Thursday, December 22, 2016

10 Questions to: Wawaraji, When You Lose Someone, You Gain An Angel..



Suatu hari, gue buka timeline di facebook dan mendapati status seorang sahabat yang kehilangan putri tercintanya. Kaget bukan buatan karena beberapa tahun yang lalu, Wardah Fajri, sahabat yang sedang berduka, pernah berbagi cerita tentang kegiatannya sebagai jurnalis dan ibu ke gue waktu kami liputan bareng. Wawa juga cerita perjuangannya setelah melahirkan.

Setelah beberapa lama, akhirnya gue beraniin diri untuk minta Wawa share mengenai ceritanya dan putri kecilnya Dahayu yang pemberani. This is gonna be a looong post, but trust me, it is worth to read. Gue nggak mengedit sama sekali karena nggak mau mengubah apapun dari cerita Wawa dan terutama kenangan yang ia miliki :)

So here it is.. 



Tuesday, December 20, 2016

Lita Bikin Buku!

*sujud syukur*


Beberapa tahun lalu (sumpah lupa) salah satu hal yang ingin gue wujudkan adalah nulis buku. Tahun-tahun sebelumnya hal itu udah jadi keinginan juga. Tapi ya masih sekadar keinginan.
Ndilalah, jalannya ada. 


Pertama, waktu di Mommies Daily akhirnya nerbitin buku 2 kali. Tapi pake nama Mommies Daily, sih. Yang kemudian menimbulkan pertanyaan dari Igun, "Bikin buku pake nama sendirinya kapan?"

Nah, so here it is! Di penghujung 2016, alhamdulillah akhirnya kejadian juga. 
Dalam 1 kali penerbitan, langsung ditodong tiga buku dengan benang merah yang sama tapi temanya berbeda. 

Survival Guide Book for Girls, ini judulnya. Diterbitkan sekaligus dengan 3 tema berbeda:


*link di atas bisa buat PO ya gengs :D

Jadi ini ditujukan utamanya adalah untuk cewek-cewek yang sedang dalam masa peralihan dari usia kuliah ke kerja. Di masa ini, banyak banget yang berubah dalam hidup kita. Ceile kita, gue mah udah basi :))

Nah, di sini sifatnya sharing hal-hal yang mungkin nggak ada dalam buku serius. Misalnya, mau beli tas bermerek itu bolehnya kapan sih? Pacaran sama sahabat enak apa nggak? Pake gincu merah ke kantor nanti ketuaan nggak penampilannya? 

Yaa semacam itu. Bahasanya ringan tapi mudah-mudahan cukup informatif dan nyampe lah pesannya.

Walaupun ditujukan buat ani-ani koci (kata ganti yang kerap gue gunakan saat merujuk anak-anak yang dalam fase peralihan ini atau 1-2 tahun kerja), tapi yang udah melewati fase ini bertahun-tahun yang lalu juga seru kok (yaela promo). Bisa mengenang masa lalu di mana kita masih culun dandannya, masih mikir panjang saat mau belanja tas, masih mewek kalo pacar lupa anniversary (kalo sekarang sih selama nggak lupa transfer, AMAN!), dan sebagainya.

Yuk yuk yuk, dibantu eh dibeli bukunya. Buat kado ke kerabat/ siapapun yang sedang berada dalam fase ini atau lo yang mau mengenang masa lalu atau lo yang sayang/ nggak enak hati sama gue atau juga sekadar kepo sama kemampuan menulis gue, beli dong! Alasan apapun di balik pembelian buku ini, gue terima dengan baik 😘

Ini ada sekilas video tentang buku ini, boleh juga kalau mau dilihat :)




Monday, December 12, 2016

Penyebab Resign



Beberapa orang yang kenal gue pernah bilang bahwa gue terlalu sering melompat dari satu perusahaan ke perusahaan lain. Kesannya nggak betahan gitu.
Padahal kalo pada mau melihat CV gue, gue itu betah kok kalo kerja. Top 3 tempat kerja terlama gue sejauh ini ada di:

- Komando Productions, 4 tahun 6 bulan
- Female Daily, 4 tahun 3 bulan
- Astro Indonesia, 3 tahun

Tuh lama-lama kan durasi gue bekerja? Beberapa perusahaan lain (ada sekitar 5-6 company) memang hanya berkisar antara 4 bulan- 1 tahun.
Ayoo kemudian pada ngitung umur gue berapa, kok kerjanya udah lama banget? Haha. Ntar diceritain di blogpost berbeda.



Anyway, kemudian gue sadar bahwa penyebab gue nggak bisa bertahan lama di sebuah perusahaan mostly karena ini:

Office politics
Ini kebanyakan di perusahaan-perusahaan yang udah establish, udah gede banget. Walaupun perusahaan kecil juga ada, sih. Intinya adalah kondisi di mana ada perebutan kekuasaan, mencari dukungan dari karyawan secara diam-diam, ingin menggulingkan pemimpin yang ada, ya gitu-gitu lah.
 Tujuan utama gue kerja dari dulu sampe sekarang adalah cari duit. Ini pasti. Jadi kalo tujuan utama gue itu diribetin sama aneka printilan ya nggak relevan sama hidup, kan males ya?
Contoh cerita, di sebuah perusahaan gue kerja beberapa waktu lalu, sering kali gue berada di tengah-tengah antara 2 pimpinan yang punya misi masing-masing. Ya kalo hanya berada di tengah-tengah as if dengerin mereka curhat dkk sih, nggak apa ya. Tapi kao udah mengganggu kinerja gue, gimana? Lucu sih, jadi kalo gue lagi ngerjain kerjaan dari Bos 1, Bos 2 musuhin gue. Kalo gue ngerjain kerjaan dari Bos 2, maka Bos 1 berusaha ngerecokin/ bahas sama gue tentang project yang udah kelar kemarin. Kan capung ya?
“Ikutin yang posisinya paling tinggi aja, Lit”
Nah, mereka berdua memiliki bargaining position yang setara, masalahnya. Aku kudu piyeeee? Ke HRD aja lah, resign!

Lokasi
Agak lupa pernah menyebutkan di sini apa nggak, salah satu alasan gue mau menerima pekerjaan di sebuah perusahaan biasanya adalah lokasi kantor. Spesifik lagi, “Jangan melebihi Semanggi”. Hehe.
Gue dua kali memutuskan untuk mengundurkan diri karena alasan ini. Ya lagian di awal kenapa juga lo mau terima?
Nah, gue adalah penganut “You never know until you try”. Jadi di banyak hal gue menerapkan hal tersebut. Sesuatu itu harus dicoba, challenge yourself. Gitu semangat di awalnya. Kalo nggak kuat, ya udah. Dan ternyata iya, gue nggak kuat bekerja dengan jarak jauh.
Jadi, salut lah buat kalian yang survive kerja tiap hari dengan jarak tempuh rumah-kantor setara dengan bumi- matahari.

Tidak dihargai
Ini poin subyektif sebenarnya. Tapi gue rasa, masing-masing dari kita bisa merasakan ketika dihargai oleh perusahaan atau kantor tempat kita bekerja itu seperti apa.
Walaupun tujuan utama gue kerja adalah uang, tapi gue bukan orang yang mata duitan. Nggak berarti mengejar penghargaan berupa uang. Cukup ucapan terima kasih, bilang good job, atau sesederhana credits akan apa yang gue lakukan. Pamrih? Ya nggak, tipe yang akan menjaga standar kerja gue sebaik mungkin. Buat apa? Tentunya supaya nama gue tetap baik, karena gue percaya nama baik lah yang bisa bikin kita tetap ‘laku’ di sebuah industri.
Gue ini kan nggak pinter-pinter amat, muka juga standar, skill rata-rata air, lah apa yang mau dijual selain menjaga standar bekerja supaya sesuai dengan ekspektasi? Kalau hasil kerja gue selalu baik, insyaallah referensi dari tempat kerja akan selalu baik. Ya kan?
Lah kok gue jadi ngomongin itu, OOT deh. Maap.

Intinya, ketika tidak dihargai hasil kerjanya maka gue mending nggak lanjut. Lha buat apa capek-capek kerja jungkir balik demi menjaga kualitas tapi nggak dihargai?

Rasanya itu sih, penyebab gue resign. Kok nggak ada konflik?
Buat gue, konflik mah di manapun kita kerja bakal ada ya. Konflik sama teman sejawat apalagi. Itu mah biasa. Tapi buat gue, bukan rekan kerja yang ngegaji gue, jadi bodo amat. Kalo difitnah sama rekan kerja terus jadi berpengaruh ke penilaian atasan? Nah, ini kayanya belum pernah sih. Nggak tau juga, dan gue nggak mau tau.

Buat gue, kerja walaupun sifatnya duniawi, tapi bakal terasa kok di hati. 

Mana yang sesuai sama hati, mana yang nggak. Pasti terasa. Jadi kalau career coach bilang, follow your passion,kata gue mah follow your heart. Kalau dalam hati lo selalu misuh-misuh saat harus kerja, badan nggak enak pas sampe kantor, dan sebagainya, mungkin itu tanda-tanda :D

Etapi percaya nggak percaya, gue sering kaya punya feeling bakal lama apa nggak di suatu tempat. Salah satunya adalah, kalo gue nggak bawa barang pribadi ke satu kantor entah itu foto, sendal, mukena, dkk, berarti gue bakal nggak sampe setahun. Biasanya gitu :D 

Kalo lo, penyebab resign biasanya karena apa? Kasih tau dong, gue kepo :D