit belum sempat nonton, nih!

Monday, November 13, 2017

Karena Mahmud Masa Kini Pakai Downy



Sudah hampir sebulan ini gue ditinggal mbak di rumah mudik karena ibunya sakit. Ribet? Sudah pasti. Tapi namanya hidup , kan, kudu dijalani. Kalau dikeluhkan doang, ya cucian bakal tetap numpuk, rumah berantakan, dan anak nggak makan :D

Alhamdulillah sih, walaupun ibu bekerja, gue tetap terbiasa sama yang namanya kerjaan domestik [selain masak]. Kalo masalah bebenah, nyuci, setrika, nyapu, ngepel, mah udah biasa banget.

Salah satu kerjaan rumah yang menurut gue paling menyenangkan adalah mencuci pakaian! Secara juga semakin mudah dengan kehadiran teknologi yang namanya mesin cuci plus pengering, dan saat mesin cuci berputar bisa disambi dengan kerjaan lain. Bisa sambil nyuci piring, nyapu ngepel atau bahkan buka laptop kaya sekarang ini :D

Tapi di musim hujan kaya sekarang, kadang cucian kan suka lembap ya, alhasil baunya nggak enak. Biar kata pake mesin pengering, tetap aja nggak afdol kalo nggak dijemur.  Nah, kalau matahari nggak keluar kan keringnya nggak maksimal.

Makanya untuk urusan cucian, gue selalu pake pengharum pakaian. 


Dan bukan, bukan karena kemarin diundang ke acara peluncuran Downy Parfum Collection Baru makanya gue bikin statement ini: gue adalah pemakai Downy #gariskeras. Silakan cek toko sebelah. Maksudnya, entah udah berapa banyak orang yang gue sarankan pake Downy untuk urusan pewangi pakaian. Pokoknya, sampe ada teman yang bilang, “Lo dibayar Downy ya?” atau “Lo kerja di Downy?”, saking gue selalu merekomendasikan urusan pewangi pakaian pada Downy.

Memang sih, harga lebih mahal. Tapi terbukti banget bahwa memang Downy wanginya lebih tahan lama. SERIUS ini!

Hal ini rupanya dibuktikan juga sama Andien [akrab ya, gueee..], yang hari itu dikenalkan sebagai Brand Ambassador terbarunya Downy. Jadi, di event ini, Andien pakai gaun yang sebelumnya sama pihak Downy udah direndam pake Downy lalu kemudian dibawa dari Sabang sampai Merauke! Jadi gaun itu diterbangkan dari ujung Indonesia bagian barat, sampai timur, kemudian mendapatkan exposure yang lumayan berat. Misalnya, dibawa keliling sawah, naik ojek, kena asap kendaraan, dan seterusnya. Pas di hari H dipake Andien, masih wangi!

Di event juga dibandingkan 2 buah sapu tangan  yang 1 direndam Downy dan yang 1 disemprot parfum. Setelah disetrika, yang pake parfum itu wanginya mulai samar, sementara yang pake Downy masih nyanter.

Gue pernah share juga di sini, bahwa Downy pake teknologi parfum kapsul yang dilepaskan peprlahan-lahan saat terkena gesekan. Nah, kalau Downy yang sebelumnya aja sudah gue buktikan tahan lama, apalagi Downy Parfum Collection Baru ini yang pake Dual Perfume Capsule? Pastinya berkali-kali lebih tahan lama, kan!

Seperti gue udah bilang di atas, karena gue pemakai lama [SENIOR NIH], gue mah percaya. Nggak usah ikut sibuk membuktikan. Lah wong ini mah gue gunakan sehari-hari, kok. Tentu gue punya parfum, tapi buat hari-hari, karena baju gue udah lebih wangi dari parfum, buat apaan lagi disemprot parfum?

Sekadar sontekan, saat ini varian Downy yang gue pake adalah yang Mystique yang wanginya amber bercampur sempurna dengan tambahan bunga dan buah segar, Daring yang wanginya agak creamy dari bunga gardenia, mimosa, dan rosy honey accord, plus Sunrise Fresh. Sunrise Fresh ini dari seri Downy yang lama, tapi wanginya segar banget. Kalo gue sih pake buat baju-bajunya Langit. 
Wangi ketiganya enaaaaak! Walaupun yang lain juga enak-enak, sih. Tapi ketiga yang gue sebutkan itu, juarak! Sesuai sama visi misi wangi-wangian idaman, lah.

Ini pertama pakai karena warna dan judul variannya misterius. Ternyata nagih wanginya!
Ini enak wanginya buat baju tidur :)  Foto-foto milik Mbak Katerina
Anyway, di acara tersebut selain ada Andien juga ada Jessica Iskandar, Sarwendah, dan Gisela yang mengaku juga menggunakan Downy sehari-hari. Tuh kan, Mahmud masa kini kan pakenya Downy!


Hemm..  btw nih, secara keempatnya adalah Mahmud yang hits di Instagram dengan tipe pola asuh dan gaya komunikasi di media sosial yang beda-beda, gue jadi mikir keempat Mahmud ini bisa dijadikan “4 kategori Mahmud Masa Kini”

Kemudian pertanyaannya adalah, tipe Mahmud sosial media yang manakah elo: Andien yang Natural dan Idealis, Jedar yang Sosialita tapi apa adanya, Sarwendah yang Sederhana, atau Gisela yang Ibu-ibu pada umumnya?


*julid detected

Etapi walaupun terdeteksi julid, gue salut lho empat Mahmud ini kalo gue lihat dari media sosialnya, hands on sama anak mereka :)