Monday, July 31, 2017

Mengecilkan Pori-pori, Memang Bisa?


"Gue mau pori-pori muka gue kecil"

Sering banget nih, gue dengar kalimat ini. Bahkan dari otak gue sendiri. Secara ya, seumur hidup selalu memandang kulit wajah sendiri itu oily, pori-pori gede, dull, dan teman-temannya. 

Nggak heran gue selalu tergoda sama produk yang klaim bisa bikin pori mengecil, bahkan menghilang! Padahal kalo dipikir ya, pori-pori menghilang, kulit muka gue ga bisa napas  dong. Hehe.

Btw jawaban atas pertanyaan di judul: Pori-pori nggak bisa dikecilin, bisanya DIBERSIHIN!

Beberapa tahun yang lalu gue mulai rutin melakukan double cleansing. Gue pernah share mengenai hal tersebut di sini.Sekarang sih, kulit nggak licin-licin amat. Pori-pori masih kelihatan jelas. Tapi lumayan lebih sehat kelihatannya :)

Lumayan lah ya?
 
Memang, kalau berdasarkan beberapa teman yang skincare enthusiast, langkah paling mendasar buat kulit adalah membersihkan. Selanjutnya, melembapkan.

Waktu roadshow [ceile roadshow] buku gue Survival Guide Book for Girl, my dear friend @deszell yang skincare addict dan kulitnya bagus banget itu berulang kali bilang, kalau ada yang mau kulitnya bagus nggak usah macam-macam dulu deh. “Membersihkan kulitnya udah bener belum?”

Gue sih masih nggak yakin kalau cara membersihkan kulit gue udah benar banget. Tapi seenggaknya sampai saat ini yang gue lakukan dan udah mendapat manfaatnya adalah:

Pagi:
Cuci muka pakai pembersih muka yang low pH. Banyak teman yang nanyain langsung mereknya aja, supaya gampang katanya. Hehe. Nah, yang gue pakai buat pagi adalah Tosowoong Enzyme Powder Wash. Bisa dibeli di online shop-online shop terkemuka. Sebaiknya sih, yang terpercaya, ya. Kalau di Instagram rajin cek @beningbersinar atau @esiotrot.


Malam:
First cleansing pakai cleansing oil. Sejauh ini favorit gue adalah Muji for Sensitive Skin. Sudah habis entah berapa botol. Sayangnya nggak ada di sini, jadi belinya nitip sama teman yang ke lagi ke Malaysia/ Singapura/ Jepang.

Muji yang tengah tuuuh

Kalau berasa kulit muka lagi kotor banget, maka gue pake micellar water dulu biar kelihatan kotoran yang terangkat itu seberapa banyak. Ini sugesti aja sih, karena micellar water kan pakai kapas, ya, jadi kelihatan seberapa kotor kulit kita. Setelah itu baru dilanjutkan dengan cleansing oil.

Second cleanser, gue pakai facial wash biasa. Merek yang gue pakai biasanya bergantian aja antara Hadalabo Mild Peeling Facial Foam atau Loreal Revitalift. Dan yang baru coba kemarin Hadalabo Goku-jyun Hatomugi. Ini sebenernya salah beli, karena nggak bisa Bahasa Jepang dan nggak browse dulu, ternyata Hadalabo yang ini buat kulit berjerawat. Makanya nggak gue pake sering-sering, secara gue nggak berjerawat.


Seminggu 2 kali gue gantian second cleanser pake Innisfree Jeju Volcanic Pore Cleansing [namanya panjang amaaat]. Ini gue cinta banget deh, sesuai sama namanya yaitu pore cleansing, setelah cuci muka pake ini sumpah itu pori-pori SUPER BERSIH BANGET.

Dia ada seri clay mask-nya juga, pernah gue tulis di sini.

Terus seminggu sekali gue peeling pake Bio Essence yang cukup mild tapi kemampuan ngangkat kulit matinya oke juga. Perkara peeling sih, pernah nulis di sini juga tentang Novexpert Peeling Night Cream dan Alpha H :D


Beberapa teman ada yang bilang ribet amat skincare gue. Deuh, belum baca dia obrolan gue sama @irawatysarah tentang skincare Korea yang bisa sampe 17 tahap!

Mengenai proses membersihkan kulit, banyak yang merekomendasikan untuk pakai pembersih wajah dengan pH rendah supaya bikin kondisi kulit kita jadi seimbang. Penjelasan ilmiah sih, banyaaaaak bisa lo temuin, tinggal search aja kenapa harus pakai produk pH rendah/ kenapa kulit kudu dijaga keseimbangan pH-nya.

Kalau secara praktik nih, yang paling jelas terasa sih, saat kita pakai pembersih yang pH-nya tinggi, itu kerasa kulit kita kaya 'ketarik' kencang. Nah, konon, rasa 'ketarik' ini sebenarnya adalah saat di mana acid mantle atau pelindung terluar kulit kita dalam kondisi yang nggak balance. pH kulit yang nggak seimbang bisa bikin kulit gampang iritasi, dehidrasi, gampang jerawatan, dan seterusnya.

Selain proses pembersihan, jangan lupa dilembapkan, ya. Nah, ternyata nih, di usia kita [KITAAAA/!] masih ada teman-teman gue yang nggak pake pelembap karena “lengkat” atau “kulit gue berminyak”. Hemm.. tahukah Anda? #ajiyeeee

Bahkan kulit berminyak pun perlu banget untuk dilembapkan. Karena kalau nggak pakai pelembap, kulit lo bisa dehidrasi. Nah, kulit yang dehidrasi ini bikin wajah kita kusam, nggak sehat dan nggak menutup kemungkinan pori-pori menganga.

Tentang lembap melembapkan, bersambung aja yaaaa :)

Monday, July 24, 2017

Staycation: Menyeberang ke Pulau Seribu



Akhir pekan kemarin gue ngajak Langit ke Pulau Seribu. Awalnya sih, karena banyak wacana mau ke mana, akhirnya waktu juga yang menentukan :)


Berhubung nggak ada yang bisa nemenin jalan-jalan yang mana kalo jauh kan berarti kudu ngambil hari kerja, ya. Akhirnya putar otak yang bisa dilakoni di akhir pekan aja. Staycation di hotel aja bisa, sih. Cuma kok butuh lihat laut, ya. Pulau Seribu, it is! Ini gue breakdown beberapa hal seputar ke Pulau Seribu, ya.

Pulau yang mana, secara ada seribu? :D

Kemarin kami menginap di Pulau Payung. Kenapa Pulau Payung? Pulaunya masih sepi. Kebetulan kemarin perginya rame-rame sama teman-teman, jadi seru sendiri aja sih. Di Pulau Payung terus terang, nggak ada apa-apaan. Penginapannya pun homestay, alias rumah penduduk yang disewakan. Tapi lumayan, pake AC, kok.

Kami nggak keberatan menginap di pulau yang minim fasilitas hiburannya, karena memang tujuan utama kami ke Pulau Seribu adalah buat snorkelling di area kepulauan, bukan menghabiskan waktu di satu pulau saja. Kasarnya, di Pulau Payung emang hanya buat tidur aja.

Di Pulau Payung juga nggak ada sinyal handphone. Kalau mau dapat sinyal, kudu di pinggir pantai. Itu pun untung-untungan. Asik kan? Jadi lo bener-bener kudu get along dengan sesama peserta trip. 



Langit ngapain aja?

Ngegambar, baca buku, ngobrol. Gitu aja udah happy. Nggak inget deh dia sama TV, apalagi Youtube :D

Kenapa nggak di Tidung?

Nah, tadinya mau ke Tidung, tapi kata teman satu rombongan yang sering ngetrip, Tidung itu penuh banget. Dan, ya, terbukti sih. Setelah snorkelling kami mampir ke Tidung, ramenya kaya Ancol! Memang, fasilitasnya lengkap. Ada Banana Boat, speedboat, Jembatan Cinta yang fotogenik, sampe jajanan yang… rame lah, pokoknya!

Wong pas di kapal aja, kan kapal itu rutenya Kaliadem – Pulau Payung – Tidung, dari kapal yang kapasitasnya 200-an orang, yang turun di Pulau Payung berapa orang? Yak, 13 orang. Alias rombongan kami doang :D Sisanya ke Tidung.

Dan itu baru dari 1 kapal, lho.

Notes:

Ada 1 warung bakso lumayan enak, posisinya persis dekat Jembatan Cinta dan depannya ada yang jual kopi. Kopinya lumayan juga, ada yang bukan sachet-an alias nyeduh sendiri.

Now, perjalanan. Kemarin banyak yang nanya kok gue naik Commuter Line, memangnya sampe ke pelabuhan?

Untuk ke Pulau Seribu, bisa dari Marina Ancol atau dari Kaliadem Muara Angke. Berhubung perjalanan kami kemarin backpacking-an, jadilah dari Kaliadem. Lebih murah! Haha. 


Rute berangkat gue adalah, naik Commuter Line jurusan Bekasi – Kota. Turun di Kota, lalu naik Uber, janjian sama rombongan ngetrip yang berangkat dari Bogor.

Katanya backpacker, kok naik Uber? :D

Yah, sebenernya ngambil yang gampang aja sih. Naik angkot, bisa. Cari yang sampe Muara Angke. Dari Muara Angke, bisa naik Bentor sampe di Dermaga Kaliadem. Tarifnya 3ribu rupiah per kepala, dijamin lebih cepat daripada naik Uber, karena di Pasar Angke itu macetnya luar biasa. Dan Bentor yang wujudnya kaya angkot tapi mesin dan sopirnya seperti motor, kita bakal dibawa nyelip sana sini bahkan sampai ngelewatin tempat pengolahan ikan asin. Siap-siap bawa buff/ masker kalo nggak tahan bau, ya, gaes.

Gue kemarin akhirnya turun tengah jalan juga dari Uber, karena macet. Pas mau jalan kaki [ada jalur pejalan kaki juga, tapi becek bro], eh ada Bentor kosong. Cus, langsung naik!


Commuter line sesungguhnya ada yang ke Angke, tapi jarak ke Pelabuhan Angke justru lebih dekat dari Stasiun Kota ketimbang dari Angke. Dan, CL yang ke Angke nggak sebanyak yang ke Kota. So, dari Stasiun Kota atau Stasiun Angke tetap harus nyambung juga.

Dandanan kece backpacking-an sama anak :D


Kapal berangkat dari Dermaga itu jam 8 pagi. Kalau mau aman dapet duduk dan life jacket yang memadai, sebaiknya pagi-pagi udah sampe, jadi bisa pilih duluan. Hehe. Kami kemarin praktis naik ke kapal jam 7 lebih dikit, lumayan dapet spot yang oke.

Kiat:

Naik kapal di bagian geladak/ atas aja, goyangan ombak nggak terlalu berasa dan nggak pengap. Selain itu, karena di atas nggak ada tempat duduk, jadi bisa ngampar di lantai. Lebih dekat dengan lantai, lebih nggak kerasa goyangan ombaknya.

Oiya, kapal yang gue naikin kaya gini. Nggak mewah, seadanya. Kan backpacker :D
Yang nggak tahan ombak, sebaiknya minum antimo. Kalo anginnya lagi kencang, cukup bikin mual. Pas balik tuh gue ngerasa mual banget, udah duduknya di bagian bawah kapal terus anginnya kenceng pula! Udah PD nggak minum antimo, kan, nggak tahunya mual kapal lumayan juga goyangnya. Untung masih bisa tahan.

Itinerary?

Seperti yang gue bilang, karena objective kami adalah snorkelling, jadi memang kegiatannya mostly di laut. Ini itinerary-nya:


 Hari Ke-1

06.00 : Ngumpul di Pelabuhan Kaliadem
08.45 : Menuju Pulau Pramuka [kapal kita agak telat jalannya]
11:00 : Check in homestay, istirahat, makan siang, ngobrol lala lili
13:00 : Berangkat! Ke Pulau Payung Kecil, terus snorkelling di 2 spot area Pulau Seribu
16.00 : Mampir Pulau Tidung
17:30 : Balik ke Pulau Payung
18:30 : Bebersih, makan malam
20:30 : BBQ di pinggir pantai. Oh, di Pulau Payung tiap Malam Minggu ada live music bersama Band Akamsi [ofkors bukan itu nama band-nya, hihi]

BBQ sambil main di pantai malam-malam

Hari Ke-2
05.15 : Bangun, niat hunting sunrise. Tapi karena kasihan bangunin Langit, akhirnya gue baca buku aja di kamar
07.00 : Jalan-jalan keliling Pulau Payung
08.45 : Balik ke homestay, sarapan, mandi, dkk
10.00 : siap-siap nunggu kapal balik ke Kaliadem. Ternyata kapalnya ngaret lagi, karena jemput yang di Tidung dulu baru ke Payung. Kapal jemput baru jam 11.45-an-an
14.00 : Sampe di Kaliadem. Nunggu feeder busway nggak sampe-sampe akhirnya carter angkot 100 ribu buat ke Stasiun Kota :D

Katanya lagi lihatin kepiting kecil-kecil pagi-pagi pas air lautnya surut

Snorkelling di Pulau seribu gimana?
Karena sudah pernah di Karimunjawa, Pulau Seribu jadi tampak biasa. Beda jauuuuh lah ya! Tapi lumayan mengobati kena air laut, sih. Langit juga udah tampak jauuuuh lebih PD nyemplung di sini. Malah pengin nekad naik Banana Boat, tapi belum gue izinkan. 

Ngetrip kemarin dibantuin sama @Rainbowtrip. Reccommended deh, TL-nya baik dan informatif. Perjalanan juga boleh-boleh aja disesuaikan dengan permintaan dan yang pasti, harga terjangkau :)


Dengan perjalanan singkat ini dan fasilitas yang seadanya, Langit bete nggak? Alhamdulillah, dia menikmati setiap detiknya. Dan dengan ngajak dia di perjalanan tipe apapun dengan orang baru sekalipun, mudah-mudahan sih bikin dia jadi anak yang lebih adaptif dengan kondisi dan perubahan. Karena, di dunia ini hanya satu yang pasti, yaitu perubahan :)


Jadiii kapan kita ke mana lagi, Langiiit?

Wednesday, July 12, 2017

Berebut Jadi Yang Pertama



Zaman sekolah pas lulus-lulusan, sekolah gue nggak pernah bikin prom atau pesta perpisahan lala lili. Pas jelang masa sekolah berakhir, teman-teman seangkatan berisik mengeluh mengenai hal ini. 

Terus gue, nyeletuk, "Ya kita bikin aja sendiri prom night. Ngapain nunggu dari sekolah", kira-kira begitu kalimatnya. Gue masih inget banget bahwa gue yang mengucapkan hal tersebut. Bahkan gue ngidein isi acaranya ngapain aja, lalala, yeyeye. Perkara gue ini pelupa, tapi momen tersebut gue inget banget.

Yang lagi barengan saat itu, banyak yang antusias akan ide tersebut tapi ada juga yang pesimis. Pembicaraan pun berlanjut. 

Long story short, prom night jadi. Salah satu teman yang memang populer di sekolah jadi ketua panitia beserta beberapa teman lain yang notabene lebih populer dan bersedia jadi timsibuk. Gue? Cukup jadi tamu. 

Apakah gue mendapat credit atas terlaksananya prom night tersebut? Tentu tidak. Yang disaluti hanya mereka yang terlibat. Bahkan sang ketua panitia dapat banyak pujian karena itu 'prom night' pertama sekolah kami. Dan my dearly friend tersebut, nggak nyebut sedikitpun ide tersebut datangnya dari mana


Moving forward ke zaman sekarang. 

Media sosial yang makin jadi bagian hidup bikin kita dapet informasi sedemikian derasnya. Si A review produk X, si B merekomendasikan hotel Y, si C pake produk Z. Atau bisa jadi si A dan D review produk yang sama dalam jarak yang berdekatan. Demikian juga dengan si B dan E. Kemudian kita mengambil kesimpulan bahwa yang posting duluan adalah yang memberikan influence terhadap yang posting setelahnya. 

Itu di media sosial. Tapi kita nggak tahu kan, kalau di dunia nyata atau japrian ternyata si A menggunakan produk X atas rekomendasi dari si J? Atau review si D mengenai sekolah anaknya ternyata sebelumnya dia udah nanya-nanya ke si M? 

Tapi sayangnya si J dan M bukan siapa-siapa di media sosial. Bak receh kembalian Alfamart yang suka ditukar permen. Jadi nggak perlu disebut lah. Nggak perlu kasih credit dari siapa si A atau si D yang kebetulan selebgram, selebblog, youtuber or whatever itu tahu. Nggak ada gunanya. 

Btw, huruf-huruf ini bikin ribet ya? 

Nah, kira-kira jelas kan ya hubungannya dengan cerita zaman sekolah gue? 

Gue, sebagai si recehan, cukup sering ngalamin hal di atas. 

Contoh:

Seorang teman yang selebblog mau beli suatu barang. Ngeliat gue beli, dia nanya secara langsung, bagus apa nggak. Gue jawab panjang lebar, dong. Karena gue user. Akhirnya dia beli. Kemudian dipost di blog testimoninya yang nggak jauh beda dengan apa yang gue katakan. Seolah ia memutuskan pembelian dengan cara mendapatkan hidayah. Terus komen-komen berdatangan bilang bahwa rekomendasi si teman ini oke berat.

Di lain waktu, ada seorang influencer nanya-nanya ke gue tentang sekolah anak. Nanya detail dan panjang bolak balik sampe akhirnya dia memilih sekolah tersebut. Kemudian dia menulis sekolah pilihannya itu lengkap dengan alasan, di mana alasannya itu plek kalimat dari gue [yang sayangnya gue sampaikan lewat japri dan secara langsung]. Sebel ya. Hehe. Padahal gue zaman survei sekolah mendatangi satu per satu dan ngasih tau dia hal yang cukup detail. Well, si influencer udah survei sih. Survei ke gue :D

Ada juga teman yang suka ceritain si G di sosmed sharing soal jalan-jalan ke mana, padahal dia lebih duluan ke lokasi tersebut dan si G pernah nanya-nanya sama dia mengenai lokasi tersebut. Terus jadi gosipin si G deh, karena si G taunya dari siapa tapi nama dia nggak disebut. Atau mengenai barang, coffee shop, skincare, scarf, dan seterusnya dan sebagainya.

Hidup di zaman media sosial, bikin kita berebut jadi yang pertama. Kemarin sempat ngobrol sama anak-anak kantor, memang benar, di Indonesia sekarang semua orang jadi kiasu. Mau jadi yang pertama. Es Kopi Susu, harus nyobain yang satu itu. Scarf kekinian, harus punya. Lokasi jalan-jalan terbaru, harus ke sana. Bahkan sampai buku, skincare, gaya parenting, yang seharusnya hal personal pun harus jadi yang pertama, upload ke media sosial sehingga nggak ketinggalan zaman.

Menjadi orang yang pertama atau berhasil memengaruhi orang lain dalam keputusan pembelian memang memiliki kepuasan tersendiri, sih, ya. Makanya kalau dikasih 'credit' oleh orang lain, pasti menyenangkan. At least buat gue.
Bukan, bukan perlu diwaro atau diakui, tapi hanya karena lagi gemas [dan ga ada bahan pembicaraan aja, sih]. Menurut  gue, pemberian credit sekecil apapun itu bikin seseorang merasa dihargai aja. Kutipan obrolan gue sama teman, pasti gue taro nama mereka.  Atau 'Lensed by' itu bukan gegayaan lho, gue. Tapi memang mau menghargai aja. Emang gue siape, Dian Sastro, yang kalo nama lo gue mention kemudian follower nambah? Haha. 
 


Mungkin juga karena di zaman sekolah gue udah pernah ngalamin hal nggak enak perkara 'credit', ya, jadi kayanya sekarang kebawa-bawa sebelnya kalo ada hal sejenis terjadi? Bukan juga mau dianggap sebagai Si Keren yang berhasil ngasih tau atau bikin ide-ide ciamik. Tapi murni sebagai penghargaan atau sedangkal-dangkalnya sebagai basa basi aja. 

Atau juga karena gue kerja di bidang kreatif, ya. Jadi masalah ide rawan sekali diakui oleh orang lain. Memang, di dunia ini apa sih yang orisinal? Nggak ada. Bahkan brand aja bikin produk dengan menyontek produk brand lain, kok. Yah, paling modifikasi dikit sana sini sehingga jadi produk yang baru.

Mengalami hal di atas, gue sih gemes-gemes dalam hati aja. Eh, sekarang dituangkan ke dalam blogpost. Haha. Pelajarannya sih, kalau kasih informasi ke influencer kudu pake hitam di atas putih bahwa dia tahu sesuatu dari gue kali ye. YAKALIK! Hahaha. 

Eh, menurut kalian, penting nggak sih pemberian credit ini? Apa gue doang yang baper?


Thursday, July 6, 2017

New Holy Grail: Novexpert the Peeling Night Cream



Makin tua, eh dewasa, masalah perawatan kulit jadi hal penting dalam hidup. Seolah hidup gue tujuannya adalah merawat kulit. Haha, lebay.

Salah satu yang mulai rutin gue lakukan adalah peeling. Nggak ke klinik kecantikan tertentu, sih, karena Alhamdulillah kulit gue pake produk yang diproduksi secara massal aja udah cukup oke. Kata gue, tapinya :D

Peeling ini cukup penting buat gue yang udah di atas 35 [damn!], soalnya proses peeling ini kan membantu menghilangkan lapisan kulit mati dan merangsang pertumbuhan kulit yang baru. Nah, semakin dewasa seseorang, tentu nggak hanya metabolisme tubuh aja yang menurun, tapi juga kemampuan memperbarui kulit [duile, apa sih istilahnya, kok gue lupa?]

Gue punya beberapa produk peeling dalam berbagai bentuk, serum atau cream. Nah, yang mau dibahas di sini adalah:


Novexpert Peeling Night Cream.
Harga: Rp540.000
Bisa dibeli di: Beautybox

Novexpert research offers to go deeper in night renovating treatments.
CHRONO-PEELING "DOUBLE SPEED" ==> Fast peeling with papaya extract and glycolic AHA ==> Progressive peeling with PHA and AHC. 
3D PEELING to act on all skin layers ==> On surface peeling with PHA and papaya extract ==> In depth peeling with AHC and AHA glycolic AHA.
PHA*: very soft fruits acidacid also called gluconolactone.
AHC*: lactic acid grafted on arginine for a progressive release.- from here


Produknya bisa buat all skin type kecuali buat mereka yang kulitnya oily [banget] atau sangat kering. Terus, sebaiknya pakai produk ini kalau memang sudah butuh ya, alias sudah harus dibantu proses pembaruan kulitnya [bahasa halus dari sudah tua, eh, dewasa].

Novexpert Peeling Night Cream ini memang klaimnya nggak hanya membantu regenerasi kulit [AHA! Ini dia istilahnya, baru inget] tapi bisa bikin kulit muka lebih smooth, bahkan membantu mengurangi kerutan-kerutan di wajah. Bekas jerawat atau komedo doang mah, kecil! Gitu kira-kira, klaimnya.

Untuk cara pakai sendiri ada 2 macam advice, nih:

  • Gunakan selama 1 bulan full setiap malam di bulan pertama, lalu hentikan di bulan ke dua. Kemudian pakai lagi di bulan ke tiga. Begitu seterusnya.

  • Pakai hanya selama 7 malam berurutan dalam setiap bulannya. Jadi kalau bulan ini lo pakai tanggal 1-7, bulan berikutnya pakai di tanggal yang sama.
Gue baru pake produk ini dari awal 2017. Sistemnya pake yang ke dua. Alasannya? Karena takut keterusan nggak pake atau pake. Ntar over peeling muka gue jadi merah-merah kaya peeling di klinik kecantikan yang menyeramkan itu.

Tekstur produknya cream yang sangat ringan, cepat banget meresap ke kulit. Ada beberapa yang bilang pas perdana pakai ini ada rasa cekit-cekit, mungkin karena dia kan peeling bahkan sama deep gitu ya. Kalau gue sih, rasanya biasa aja. Apa memang kulit badak alias kurang sensitive anaknya ya? Hehe.

Wanginya no problem, nggak menyengat dan nggak bau medicine. Baik-baik aja deh pokoknya.
Oiya, produk ini masa expire-nya 6 bulan sejak dibuka. Jadi kalau 1 tube lo kayanya nggak habis sendiri [apalagi dengan sistem yang ke-2], sangat dianjurkan untuk sharing. Karena kita adalah #IbuBijak :D

Dan gue baru inget ternyata punya gue udah nggak bisa dipake. Berarti harus beli lagi. Ada yang mau sharing? :D

Kenapa gue repurchase?

Karena gue suka sama hasilnya. Koreksi, SUKA BANGET.

Kondisi kulit wajah terbaru [yang difoto dengan jarak terdekat] plis jangan dibandingin sama kulitnya Langit x_x Namanya juga bukan beauty blogger, review skincare fotonya teteub sama anak :)))
Kelihatan banget bedanya di kulit gue, sih. Pake ini, even sebelum 7 hari, sudah berasa banget bedanya. Lebih smooth [hampir poreless seperti yang gue idam-idamkan, haha!], cerah tapi bukan putih lho, ya, dan yang pasti kulit gue kelihatan sehat banget. Ah, love deh!

Terus kan dia pemakaian dan penyimpanannya juga nggak ribet, ya. Dipakai setelah double cleansing, double toning plus serum seperti biasa. Setelah pakai ini, jangan lapisi apa-apa lagi, ya.

Kalau gue baca review sih, ada beberapa yang kurang cocok pakai produk ini. Tapi ya namanya juga skincare, butuh nyobain sih, menurut gue. Dengan mencoba maka kita jadi tahu mana yang cocok dan nggak. Bukan hanya pasangan hidup  aja ternyata yang cocok dan nggak cocok ya #ahik

Gimana, jadi pengin coba nggak? Kalau mau coba, siapa tahu bisa sharing sama gue #teteub