Alhamdulillah minggu
kemarin jadi juga mudik ke Bengkulu setelah hampir tiga tahun kami sekeluarga
nggak mudik. Emang Langit libur? Nggak, izin. Hehe. Kebetulan direktur
pendidikannya, Ibu Delfi, sangat permisif kalau izinnya berkaitan dengan
keluarga. She believes that family should come first.
Kembalinya kami ke
Bengkulu tahun ini banyak banget perbedaannya, ceritanya dan tentu,
sedihnya..
Pemilihan tanggal
kepulangan bertepatan sama Festival Tabot.
Kalo yang ini emang udah dari jauh-jauh hari direncanakan. Selama bersuamikan
orang Bengkulu masa gue belum pernah lihat Festival Tabot? Festival Tabot
sendiri adalah festival agama dan budaya yang dimaksudkan untuk mengenang kisah
kepahlawanan cucu Nabi Muhammad SAW, Husein bin Ali bin Abi Thalib. Kenapa bisa
jadi adat di Bengkulu, karena salah satu keturunannya (cmiiw) ada yang menikah
dengan orang Bengkulu. Lengkapnya coba cek di sini deh.
Festival ini sendiri diadakan sejak tanvgal 1-10 Muharram setiap tahunnya.
Kemarin kami memilih menjelang akhir perayaan karena di sanalah puncaknya.
Acaranya sendiri rameeeeenya minta ampun. Pas malam terakhir, disebut sebagai
saatnya Tabot Bersanding, ajegile! Nggak bisa jalan nyo, di lokasi tabot-tabot
tersebut disandingkan. Eh iya, yang disebut tabot adalah modelan kaya benda
seserahan (atau apa ya namanya?) yang dihias aneka rupa. Kira-kira begini:
Besoknya, tabot-tabot
tersebut diarak keliling kota sampai ke tempat pembuangan. Wah, saat keliling
ini beneran kaya nungguin Miss Universe (halah) seluruh masyarakat kota
kumpul di pinggir jalan menanti kedatangan tabot lewat.
Btw mungkin banyak yang belum tau tentang festival ini ya, kurang populer seperti festival budaya di kota lain. Padahal event ini udah mendunia lho. Kalo mau ikutan event kebudayaan yang antimainstream boleh lho tujuannya ke Festival Tabot.
So, akhirnya dengan melihat langsung event ini, gue bisa ngaku sah udah
jadi (menantu) orang Bengkulu. Haha.
Jalan darat udah
biasa, naik Avanza baru luar biasa.
Setiap mudik kami memang selalu jalan darat. Lebih rempong emang keliatannya,
tapi lebih seru. Kali ini alih-alih naik Taft kesayangan, kami pake Avanza.
Alasan utama tadinya bokap nyokap mau ikut, kasian kalo naik Taft kan kurang
leluasa. Eh malah ga jadi mereka, karena jalan-jalan ke Lombok *sigh -
envy*.
Awalnya enak pake family car gini. Tapi pas lewatin jalan yang nggak mulus ya
harus pelan-pelan kalo nggak as roda patah. Kalo pake Taft kan, lobang kecil
hajar aja. Terus udah gitu gue berasa kurang gahar, secara banyak lewatin
daerah sepi kan. Pake family car kayanya keliatan banget dalamnya ya keluarga.
Apalagi kami hanya bertiga dan kaca lumayan terang.
Terakhir nih, kok asa lebih nyaman ya, yang mana jadi berasa kelok-kelok
jalannya dan menghasilkan mual! Langit yang dari umur setahun udah jalan darat
baru kemarin ini mengeluhkan perutnya nggak enak pas di jalan belok-belok itu.
Igun juga berasa sih, pas berangkat adalah gue bawa mobil karena dia ngantuk ga
tahan. Baru setengah jamlah, dia minta gantian lagi. Bukan karena sayang
istrinya kecapekan, tapi karena dia mual cuma duduk doang. Haha.
Apa kabar gue yang berjam-jam duduk manis di samping Pak Kusir yang sedang bekerja?
Bengkulu memang
panas, tapi kalo pas kekeringan g ada air?
Nah ini yang terjadi kemarin. Selama di sana, rumah mertua airnya mati. Kelar
dong, ya. Niat suci dari Jakarta adalah, selama di sana bakal cuci baju (selama
ini begitu) untuk meringkaskan pakaian yang dibawa. Tapi kan kalo air mati
nggak mungkin.
Apa benar-benar kering? Kebetulan rumah mertua plek, mati, airnya. Alhasil beli
air buat keperluan kamar mandi yang urgeng seperti buang air atau wudhu. Yang
lucu (antara lucu atau pilu) nih, gue kira di sana banyak yang jual air buat
mandi. Di hari ke dua, gue baru dikasi tau sama mertua bahwa air yang dituang
ke kamar mandi bukan air buat mandi, melainkan air minum. Idiw, mewah amat
hidup gue berarti! Buang air dkk aja pake air minum. Nyamain Venna Melinda yang
mandinya pake air Aqua dong, gue!
Terus nggak mandi? Ya
mandi. Alhamdulillah rumah adik ipar yang sekomplek tapi letaknya di bawah
(bentuk kompleknya di tanah yang berkontur) air masih mau nyala tapi nggak
sepanjang hari. Jadi teteub mandinya kudu irit.
Nah, secara rambut
gue banyak ya, harus tau diri untuk tidak keramas (yang bisa ngabisin air sebak
mandi). Alhamdulillah lagi, rumah kakak ipar airnya deras! Tapi
karena jaraknya lumayan jauh, kami baru mengunjungi rumahnya di hari keempat.
Kehilangan
Kalo mudik biasanya ada seorang yang rajin menemani kami ke manapun kami mau pergi. Dia adalah Rosa, pacar slash calon istri adik ipar gue. Dia pernah gue sebut di sini.
Sejak 2009, kalo mudik pasti ada Rosa. Kemarin, nggak ada. Gue aja yang datang
ke sana setahun sekali berasa sepinya. Apalagi adik ipar gue? Mertua gue? Dia
soalnya udah bukan sekedar calon istri, tapi memang udah jadi bagian keluarga
kami. Makanya tiba di sana, first thing i did is, mendatangi keluarganya lalu
mendapat banyak cerita yang bikin air mata gue mengalir diam-diam. Mulai dari
paviliun rumah yang sudah mereka bangun untuk tinggal kelak setelah menikah,
bahan kebaya pengantin yang menanti untuk dijahit, kamar adik ipar yang udah
dihias sedemikian rupa untuk kamar pengantin, ah. *mewek lagi*
Semoga kamu tenang di sana ya, Sa...
Selalu ada yang
cerita yang berbeda dalam setiap perjalanan. Tapi yang pasti, di mudik kali ini
perasaan gue cukup campur aduk terutama karena poin terakhir itu.
Bismillah, mudah-mudahan di kepulangan kami ke Bengkulu yang berikutnya, membawa cerita yang lebih membahagiakan. Amin.
Bismillah, mudah-mudahan di kepulangan kami ke Bengkulu yang berikutnya, membawa cerita yang lebih membahagiakan. Amin.
Turut berduka cita ya Mbak Lita..
ReplyDeleteSaya baru tahu festival Tabotnya. Rame juga ya ternyata.
Masalah air ini kayaknya di mana-mana ya Mbak sekarang. Bahkan di rumah sayapun sudah mulai bau airnya karena sungainya kering. :(
Sama2 Mas Dani..
ReplyDeleteIyaaaa di rumahku juga sekarang ngisi air ke toren lamanya minta ampun. Mudah2an segera berlalu deh ya, berasa banget ga enak kalo ga ada air :(