Tuesday, January 30, 2018

Menelusuri Kenangan Bersama Dilan



Beberapa hari belakangan, rasanya belum kekinian kalau belum nonton Dilan. Nggak tahu? Astaga! Nggak gawl ah! Haha. 

Gue kasih trailernya nih ya:


Di awal kemunculan berita novel Dilan 1990 akan difilmkan, gue nggak terlalu ngikutin. Cuma sekadar tahu, bahwa novel karya Surayah Pidi Baiq akam difilmkan. Thats it. Beberapa hari jelang rilis, baru deh terpapar di explore-nya Instagram tentang film ini. Kemudian nonton trailernya, lihat pemain-pemainnya, eh kok daku penasaran. Apalagi Dilan diperankan Iqbaal yang ex Coboy Junior. For real?! 

Gue sih nggak termasuk yang ikutan mencela, ya. Wong gue baru ngikutin sungguh-sungguh filmnya pas udah ada trailer. Jadi udah lihat sekilas aktingnya. Dan, not that bad. Bahkan kata gue Iqbaal ganteng dan keren amat, terutama di scene ini:

yawla.. tante dredeg lho, lihat foto ini 💖💖
Sebagai penggemar bad boy dari dulu sampai sekarang, menurut gue usaha Iqbaal menginterpretasikan Dilan dapet banget kok. Scene naik motor di atas dan fighting, keren banget dah. Oh ya, di novel, Dilan memang nggak diceritakan secara fisik bertampang bad boy, kasar, dan sebagainya. Dilan di novel hanya diceritakan sebagai anak yang cerdas, pemberani, kocak, dan panglima tempur gemg motor. Setahu gue lagi, anak geng motor nggak semuanya berwajah kasar. Kalo tengil, sih, mungkin. 

Gue nonton filmnya di hari ke-2 tayang. Sestudio isinya bocah seragaman semua. Bukti akting Iqbaal dan Vanesha oke, ya, selama film banyak yang pada jejeritan "Aaaw" atau ketawa sama jokesnya sementara gue yang sudah makan asam garam kehidupan [tua, dewasa, maksudnya], senyam senyum inget masa muda. Hahaha. 

Buat yang baca bukunya, menurut gue film ini nggak mengecewakan baik dari sisi akting tokoh utama dan jalan cerita. Semua adegan penting dalam buku tertuang dengan manis. Mungkin karena Si Penulis terjun langsung dalam pembuatan dan juga pemilihan pemeran, ya. Dan gue juga baru tahu pemeran-pemeran pendukung lainnya juga ternyata oke-oke lho. Ada Debo yang dulu Idola Cilik, suaranya bagus amat dia jadi Nandan dan oke lah aktingnya. Plus Gusti siapa itu jadi Anhar, keren abis! Doi juga ternyata pernah masuk nominasi IMA. Walau di film Dilan 1990 ini memang belum terlalu kelihatan peran mereka, karena memang fokus di usaha Dilan ke Milea, tapi di 2 buku selanjutnya [kalau bakal dijadiin film juga] bakal banyak harusnya, peran mereka di dalam cerita.

Dari sisi teknis, ada beberapa hal yang dijadikan catatan, sih. Model kaya green screen yang kurang halus, pengambilan gambar yang berasa kaya tvc, logat pemeran yang kurang Sunda, makeup yang terlalu tebal dan kurang terasa era 90-annya. 

Buat yang nggak baca novelnya, memang film ini ya just another teen love story. Pasti nggak kerasa sisi emosionalnya. Banyak yang komen gaya bahasa dan jokes yang krik-krik. Tapi sekali lagi, karena nggak baca novel, jadi memang pasti nggak dapet bapernya.

Atau buat yang baca novelnya, tapi nggak suka. Ya mendingan nggak usah nonton. Haha.

Gue baca novel ini 2015, pinjem bukunya @qhisanak yang memang ngefans berat sama Pidi Baiq. Menurut dia buku ini keren banget. Karena nggak tahu kalo segitu banyaknya orang yang doyan buku ini, ya, gue baca biasa aja. Eh kok, i feel related. Karena, gue pernah merasakan apa yang Milea rasain. Dideketin sama cowok yang ke-absurd-annya mirip Dilan. Haha. Subyektif, ya?

Novel Dilan yang ke-2 gue bete. Karena Milea nggak banget. Terlalu ngatur. But then again, bukankah zaman kita SMA dulu, pas pacaran penginnya ngatur pacar kita? Pengin cowoknya jadi anak baik, padahal kita naksirnya karena mereka bad boy. Kita mau sama para bad boy ini karena sudah merasa 'menaklukkan'. Kemudian ketika mereka sudah jadi pacar, maka kita berusaha mengendalikan. Teori gue sih, begitu. Ya nggak, sih?

Kalau di 2 novel pertama ditulis dari sudut pandang Milea, maka di novel ke-3, dibuat dari sudut pandang Dilan. Sebagai perempuan yang terlalu banyak bergaul sama laki-laki, gue lebih suka versi Dilan. Versi Dilan dengan logikanya. Terus jadi tambah bete sama Milea. Walaupun versi Milea lebih detail keanehan-keanehan Dilan, jadi suka ikut baper sendiri.

Beberapa anak-anak di kantor lama gue  dan yang gue baca di sosmed pada bete gegara ending hubungan Dilan dan Milea yang nggak kaya cerita cinta Disney, 'happily ever after'. Lha, ya kan pacarannya masih SMA. Kalo pun udah kepikiran serius, tapi kan perjalanan masih puanjaaaaang... Walaupun ada banyak sih, di sekitar gue yang akhirnya menikah dan bahagia dengan kisah cinta sekolahnya. Tapi ya, intinya mah, apa sih yang lo harapkan dari kisah cinta zaman sekolah?

Secara ya, di zaman SMA dulu kita sering melakukan keajaiban-keajaiban perihal cinta. Makanya masa SMA kan didapuk sebagai masa yang paling indah karena di sana kita belajar kenal sama cinta. Terus biasanya juga kita mengalami yang namanya cinta pertama, patah hati pertama, dan sebagainya. Nggak salah sih, kalau kebanyakan bocah-bocah SMA masih bingung gimana menghadapi patah hati, cemburu, atau rindu.

Buat gue yang menjalani masa SMA di era 90-an (90 AKHIR LHO YA ~dipertegas),  menikmati film ini cukup membawa gue ke masa sekolah. Jadi teringat zaman-zamannya nunggu telepon rumah dari gebetan yang nelepon pake telepon umum, inget ngelarang-larang pacar untuk merokok, kesal karena dia nggak masuk sekolah karena bolos, dan seterusnya.

Alhamdulillah hanya sebatas terkenang.Gue percaya, setiap dari kita pasti pernah punya kisah cinta zaman sekolah dulu yang paling berkesan.  Jangan sampe aja, setelah film ini ada yang kontakan via sosmed lalu keterusan baper, ya. 

Karena gue suka baca dan nonton, selain Harry Potter, film ini merupakan salah satu film adaptasi novel yang cukup berhasil. Gue, puas dengan visualisasi novel ini. Nggak sabar menantikan yang ke-2 dan 3 serta kelanjutan kisah cinta Iqbaal dan Vanesha, bukan Dilan dan Milea, lho ya. Biar kata gimmick, tapi gimmick-nya berhasil bikin ikutan baper dan senyam senyum.


 - Kalo nggak sadar usia, gue bakal bilang Iqbaal ini future husband material banget. Rajin salat, pinter, cakep, manis sikapnya, duh! Jadi karena udah nggak bisa bilang husband material, maka Iqbaal kunobatkan sebagai 'Mantu material'. LOL.









Friday, January 26, 2018

Perawatan Diri Ya Untuk Kita, Bukan Untuk Mereka


Di blogpost gue yang Seruan Ibu Bekerja, gue menyentil sedikit poin-poin bahwa perempuan memerhatikan penampilannya atau dandan itu nggak semata-mata untuk menarik perhatian lawan jenis. Bahwa banyak banget hal yang kita lakukan padahal memang nggak lebih dari kenyamanan diri kita sendiri.



Coba deh, gue tanya. Apa sih yang terbersit dalam benak kita saat lihat perempuan berdandan lengkap dengan bulu mata plesong padahal hanya ke acara sekolah? Atau apa yang terlintas saat tahu rutinitas skincare teman yang sampai 17 lapis itu? Bagaimana dengan mereka yang sangat memerhatikan organ intim mulai dari perawatan harian sampai ratus, spa, atau malah ada yang operasi plastik segala!

Hayo jujur. 

Gue dulu deh, nih. Pertama yang terlintas pasti, "Duile, lebay".

Kedua, mulai mikir. Eh ternyata gue juga nggak usah ke acara sekolah, ke minimarket depan komplek aja gue kudu pake alis. Kayanya urusan penampilan, tiap orang punya 'aurat' masing-masing. Haha. Ada yang nggak PD kalo nggak pake lipstick, ada yang berasa ‘telanjang’ kalo nggak pake foundation, atau sesederhana, ada yang merasa “Muka gue kaya orang ngantuk kalo nggak pake eye liner”. Apa lawan jenis memerhatikan itu? I don’t think so. Kalopun ada yang merhatiin, ya kayanya 1 antara 1000 dah.

Jadi kita melakukan itu memang karena memang hal tersebut membuat kita nyaman dan tampil percaya diri. Disebut ketergantungan sama makeup? Ah nggak juga. Again, setiap dari kita punya ‘aurat’ atau batas kenyamanan penampilan masing-masing [LOL]. Contoh, gue selain kudu pake alis juga kudu pake kerudung berwarna gelap. Kenapa? Ya pernah gue ceritain di blogpost yang ini.

Perkara skincare 17 lapis? 

Wadaw, gue berlapis-lapis, sih. Tapi nggak sampai 17 lapis. Karena gue anaknya pelupa. Sekarang, baru di bawah 10 lapis aja udah sering ada yang kelupaan dipakai atau lupa urutan. Hihi. 

Kenapa sih pakai skincare panjang amat ritualnya? Udah pernah coba belum? Percaya sama gue, kalau udah coba minimal double cleansing,double toning, dilengkapi dengan serum dan pelembap (ini paling minimal) lo bakal ngerasain manfaatnya, wajah terasa..


Kan pasti happy dan 'nagih'untuk menambah ritual skincare. 

Jadi demen ngeliatin kulit muka karena kelihatan lebih cerah/ supple/ kenyal/ muda/ dan sebagainya. Nggak hanya perempuan, laki-laki juga demen kok kalo ngelihat mukanya lebih cerah/ supple/ muda/ dsb. Tapi kebanyakan dari mereka nggak terlalu peduli aja sama perawatan kulit.

Bagaimana dengan perawatan organ intim? 

Kalo ini pastinya buat lawan jenis dong! Makanya yang sudah bersuami, wajib perawatan! Pasti banyak yang komen gitu. Padahal ya, perawatan organ intim justru kudu dimulai sejak dini, bukan karena sudah menikah atau menjelang menikah. Bukan karena jika organ intim dirawat maka akan disayang pasangan. Dari kacamata gue nggak begitu. Tahu nggak kalau Infeksi Saluran Kemih mudah menyerang perempuan? Tahu nggak kalau kanker serviks merupakan salah satu penyakit paling membunuh untuk perempuan? 

Dan semua itu mudah banget terjadi, kalau kita nggak peduli atau merawat organ intim kita. Jadi, plis lah jangan anggap perawatan organ intim cuma untuk mereka yang udah menikah dan semata untuk menyenangkan pasangan aja. 


Kalau di dunia medis, vagina memang dikenal sebagai anggota tubuh yang memiliki kemmpuan self cleaning. Tapi seperti gue sebut di atas, kudu juga dijaga dan dirawat kebersihan plus kesehatannya. Nggak usah yang ribet-ribet sampe ratus dan spa deh. Menurut gue menjaga kebersihan dan kesehatan organ intim bisa sesimple mengeringkan organ intim setelah buang air kecil/ besar, gunakan pakaian dalam berbahan nyaman yang menyerap keringat, membersihkan dengan feminine wash seperti Resik V Godokan Sirih terutama saat menjelang menstruasi atau sedang menstruasi. 

Kenapa? Karena di saat itu kondisi hormon kita yang nggak balance, bisa berpengaruh ke kondisi organ intim jadi bisa menimbulkan infeksi terus bisa jadi keputihan, atau penyakit organ intim lainnya.



Kalau tanya ke semua perempuan yang kita kenal, pasti kebanyakan udah pernah perawatan menggunakan rebusan daun sirih. Ini kayanya resep umum turun temurun, ya. Gue juga. Sejak belum kawin udah pake ini. Tentu alasannya kesehatan. Udara tropis yang bikin lembap, belum lagi stres yang memicu keputihan yang bisa berujung pada gatal-gatal. Ga enak banget! Sekarang sih enak, pakai Resik V Godokan Sirih lebih simple. Nggak perlu cari-cari daun sirih pilihan [daun sirih yang nggak pilihan aja udah jarang lihat -_-], adegan rebus-rebus [terus kalo airnya kepanasan, kena organ intim kan wadaw banget ya. Percayalah, ini pernah terjadi padaku], dan yang pasti bisa dibawa ke mana-mana [nggak kebayang kalo traveling terus gue bawa-bawa lembaran daun sirih, bisa dikira saingan sama Mbah-mbah].

Anyway, dari penjelasan di atas, kesimpulannya apa? 

Hemm, bahwa sebenarnya berbagai hal yang kita lakukan itu tak lebih karena kita membutuhkan kenyamanan. Gue butuh pake alis supaya kelihatan lebih rapi. Gue butuh ritual skincare karena gue happy melihat hasilnya di kulit gue dan gue PD sama kondisi kulit gue saat ini (nggak mikirin "komedo gue keliatan nggak ya sama lawan bicara gue?" Saat lagi interview penting atau meeting penting). Gue kudu merawat organ intim karena gue pernah ISK dan itu nggak enak banget, kalo stres mudah keputihan (malah pas hamil keputihan hebat yang sampe pake obat dimasukin lewat vagina -_-), dan gue PD kalo merasa seluruh badan gue bersih. 

Tiga hal yang gue sebut di atas hanya contoh kecil dalam keseharian perempuan. Kalau hal di atas yang kita lakukan untuk kenyamanan diri sendiri ternyata di mata lawan jenis/ pasangan jadi menyenangkan, ya itu mah bonus. Sama kaya puasa tujuannya ibadah, kalau berat badan turun maka itu bonus. Atau tujuan kita olahraga adalah sehat, kalau dibilang langsing ya itu bonus. Menurut gue, lho 😙

Ada yang sependapat?

Wednesday, January 24, 2018

Skin Saviour: Dr. Renaud Azulene Calming Rich Cream



Nama produknya panjang beut dah ah, kan jadi susah buat judul. Yawla ini mau nyingkat aja gue mikir. Masa DRACRC, kurang mudah diingat yha 


Anyway. Kalo lo googling produk ini, yang keluar langsung sephora. Haha. Jadi udah tahu lah ya, beli di mana. Jarang banget yang review. Bahkan kayanya di makeupalley aja belum nemu deh, gue. 
Ini produk emang ga populer. 

Terus, kenapa Lita beli? 

Pertama, gue bukan tipe orang yang suka beli barang karena lagi hype. Takut nyesel kalo hasilnya biasa aja. Bilang bagus karena semua orang bilang bagus.

Kedua, gue bukan tipe orang yang rajin cari review orang sebelum beli sesuatu. Menurut gue tipe kulit orang beda-beda. Riset gue sebelum beli barang itu hanya berkisar pada harga. Ujung-ujungnya duit. Hihihi. 

Harga dan kandungan serta klaim dari sebuah produk. Itu aja. Kalo ternyata nemu review, ya alhamdulillah. Kalo nggak nemu, ya nggak apa-apa. Sepanjang sudah tahu produk itu ditujukan buat apa. 

Ketiga, gue beli ini karena waktu itu gue alergi cukup parah sampe ke muka. Ga hanya bentol-bentol, tapi karena gatal, ada beberapa kulit muka yang kegaruk dan gitu deh. Menyisakan dry patches yang nggak asik. 

Karena krim ini klaimnya menenangkan lalala lilili, harganya emang empat ratus rebu aja dolo, tapi untuk kemasan 50gr itu sepadan lho. Apalagi setelah gue pakai ya, deuuuh.. sepadan bingits! 

Pertama kali pake gue sebel. Soalnya ini krim teksturnya pekat banget, creamy, dan nyaris kaya clay mask. Mana warnanya biru, pula.  Tapi emang pas diaplikasikan ke kulit, jadi nggak berwarna (yakalo berwarna macam lagi gondongan dong ah, pake blau). Apakah menyerap dengan cepat? Ah, nggak juga. Muka lo bakal jadi creamy banget, macam abis dipeperin kertas gorengan. Sumpaaah.

Satu dua kali gue pake, nggak mau lagi. Sebel. Lama nyerapnya, jadi gue lama nunggu dia menyerap lah kan pagi mau berangkat kantor plus anak sekolah banyak dramanya yaaa. Akhirnya gue tinggalkan, pengin gue jual. 

Tapi, secara ini produk nggak tenar siapa juga yang mau beli? 

Ingat, saya anak hemat dan #ibubijak, YA GUE PAKE LAGI DONG. 

Kali ini, gue jadiin night cream. Satu, dua, tiga sampe kira-kira seminggu gue belum ngeh sama perubahannya. Di minggu berikutnya, gue coba ngecek klo pagi kulit muka gue gimana sih. Eyawlaaa.... terkejut aku! Kok muka gue tampak lebih sehat, terasa lebih kenyal dan walaupun pori-porinya masih kelihatan [emang aku Barbie nggak punya pori-pori?] tapi kelihatan sehat dan bersih. Serius ini. 

emang enak ngeliat muka gue segini? :)))  

*fotonya diambil pake kamera belakang handphone Oppo F5, tanpa filter dan kulit gue beneran nggak pakai apa-apa. Mungkin kalo pake kamera depan, lebih mulus ya 🤔
Mungkin orang lain banyak yang kulitnya lebih bagus. Tapi buat gue, this is my best condition so far. Masih kelihatan oily-oily-nya? Kalo dulu pasti gue sebel, penginnya matte. Tapi sekarang sih, gue anggapnya healthy glow ((WASAIGLOW))

Logika bego-begoan gue nih, secara usia udh kepala 3, jadi kan emang butuh perawatan yang membantu hidrasi kulit. Nah, si krim nan creamy ini rupanya membantu proses tersebut secara MAKSIMAL. 

Bangun tidur tuh jadi momen favorit gue melototin kulit lah. 

Krim ini isinya chamomile sama oil apa gitu yang intinya mmemang untuk menyamankan kulit. Brand dr. Renaud ini ternyata sudah 60 tahun belakangan selalu memproduksi produk yang natural. So, aman dong?

Mungkin kulit gue tambeng dan easy to please (kaya orangnya), jadi dipakein produk murah ya cocok, pakein yang mahal apalagi. Produk lokal bole, produk bule juga masalah. Tapi percayalah. Walaupun memang, sebelumnya kulit gue nggak terlalu bermasalah tapi setelah rajin pake ini jadi night cream, kulit gue berasa kenyal-kenyal gitu. Ngecilin pori nggak? Yakali deh. Yang penting pori bersih dan terhidrasi/ dilembapkan dengan baik, kulit lo bakal tampak mulus kok. Lagian kalo kulit mau mulus mah, pake aja tuh kamera depan henpon. Dijamin mulus. Haha. 


Repurchase nggak? Yes dong. Tapi ini aja belum habis-habis, kak, udah mau 6 bulan baru seciprit gini pakenya.

Btw, ada beberapa testimoni yang bilang sebaiknya nggak pake cream ini setiap hari karena lengket. Mungkin kurang cocok buat yang oily dan acne prone, ya. Kulit gue saat ini sih, normal, gue pake ini as night cream udah berapa bulan belakangan fine-fine aja. Malah kulit gue makin supple, yang gue rasain. Terus si dry patches juga udah gone! 

Wednesday, January 17, 2018

Cerita Keluarga Penggemar Makanan Pedas



"Aduh, ini nggak ada pedas-pedasnya"

Langit sering banget ngomong kaya gitu kalau lagi makan yang menunya nggak pedas. Ah dasar, anak Sumatera! Banyak yang suka ngomong gitu. Padahal nggak juga, bukan karena bapaknya orang Sumatera, tapi juga karena gue doyan BANGET pedas.

Waktu Langit 1 tahun, dia udah gue cicipin rendang. Rendang kan nggak pedas, ya, hanya bold gitu rasanya. Terus gue pernah ngomong asal, "Ntar Langit kelas 1 SD paling enggak udah bisa makan Bebek Slamet pake sambal korek deh". Eh bener dong, kejadian. Kelas 1 SD udah makan sambel koreknya Bebek Slamet yang pedas banget itu, dan sekarang kalo makan nggak pake sambal, nggak semangat makannya. Ini serius, lho. Langit itu pernah bermasalah sama teman-temannya di sekolah gara-gara dikatain makannya lelet, haha. Terus gue tanya kan, emang makannya selama itu ya, Langit? Kenapa selama itu makannya? Jawab dia, "Karena nggak ada sambel" 😂

wajib ada di rumah :D

Kok bisa? 
Ya bisa aja. Seperti yang gue sebut di atas, karena doyan pedas jadi masakan di rumah selalu yang ada pedas-pedasannya. Kalo nggak ada menu pedas, harus ada sambal. Jadi mungkin Langit udah biasa ya, sama percabean. 

Kapan sih, anak boleh dikenalin sama makanan pedas?
Kalo gue baca dan secara logika, sih, di usia 2 tahun udah boleh tuh dikit-dikit dikenalin sama rasa pedas. Usia 2 tahun biasanya anak sudah terbiasa makan berbagai macam makanan. Jadi harusnya sih, udah lebih kuat, ya, pencernaannya.

Tapi makan pedas kan bisa panas dalam!

Nah, memang selain masuk angin, salah satu 'penyakit'yang sering kita suuzonin adalah panas dalam. Sariawan, pasti panas dalam. Bibir pecah-pecah, panas dalam. Tenggorokan meradang, panas dalam. Pokoknya semua karena panas dalam! 

Kalo gue baca-baca beberapa artikel, dalam medis penyakit panas dalam itu nggak ada istilahnya. Tapi memang di Indonesia istilah ini populer untuk kondisi di mana tubuh kita terasa panas atau kering di dalam, sehingga muncul kondisi fisik yang gue sebutin di atas. 

Alhamdulillah buat gue, walau Langit [dan kami sekeluarga] doyan pedas, tapi untuk jenis makanan lain seimbang. Konon penyebab panas dalam juga kalau makanan nggak seimbang antara yang tipe panas dan dingin. Nah, Langit doyan sayur. Nggak jarang, dia tuh makan sayur hanya mau sayur rebusan. Misal brokoli ya direbus gitu aja, buncis kek, wortel, dan sebagainya. Buah juga doyan banget. Sampe harus dibatasin, karena kalo enggak bisa kekenyangan makan buah doang. 

Minum air putih juga penting. Kecukupan minum air putih kan ada rumusnya. Nggak semua orang wajib minum 1 liter putih setiap hari. Yang beratnya 30kg tentu kebutuhannya akan air putih beda dengan yang beratnya 70kg. Rumus mudahnya untuk mengetahui berapa air putih yang dibutuhkan oleh tubuh adalah: berat badan dibagi 30. Jadi kalau berat gue 45kg [yearite], maka 45:30= 1,5. Maka gue butuh 1,5 liter air per hari.

Untungnya Langit termasuk yang doyan minum. Apalagi kalo minumnya “yang asik-asik”. Ini istilah dia untuk jenis minuman yang enak seperti susu, jus, dan Cap Kaki Tiga. Ini mah beneran. Kadang nggak lagi panas dalam juga minta minumnya ginian. Secara ya, Cap Kaki Tiga yang buat anak kan banyak pilihan rasa [dan rasa buah pula, secara anak gue doyan BANGET buah], jadi kalo diminum dingin emang segar banget.



Gue sih setelah jadi ibu kan jadi merhatiin kandungan makanan/ minuman kemasan, ya. Nah, Larutan Cap Kaki Tiga kan juga mengandung mengandung mineral alami (gypsum fibrosum dan calcitum) yang dapat mencegah dan mengobati panas dalam. Selain itu, kayanya Larutan Cap Kaki Tiga ini udah jadi top of mind gue buat obat panas dalam deh. Secara Larutan Cap Kaki Tiga sudah 80 tahun di Indonesia, bok. Nggak heran Larutan Cap Kaki Tiga jadi tepercaya turun temurun, malah kayanya sejak gue masih kecil udah minum ginian, deh. Nggak heran kan, kalo Cap Kaki Tiga klaim sebagai ahlinya panas dalam.

Yang nggak kalah penting juga buat gue nih, Larutan Cap Kaki Tiga telah mendapatkan sertifikat MUI dan telah terdaftar resmi di BPOM RI.

Dengan segala penjelasan tersebut jadi ya nggak apa-apa Langit minum itu. Daripada anak gue minum minuman kemasan yang gulanya tinggi dan nggak jelas? 

Nggak cuma Langit yang doyan Cap Kaki Tiga, gue juga sih. Soalnya mengonsumsinya kaya effortless aja. Varian yang nggak ada rasanya,  anggap aja minum air putih. Sementara varian yang ada rasanya? Ya anggap aja menyamankan penyakit dengan minuman yang asik. Kenapa nggak? 

Anyway, kalau dengar komen-komen mengenai hobi Langit yang doyan makan pedas ini lumayan seru sih. Mulai dari yang serius seperti, “Nggak ngeri tuh, anaknya doyan pedas gitu?”, sampai komentar ala #IbuBijak, “Enak ya, penghematan kalo masak di rumah nggak perlu dipisah-pisah”. Hahaha.

Buat gue yang penting jangan berlebihan, kan. Langit juga saat ini udah di tahap tahu sepedas apa dia boleh makan dan kapan harus berhenti kalau kepedasan. Kalau dulu, begitu ketemu makanan pedas...
 
palm face

Ada yang anaknya doyan pedas juga kaya Langit?