Wednesday, August 23, 2017

Membantu Sesama Perempuan Lewat #12000pelukan



Ketika media sosial semakin mudah diakses, maka rujukan informasi seseorang tak lagi hanya pada media konvensional seperti media cetak atau televisi. Yah, berapa banyak sih, dari kita yang masih baca koran? Mungkin yang generasi di atas kita kaya bokap, nyokap, kakek, masih baca koran. Tapi bahkan nyokap gue aja udah baca berita dari Facebook :D

Media sosial yang tadinya hanya berfungsi sebagai bersosialisasi pun sekarang bak ujung tombak informasi. Semua orang bisa memberikan informasi. Tabrakan di jalan, tinggal upload ke media sosial. Situasi terkini dari demo besar-besaran, bisa didapat dari media sosial. Lebih real time. Semua orang bisa jadi wartawan yang langsung melaporkan dari tempat kejadian.

Begitupun dengan rujukan yang bersifat personal. Seperti makeup, fashion, gaya hidup atau pola asuh, media sosial jadi juara. Media sosial mampu melahirkan pakar-pakar baru sesuai dengan passion masing-masing orang, sehingga mereka jadi selebriti dunia maya.

Berapa tahun yang lalu, mungkin kita nggak kenal siapa itu Ria Ricis, Zahratul Jannah, dan seterusnya. Tapi sekarang, nama-nama mereka banyak dijadikan panutan untuk bidang yang sesuai dengan apa yang mereka upload di media sosial.Kalo gue pernah tulis di sini sih, sekarang dunia maya membuat semua orang bisa jadi seleb!

*evil grin*
Demikian juga dengan selebriti beneran. Maksudnya mereka yang udah jadi seleb sebelum media sosial ada. Yang tadinya kita kenal sebagai penyanyi, tiba-tiba jadi panutan di bidang pola asuh. Yang tadinya aktris, kita jadikan panutan dengan gaya hidupnya yang sehat. Yang tadinya anak band, kita jadikan panutan akan foto-foto di galeri Instagramnya yang ciamik. Yang tadinya pemain sinetron, kita jadikan panutan akan desain interior karena galeri Instagramnya kerap membagikan rumahnya yang apik. Dan banyak lagi.

Perkara media sosial memang cukup pelik, kalau gue perhatiin, ya. Di satu sisi, buat kita yang tahu kehidupan seseorang gimana, kok beda dengan yang ditampilkan di media sosialnya? Atau malah bikin kita terinspirasi dengan apa yang kita lihat di galeri media sosialnya. Meminjam judul di salah satu artikel kumpara.com, "Etalase Semu".
Some people aren’t really all that they “post” to be
Anyway, gue nggak mau ngomongin media sosial sih. Walaupun gatel pengin bergosip. Haha.
Jadi yang mau gue obrolin adalah, beruntunglah kita yang memiliki akses ke dunia maya sehingga bisa mendapatkan informasi seluas-luasnya tanpa batas baik dari media beneran atau media sosial.

Gue ngerasain banget saat hamil, menyusui dan melalui tahapan tumbuh kembang Langit. Tanpa kehadiran media sosial atau teman-teman yang kenal di dunia maya, mungkin gue masih berpandangan konvensional. You know, yang percaya bahwa ASI nggak cukup buat pertumbuhan anak, anak umur 4 bulan nggak apa-apa dikasih pisang, dan sebagainya. kehadiran media sosial buat gue sangat membantu gue dalam proses menjadi ibu.

Media sosial pula yang membuat gue diundang ke acara peluncuran produk Blackmores Pregnancy and Breastfeeding Gold. Bareng beberapa blogger yang concern pada dunia parenting, kami menerima pemaparan mengenai fakta-fakta seputar ibu hamil dan perkembangan bayi. Salah satu fakta yang cukup bikin nyesek adalah masih banyak sekali kasus kematian atau kelainan pada bayi dikarenakan nutrisi yang diterima kurang optimal. 


Nah, kemarin tuh gue baru benar-benar memerhatikan, berdasarkan kuantitas yang kita butuhkan nutrient dibedakan menjadi  2 jenis: makronutrien dan mikronutrien. Makronutrien adalah zat gizi yang dibutuhkan dalam jumlah besar oleh tubuh seperti karbohidrat, protein, dan sebagainya. Sementara mikronutrien adalah  zat gizi yang diperlukan oleh tubuh manusia selama hidupnya dalam jumlah kecil untuk melaksanakan fungsi-fungsi fisiologis, tetapi tidak dapat dihasilkan sendiri oleh tubuh.

Di Indonesia, ibu hamil biasanya dimanja deh. Ini gue alami sendiri. Zaman hamil, teman sekantor itu bisa menuruti gue mau makan apa. Biasa kan, kalau makan siang di kantor itu kan suka ribet menentukan lokasi, waktu gue hamil mah gue mendapat privilege untuk menentukan lokasi dan jenis makanan :D

Anyway, kalo soal makanan alias makronutrian ibu hamil itu pasti terjamin, gimana dengan mikronutrien?

Faktanya, Ibu hamil di Indonesia mengalami kekurangan asupan berbagai mikronutrien bahkan di kota besar sekalipun. Padahal, kekurangan mikronutrien bisa menyebabkan banyak hal, misalnya kekurangan zat besi 10-40% bisa menyebabkan BBLR atau berat badan lahir rendah, kekurangan asam folat bisa menghambat pertumbuhan janin atau menciptakan peluang neural tube defect (NTD) atau cacat bawaan yang timbul akibat tidak sempurnanya penutupan tabung saraf selama pertumbuhan janin, dan seterusnya.

Bahkan, Dr. med. dr. Damar Prasmusinto, SpOG(K)., Konsultan Fetomaternal, Departemen Obsteri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia yang menjadi narasumber siang itu memberikan contoh dengan kasus-kasus kejahatan yang terjadi baru-baru ini. “Inget kasus pembakaran orang di Bekasi? Nah, itu bisa terjadi karena saraf empati si pelakunya nggak ada. Kenapa bisa nggak ada? Karena mungkin saat pelaku dalam kandungan atau bayi, dia nggak mendapat nutrisi yang cukup sehingga saraf yang seharusnya untuk empati nggak kebentuk”. Begitu kira-kira kata pak dokter. Ngeri, ya?

Bahkan empati yang gue pikir bisa dibentuk dari luar atau hasil didikan/ pola kebiasaan, ternyata juga dipengaruhi nutrisi sejak ibu mengandung. 

Waktu hamil dan nyusuin, gue termasuk yang giat minum aneka vitamin. Kalau hamil memang dikasih vitamin sama dokter, nah pas menyusui itu deh yang ikhtiar banget supaya ASI gue banyak. Kalau yang udah sering baca tulisan gue zaman di Mommies Daily, tahu deh, bahwa produksi ASI gue seadanya bahkan sampe minum jus pare supaya produksi ASI gue lancar.

Andai dulu udah kenal sama Blackmores yang Pregnancy and Breastfeeding Gold ini, ya. Pasti Bakal gue coba. Secara Blackmores Pregnancy and Breastfeeding Gold mengandung tinggi DHA, kalsium, zat besi, asam folat, vitamin dan mineral yang diperlukan selama masa kehamilan dan menyusui. Gue jadi penasaran, ada yang udah pernah nyobain dan ngebuktiin nggak?


Sejak jadi orangtua, gue cukup concern dengan masalah yang berkaitan dengan kehamilan, menyusui dan pola asuh. Saat ini Blackmores sedang mengadakan campaign #12000pelukan, dan gue langsung ikutan! Jadi, campaign #12000 pelukan ini adalah di mana Blackmores akan membantu para ibu hamil dan menyusui yang tidak seberuntung kita dalam perkara mendapat informasi dan nutrisi dengan menyumbangkan Blackmores Pregnancy and Breastfeeding Gold. Blackmores akan menyumbang lewat Yayasan Bumi Sehat milik Ibu Robin di Bali. Tahu dong Yayasan Bumi Sehat? Mungkin buat sebagian orang tahu yayasan ini karena begitu banyak selebriti yang melahirkan anaknya di sana. Tapi sebenarnya, Yayasan Bumi Sehat banyak membantu proses melahirkan para ibu hamil yang kurang mampu secara gratis.

Gimana cara berpartisipasinya?

Upload foto seolah sedang memeluk bayi.
Share di social media dengan hastag #12000Pelukan dan #BlackmoresIndonesia serta tag 3 teman kamu untuk ajak mereka ikut beraksi.

Udah, gitu aja! Setiap foto yang diunggah sama dengan 1 botol Blackmores Pregnancy and Breastfeeding Gold yang disumbangkan lewat Yayasan Bumi Sehat. Tuh, berapa banyak foto yang lo unggah ke media sosial per hari? Coba luangkan waktu buat unggah 1 foto, yuk, buat para ibu hamil yang nggak seberuntung kita. Karena gue percaya, sebagai sesama perempuan harusnya kita saling mendukung. Setuju nggak?





Friday, August 18, 2017

Staycation: Neo+ Savanna, Bikin Jatuh Cinta


Akhir pekan lalu, #gankjemputan piknik lagi! Setelah terakhir piknik ke Dufan, maka kali ini piknik kami plus-plus alias piknik nginep.

Sejak bulan Juni, para buibu udah mulai merancang mau ke mana dan akan ngapain aja. Bogor kan udah pernah, tadinya mau ke Bandung tapi kok kalo hanya nginep 1 malam rasanya capek di jalan? Awalnya ada ide ke Puncak, nah ini repot juga secara kami perempuan semua, cukup ada kekhawatiran di perjalanan kan. Eh ada laki, sih, tapi baru umur 9 tahun :D

Sempat ingin ke area BSD, biar bisa jalan-jalan ke mal area sana [secara sini kan anak Bekasi, ye]. Tapi kok, gue yang lagi aktif ke Bintaro rasanya gemanaaaaa gitu :D



Pilihan jatuh ke Sentul, atau tepatnya ke Neo+ Savanna. Sebelumnya kan gue pernah nginep di Aston, yang notabene lokasinya persis di belakang Neo+ Savanna. Terus pas udah booking dan bayar Aston, baru browsing lagi, nemu Neo+ Savanna ternyata bagus. Dan harganya lebih murah. Sebel.

Anyway, here’s a short review.

First impression: hotelnya nyaman.

Lobby-nya memang nggak seberapa besar. Malahan di lobby ada 2 meja kursi yang nggak matching dengan interior [baru tahu besok paginya, ternyata itu meja kursi makan tambahan buat breakfast]. Melewati lobby, bakal melihat kanan kiri deretan kamar yang semuanya menghadap ke kolam renang yang membujur di tengah. Jadi kalau di hotel lain ada opsi kamar menghadap kolam renang, maka di sini semua kamar menghadap kolam renang.Ingat kan, kalau gue cinta sama hotel yang ada teras/ balkonnya? :D

Kamar kami persis di depan kolam renang itu

Di pinggiran itu lumayan banyak pohon-pohon jadi adem. Kemarin anak-anak udah pada rebut minta renang, jadi habis check in yang prosesnya cepat banget itu, anak-anak langsung nyebur. Iya, jam 2 siang. Tapi nggak kerasa panas, sih.

Kolam renangnya nggak terlalu besar. Ada 1 kolam utama sedalam 100-120-an cm, lalu ada kolam buat anak-anak yang dangkal banget, dan 1 lagi Jacuzzi ala-ala yang kami kuasai selama beberapa puluh menit. Haha!


Iya, karena kami check in-nya cepat, jadi tamu-tamu akhir pekan masih belum pada datang, kan. Kolam renang relatif masih sepi jadi kami bisa kuasai *evil grin*

Btw, hotel ini kamarnya hanya ada 70, jadi termasuk hotel yang kecil. Pantesan full book mulu!

Kamarnya lega!

Kami sewa 3 kamar, 2 di antaranya tersambung dengan connecting door. Gue di kamar yang twin bed, berdua sama Irna. Karena anak kami hitungannya langsing-langsing, jadi di tempat tidur twin bed muat berdua. Tapi ya, di twin bed itu ukuran bed-nya juga queen, kok. Gue berdua Langit aja masih lega.

Yang menyenangkan, di kamar berukuran 34m2 tataannya apik, jadi kamar terkesan lega. Nambah extra bed pun masih lega banget. Jadi kalau yang sekeluarga berempat, masih aman deh. Bahkan orang dewasa berempat pun masih lega. Gue, Irna, Ira dan Bianca ada 1 momen yang ngobrol sambil tiduran di kasur twin bed, sementara anak-anak main di kamar sebelah, itu muat masing-masing berdua. 

Niat foto ala-ala #GengCinta tapi apa daya :))
Nggak hanya kamar, tapi kamar mandinya juga luas. Untuk shower dan toiletnya terpisah, plus vanity-nya juga luaaaas bisa dandan bertiga sekaligus!

Satu lagi, terasnya luaaas, lebih luas daripada rumah petakan. Hehe. Serius ini. Kami bersepuluh, ngobrol nangkring di teras juga muat. Cihuy, lah!

Breakfast menu komplet dan endes!

Untuk makanan sih, sebenarnya standar, ya. Ada buffet dengan nasi dan lauk-pauk, area bubur-buburan, lontong sayur, buah, cereal, roti-rotian dan cake, sosis dan omelet, pancake, jus, dan seterusnya.

Seperti biasa, kalau breakfast di hotel tuh kan momen paling tepat buat nyobain segala macam makanan, ya. Haha. Emang gue kemaruk atau aji mumpung?

Makanannya menurut gue, enak-enak, sih. Kemarin nyobain sosis dan omelet, macaroni schotel, tapi yang terjuara adalah lontong sayur, bubur kacang hijau dan cake of the day-nya nggak tahu cake apa, itu enak bangeeeet! Seriusan ini, mah! Plus, kopinya juga enak.

Area restorannya memang nggak terlalu besar, tapi nggak usah khawatir, pihak hotel menurut gue sangat fleksibel dengan membiarkan tamu-tamu membawa makanan ke luar area restoran. Ada yang makan di kursi-kursi pinggir kolam, malahan gue sempat bawa bread pudding dan sosis buat anak-anak yang kelaparan habis berenang dan dimakan di teras kamar. Padahal kami udah sarapan sebelumnya, lho.


Kiat dari gue kalau mau nginep di Neo+ Savanna:
  • Booking jauh-jauh hari kalau mau nginepnya weekend. Hotel ini cepat banget sold out-nya. Harga termurah 800ribuan, dengan kamar yang lega dan kondisi yang nyaman, menurut gue worth the price deh!
  • Minta early check in, biar lebih lama menikmati kolam renangnya.
  • Di depan hotel ada Indomaret, jadi nggak usah khawatir kalo kekurangan jajanan. Dan sekitarnya itu banyak tukang pisang, pete, dkk. Bisa belanja deh, yaaaa…
  • Di depan hotel juga ada coffee shop cantik. Sayangnya nggak sempat nyobain, karena pas sampe di hotel anak-anak udah ribet mau renang. Dan pas mau makan malam, jam 7-an, dia udah tutup. Besoknya hari Minggu juga tutup :’(
  • Di hotel nggak ada area playground. Tapi kalo mau ngajak anak main, di sebelahnya ada Taman Budaya dan depannya juga ada Taman Fantasi. Kami nggak ke sana, sih. Anak-anak udah keburu heboh di hotel.
Apa gue bakal balik lagi ke sana? Definitely! 

*lagi-lagi, maaf nih nggak ada foto kamar yang mumpuni, secara emak-emak semua dan kudu ribet sama anak-anak, ya kaaan? Alibi sih, padahal sibuk bergunjing :)))


Tuesday, August 1, 2017

Antara Pakar Parenting Versus Kpopers Dan Para Orangtua



Media sosial lagi ramai karena Ibu Elly Risman. Ibu Elly memang lumayan sering bikin dunia perorangtuaan gempar karena fakta-fakta yang dipaparkan mengguncang, menakutkan, bikin orangtua parno. “Nakut-nakutin orangtua”, "Pola asuh konvensional", "Orangtua salah melulu kalo sama Bu Elly, sih", demikian yang sering gue dengar mengenai Ibu Elly.

Nah, kali ini, dunia medsos ramai karena twit Ibu Elly berikut:

*palm face*

Gue kenal Ibu Elly jauh sebelum beliau populer di media sosial. Tepatnya waktu gue masih di Astro Oasis. Saat itu, Oasis adalah channel TV muslim yang mengudara lewat pay TV Astro. Nah, kanal tersebut nggak hanya tentang agama, tapi memang fokusnya ke keluarga. Kami ada beberapa penasihat untuk konten TV, salah satunya Ibu Elly, khusus untuk program-program anak. Gue pernah tulis sekilas tentang ini sih, di Mommies Daily 5 tahun yang lalu waktu gue ngobrol sama Ibu Elly di salah satu sesi seminar Supermoms Indonesia.

Setelah nggak bekerja di dunia parenting, gue masih lumayan mengikuti tentang Ibu Elly. Terakhir gue masih datang ke seminar Ibu Elly, sekitar  setahun yang lalu. Gue, lumayan banyak mengambil pelajaran dari seminar beliau. Tapi apakah gue telan bulat-bulat ajarannya? Wooh, nggak dong.

Apa kabar dengan keutamaan Ibu Elly di mana ibu sebaiknya di rumah menemani perkembangan anak? Sini masih banyak tagihan yang perlu dibayar, sis! Kalo rajin baca blog gue, tahu lah gimana kerasnya gue sama pihak yang mendiskreditkan ibu bekerja :)

Baca ini juga deh: Seruan Untuk Ibu Bekerja

So, untuk yang satu ini, gue berada di sisi yang berbeda dengan Ibu Elly lah ya :D

Ada beberapa poin yang kerap diulang sama Ibu Elly di seminar-seminarnya. Ini yang gue ingat, ya.

Concern terhadap gadget

Ibu Elly adalah salah satu psikolog yang cukup kencang mengibarkan bendera perang terhadap pemberian gadget pada anak. Kalaupun bukan karena konten yang bisa didapat anak dari gadget, tapi yang gue tahu waktu gue kenal beliau pertama kali [sekitar tahun 2007] lebih ke kesehatan mata dan perkembangan otak anak.

*cari aja sendiri ya, udah banyak artikel tentang ini kok*

Di poin ini, gue setuju sih. Beberapa psikolog keluarga lain yang pernah gue temuin juga concern pada hal yang sama. Bahkan Direktur Pendidikan di sekolah Langit juga cukup ‘kencang’ sama gadget. Kalo pertemuan orangtua murid di sekolah, pasti beliau menyisipkan pesan “Jauhkan anak dari gadget”.

Kebetulan, anak gue nggak terlalu attach sama gadget. Pernah gue kasih handphone [bekas gue], tapi nggak kepake. Akhirnya diambilalih sama nyokap gue, dah. Haha.

Sex education

Kebetulan, pertama punya anak gue ndilalah seringnya ikut seminar Ibu Elly. Maka gue ketularan concern berat sama pendidikan seks anak. Dari Ibu Elly pula gue pertama kali belajar mengenai pendidikan seksual yang SAMA SEKALI NGGAK MUDAH ngejalaninnya.

Mulai dari menjelaskan perbedaan laki-laki dan perempuan, siapa yang boleh menyentuh dan bagian mana yang tidak boleh disentuh, bagaimana bersikap pada lawan jenis, menjelaskan tentang berciuman yang suka ada di TV, pacaran, naksir, pernikahan, proses kehamilan, dan seterusnya. SUSAH, JENDRAL!

Ya zaman sekarang, apa sih yang nggak bisa kita dapat di internet. Tapi sayangnya kan, makin ke sini makin macam-macam yang beredar di internet. Harus pintar-pintar memilah.

Memilih sistem pendidikan

Dari seminar-seminar Ibu Elly yang banyak ngajarin tentang sistem penerimaan informasi di otak, gue menyimpulkan bahwa “Saat hati gembira, otak menyerap lebih mudah”. Hal ini yang gue jadiin pegangan waktu cari sekolah buat Langit. Sistem pengajaran harus menyenangkan dan yang pasti sevisi pola asuhnya dengan gue. Alhamdulillah, dapet.

Walaupun, kalo mau ngikutin plek-plek kata Ibu Elly mah cari sekolah yang waktu belajarnya nggak lebih dari jam 12 siang. Hare geneeee… ibuuuu… cari di mana?

Peran penting ayah

Ibu Elly juga yang bolak balik mengingatkan tentang pentingnya peran ayah pada seorang anak. Bukan hanya sebagai pencari nafkah, tapi anak juga butuh sosok ayah dalam kehidupan mereka.

Lihat gambar ini deh, kira-kira ngerti lah ya, gimana peran ayah buat anak-anak :)


Dari beberapa hal yang gue inget di atas, harusnya bisa terbaca [harusnya lho, ya] bahwa walaupun gue tahu apa yang Ibu Elly ajarkan, nggak berarti plek-plek harus gue terapkan semua. Karena pola asuh bukan kaya manual book-nya handphone/ TV yang keluaran pabrik. Pola asuh ada terms and condition-nya, perlu disesuaikan dengan kenyamanan masing-masing. Pola asuh adalah hal yang personal. Ya nggak, sih?

Balik lagi ke reaksi Ibu Elly mengenai SNSD. Gue kaget juga, kok. Sedikit sedih, ya, pasti. Bukan sedih karena omongan orang ke Bu Elly, ya, tapi lebih ke sedih kenapa orang seperti Ibu Elly yang kerap di-look up to sama orangtua-orangtua yang masih belajar jadi orangtua mengeluarkan statement tanpa mengecek fakta lebih dulu. Kecewa juga pasti ada. Kecewa sama Ibu Elly yang terlalu reaktif, kecewa sama reaksi para orangtua di media sosial mengenai hal ini.

Kemudian, gue nyadar bahwa bukankah reaksi beliau seperti layaknya ibu-ibu zaman sekarang yang saat membaca/ mendapat forward berita heboh langsung kita sebarkan tanpa sempat membuka link berita/ artikel tersebut? Padahal banyak banget artikel yang seringkali judul dan isinya nggak berhubungan satu sama lain. Ini kan trik dari sebuah digital media, supaya orang-orang mengklik berita tersebut, bu.

Bedanya, Ibu Elly psikolog yang suka memberikan seminar parenting makanya jadi heboh. Kalau kita, hanya buibu receh aktivis media sosial dan whatsapp group aja :D

Tapi ya, untuk kali ini, repot juga Ibu Elly harus berhadapan dengan Kpopers yang  dikenal #gariskeras dalam membela idolanya. Yang gue bingung, bagaimana reaksi ibu-ibu penggemar Kpop yang juga pengikut Bu Elly, ya?

Mudah-mudahan nggak panjang deh, keributan ini. Biar gimana, gue pernah belajar dan mengambil pelajaran dari seminar beliau yang pernah gue datengin. Kok kalau ikut ngejelekin karena hal di atas, rasanya kaya ngeludahin sumur di rumah sendiri:D

Btw, satu lagi deh. masalah nakut-nakutin orangtua menurut gue tinggal kita mau gimana aja sih. Mau anggap membesarkan anak adalah hal yang menakutkan atau menyenangkan? Gue pribadi, tentu punya rasa takut. Takut ini itu, gimana Langit di masa depan, dkk dsb dst. Tapi sejauh ini, gue milih untuk menganggap bahwa membesarkan anak adalah hal yang menyenangkan. Karena nggak semua orang diberikan privilege untuk membesarkan anak :)